Tring!
Bel pulang berbunyi, menandakan semua pelajaran telah berakhir dan akan dilanjut esok hari.
Saat ini aku tengah menunggu Laras di dekat gerbang sekolah, karena rencananya hari ini kami akan pulang bersama.
Tadinya aku ingin ngajak Kinay pulang bareng, tapi aku tahu dia masih bete padaku.
Tak lama Laras datang menghampiriku, dan kala itu juga Lily muncul melangkah keluar dari gerbang sambil membawa tas yang sudah tidak asing lagi bagiku.
Ya, tas milik Kinay.
'Tapi Kinay-nya kemana?'
"Ly," panggilku, membuat langkah Lily terhenti.
"Ada apa?" tanyanya.
"Kok kamu sendiri? Kinay-nya kemana, ya?" Aku balik nanya.
"Gue juga enggak tahu, dari pas jam istirahat si Kinay udah enggak ada. Guru-guru yang mengajar di kelas pun sempat pada nanyain dia kemana. Gue juga udah nelpon Bimin pembantunya Kinay, tapi Bimin bilang dia tidak ada di rumah," jelasnya.
Aku syok mendengarnya. Aku merasa Kinay menghilang. 'Apa jangan-jangan dia diculik?' Aku mulai berpikiran jauh.
"Kamu sudah beritahu orang tua Kinay belum?" tanyaku pada Lily.
"Belum," jawab Lily dengan gelengan kepala.
"Sebelum memberitahu orang tua Kinay, lebih baik kita berpencar mencari keberadaan dia di sekitar sini," saranku pada Lily dan Laras.
Mereka mengangguk. Tanpa berpikir panjang, aku segera mencari keberadaan Kinay di belakang sekolah.
"Kinay, kamu dimana?"
Aku terus menelusuri koridor sekolah sambil berteriak mencari keberadaan Kinay. Aku benar-benar khawatir padanya. Rasa takut akan terjadi apa-apa padanya terus menghantui pikiranku.
"Nay, kamu dimana sih?" teriakku kembali.
Kini aku sudah sampai di belakang sekolah. Mencari-cari keberadaan Kinay di setiap sudut, bahkan ruangan lama, tapi belum ditemukan juga.
Dan aku baru ingat, ada satu tempat yang belum aku lacak yakni gudang sekolah. Kebetulan saat ini posisiku sudah berhadapan dengan pintu gudang.
"Apa Kinay ada di dalam? Masa iya cewek cantik kayak Kinay ada di dalam gudang sih, kan enggak mungkin banget," ucapku sambil menggaruk kepala yang tak gatal.
Agak aneh juga aku malah kepikiran sampai situ. Lebih baik aku pergi dari sini.
Ehh ... tapi, aku kan belum cek. Barangkali aja Kinay ada di dalam. Akhirnya tanpa menunggu lama lagi, aku membuka pintu gudang. Hasilnya ... nihil. Pintu malah terkunci.
"Yah, kok dikunci sih. Terus kuncinya mana?"
Aku kebingungan mencari kunci di sekitarku, tapi tidak ada. Tiba-tiba aku mendengar suara lirihan seseorang minta tolong dari dalam.
"Tolong bukain pintunya!"
Suaranya terdengar lemas, dan sepertinya aku mengenali suara itu. Seperti suara Kinay.
'Oh, astaga! Apa jangan-jangan itu Kinay lagi'
"Nay ... kamu di dalam?" tanyaku mulai panik seraya mengetuk pintu berulang kali.
Kali ini aku tidak mendengar apa-apa, membuatku semakin khawatir akan keadaan Kinay. Tak punya pilihan lain, akhirnya aku akan membuka pintu dengan cara didobrak.
Perlahan aku melangkah mundur, bersiap untuk mendobrak pintu.
Brak!
Pintu terbuka. Aku langsung masuk ke dalam, dan seketika aku terkejut mendapati kondisi Kinay yang sedang bersandar pada dinding sangatlah lemas.
"Ya ampun, Kinay," lirihku, lalu berjalan menghampiri Kinay yang seperti menahan rasa lemas.
"Daniel," lirih Kinay sambil tersenyum ke arahku.
"Nay, kamu gak papa? Kok kamu bisa ada di sini sih?" tanyaku, diakhiri dengan menangkup kedua pipinya.
Kinay tak merespon. Dia malah langsung memelukku sangat erat. Tentu saja aku tercengang karena ini adalah pelukan pertama yang kuterima dari Kinay.
"Daniel ... gue takut," lirihnya.
Aku terdiam sejenak, masih tidak menyangka kalau Kinay akan memelukku. Sungguh, rasanya nyaman berada di pelukan dia.
"Kamu jangan takut. Aku ada di sini," ucapku, membalas pelukan Kinay dan berusaha untuk menenangkannya.
