Telah pergi

..."Tidak, tidak, jangan pergi, aku belum siap kehilanganmu, tidak, bukan belum siap, aku tidak akan pernah siap kehilanganmu, jadi kumohon jangan pergi, kembalilah Aretha." Reyhan....

***

Seperti biasa, hari ini aku mengunjungi rumah ibu untuk bertemu Aretha meski hanya sekedar menyapa dan mengelus perutnya yang semakin membuncit, namun rumah ibu nampak sepi dan gerbang besinya yang kecil itu nampak terkunci.

"Apa mereka tidak ada di rumah, ya?" Aku menghembuskan napas kasar merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan Aretha sebelum berangkat kerja. Dan aku terpaksa pergi dari rumah ibu menuju kantor.

***

Sore sepulang dari kantor aku kembali ke rumah ibu, tidak seperti biasanya, jika pulang kerja aku langsung pulang ke apartemen tempat tinggalku bersama Rena, namun karena pagi tadi aku belum bertemu Aretha, jadi aku ke rumah ibu lagi sorenya sepulang dari kantor.

Menanyakan kabar Aretha dan mengelus serta mengecup perut buncitnya sudah menjadi candu untukku, sehari saja kulewati ada rasa tak biasa yang membuatku tidak bahagia karena merindukannya. Seperti suatu rasa yang kurang, tidak sempurna.

Pintu rumah ibu nampak terbuka setengah, aku mengucap salam lalu masuk, tidak ada jawaban, kututup pelan pintu rumah ibu karena hari sudah mulai gelap.

Aku memanggil beberapa kali nama ibu dan Aretha bergantian, namun sama sekali tak ada jawaban, di ruang tengah juga dapur semua sepi, mungkin mereka berada di kamar masing-masing pikirku.

Aku melangkah menuju kamar ibu, pintu tidak dikunci, tapi kamarnya kosong, lalu aku berpindah ke kamar Aretha, pintunya terkunci.

"Aretha, ini mas. Kamu sedang apa? Apa kamu sudah tidur? Aretha?" aku mengetuk pintu kamar Aretha berulang kali, namun tak ada jawaban.

"Aretha, tolong buka pintunya, mas mau bertemu kamu, mas mau mengecup perut kamu, mas juga pingin bicara sama kamu," masih tidak ada jawaban, tiba-tiba pikiranku jadi tidak karuan.

Pintu rumah ibu yang terbuka, ibu dan Aretha tidak ada di mana-mana, tapi sekarang pintu kamar Aretha terkunci dari dalam, dan lamat-lamat aku mendengar suara Isak tangis meski sangat pelan.

Aku pun mendobrak pintu kamar Aretha, cukup lama sampai bahu, dan kakiku terasa sakit, namun usahaku berhasil, pintu terbuka.

"Ibu,,,," alangkah terkejutnya aku ketika yang kudapati di dalam kamar Aretha adalah ibu yang tengah berbaring meringkuk di ranjang Aretha sambil menangis, ia berbaring menyamping merangkul sebuah figura. Yah, itu adalah figura berisi foto Aretha.

"Ibu, ibu kenapa?" Aku mengambil paksa foto Aretha dari pelukan ibu, lalu kuletakkan di atas ranjang sembarangan. Aku lebih panik melihat kondisi ibu saat ini.

Wajahnya sembab dengan kedua mata yang membengkak, ibu terlalu lama menangis.

"Ibu, ada apa? Kenapa menangis? Dan kenapa ibu di kamar Aretha? Ibu sendirian? Di mana Aretha? Bu?" aku terus menggoyang tubuh ibu memberikannya begitu banyak pertanyaan, namun tak satupun yang mendapat jawaban, ibu hanya menangis, menangis dan menangis.

Aku memeluk ibu mencoba menenangkan, tubuhnya panas, ibu demam, aku segera mengangkatnya ke dalam gendongan, tanpa pikir panjang, aku membawa ibu ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan aku terus bertanya di mana Aretha, ibu kenapa? Tapi ibu masih diam dan menangis, ia seperti tak ingin bicara padaku, dan aku harus sabar setidaknya sampai ibu kembali normal.

Di mana kamu Aretha?

***

Pertemuanku dengan Bian di rumah sakit menjadi sedikit titik terang atas kondisi ibu, Bian melihatku yang menggotong ibu dalam gendongan dengan panik meminta bantuan medis.

Atas bantuan Bian, aku segera mendapat pertolongan, ibu dimasukkan ke dalam ruang IGD. Bian memanggil salah satu Dokter temannya untuk memeriksa ibu, dan Bian menemaniku di luar ruangan, menanyai kondisi ibu, kenapa ibu bisa sampai seperti itu tadi.

Aku menceritakan semua dengan jujur, jika aku datang ke rumah ibu dan ibu sudah dalam keadaan seperti itu.

"Yang membuatku kesal, di mana Aretha? Kenapa dia membiarkan ibu seorang diri? Apa dia tidak tahu kalau ibu sakit?" celotehku kesal. Bian memberiku tatapan tajam penuh kebencian.

"Kau tidak tahu?" tanya Bian membuatku mengernyit bingung.

"Apa?" tanyaku bernada ketus, ya, aku tahu, Bian pria yang baik, tapi tetap saja karena rasa cemburuku, di mataku dia tetaplah lelaki menyebalkan.

"Aretha sudah pergi, dia telah pergi, kau puas sekarang? Karena kau telah berhasil menghancurkan hatinya dengan menikahi Rena?"

'DEG.'

Apa yang kudengar ini? Bian pasti bercanda, Aretha tidak mungkin pergi. Aku tersenyum congkak, tidak percaya dengan informasi yang Bian katakan.

"Bravo, Tuan Reyhan. Selamat, kau dan Rena telah menjadi pemenang dalam kisah kalian, tapi tidak dengan kisah Aretha, karena aku yakin Aretha akan baik-baik saja tanpa dirimu, justru kaulah yang akan merasa kehilangan."

Bian pergi meninggalkanku setelah mengatakan itu, karena aku pun tidak menanggapi lagi selain ekspresiku yang menunjukkan ketidak sukaanku terhadapnya.

Ingin sekali aku tidak mempercayai apa yang Bian katakan, namun setelah aku bisa mengajak bicara ibu dan ibu sudah mau menanggapiku, baru kusadari bahwa apa yang Bian katakan adalah benar, Aretha telah pergi. Pergi bersama dengan anakku.

..."Tidak, jangan pergi, kumohon, aku tidak siap kehilangan kalian, kumohon jangan pergi."...

***

Aku pulang ke rumah ibu, memeriksa setiap sudut ruangan, benar saja, tak satupun barang Aretha kutemukan, semuanya telah bersih, pakaiannya, alat make upnya, peralatan mandinya, sepatu, tas, semuanya tidak ada.

Aku terus mencoba menghubungi nomor Aretha, tidak terhubung, lalu aku menemui Bian di rumahnya, di sana aku membuat keributan dengan berkelahi dengan Bian, hampir saja kasus ini sampai ke ranah pihak