Kudengar dia mulai menangis, mungkin masih trauma apa yang dia alami.
"Hiksss ... Daniel, gue benar-benar takut. Di sini gelap sekali, gue takut," lirih Kinay sangat getir.
Aku paham apa yang dia rasakan saat ini. Aku mencoba untuk menenangkannya.
"Kinay, udah ya jangan nangis. Lebih baik kita keluar dari sini," ucapku sambil melepas pelukannya.
Kulihat dia menganggukan kepala sekilas. Kemudian aku merangkul bahunya untuk membantunya berdiri.
Tadinya aku ingin gendong dia. Tapi aku baru ingat, aku pernah bilang ke Kinay kalau aku gak bisa gendong cewek. Makannya aku akan membantu dia dengan cara merangkul bahu.
'Maafkan aku Kinay'
"Kinay, maaf. Aku hanya bisa membantumu seperti ini," ucapku terasa berat untuk mengatakan hal itu.
Dia tersenyum lalu menggelengkan kepala sekilas. "Enggak papa kok, Niel. Yang paling penting lo udah datang nyelamatin gue dari sini, itupun udah cukup buat gue," sahutnya.
'Ya ampun, Kinay. Perkataan kamu itu loh yang bikin aku makin bersalah sama kamu'
Tanpa berpikir panjang, aku dan Kinay berjalan keluar dari gudang.
Aku dan Kinay menghentikan langkah di dekat gerbang sekolah, karena kami melihat Lily dan Laras berada di sana.
"Ya ampun Kinay, lo gak papa?" tanya Lily, yang langsung melangkah mendekati Kinay.
"Gue gak papa kok, Ly," jawab Kinay.
"Syukurlah kalau Kak Kinay baik-baik saja," ucap Laras, dan kulihat Kinay malah merespon dengan wajah datar. Aneh!
"Niel, lo temuin Kinay dimana?" tanya Lily.
"Di dalam gudang. Aku enggak tahu kenapa Kinay bisa ada di dalam sana," jawabku, sesekali melirik ke arah Kinay.
Lily kaget mendengarnya. "Hah? Di dalam gudang? Pantesan aja di jam istirahat sampai waktunya pulang, gue cari-cari lo ke setiap kelas bahkan toilet, lo tetep gak ada. Eh tahu-tahunya lo ada di gudang. Gimana ceritanya lo bisa ada di dalam sana?" tanya Lily pada Kinay.
Kulihat wajah Kinay ditekukkan, seperti menahan rasa penyesalan.
"Gue salah, Ly. Gue salah karena terlalu percaya omongan teman sekelasnya Daniel. Seharusnya waktu itu gue tanya dulu ke elo, Daniel masih di kantin atau enggak. Tapi gue malah nekat pergi ke gudang," lirih Kinay.
Sejenak aku mengernyitkan dahi. "Memangnya apa yang dikatakan teman sekelasku?" tanyaku.
"Dia bilang lo ingin bertemu gue di gudang. Awalnya gue ragu-ragu untuk pergi ke sana, secara Lily beritahu gue kalau lo ada di Kantin dengan Laras. Dan firasat gue mengatakan Rizky lah yang melakukan semua ini, dia sengaja menyuruh teman sekelasnya itu atas nama elo, biar gue datang. Gue sempet mikir mungkin Rizky ingin gue melihat aksinya m3mb\*\*l1 lo di dalam gudang. Ya, gue takut bila hal itu terjadi. Makannya gue cepet-cepet pergi ke gudang untuk mengecek. Tapi ternyata gue malah kekunci dari luar," ungkap Kinay panjang lebar.
Aku mengerti dengan penjelasan Kinay. Pasti dia sudah dijebak oleh cowok gila. Arghhh, keterlaluan banget tuh si Rizky. Untung aja Kinay enggak kenapa-napa.
"Gue salah, Ly. Gue salah," lirih Kinay, yang sekilas memeluk Lily.
"Enggak, Nay. Lo gak salah. Yang salah itu si Rizky, mungkin dia ingin balas dendam karena kemarin-kemarin malam lo mutusin dia," sahut Lily, berusaha menenangkan Kinay.
Aku hanya tersenyum melihat dua orang sahabat saling mendukung satu sama lain di saat yang satunya sedang bersedih.
Sejenak kulirik Laras, dia juga ikut tersenyum. Aku langsung merangkul bahu Laras seraya tersenyum ke arahnya, tapi hanya sebentar.
"Nay, yang paling penting kamu baik-baik saja. Jadi lebih baik kita semua pulang sekarang," ajakku pada mereka.
Mereka mengangguk. Kemudian kami berempat bergegas pergi meninggalkan area sekolah.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments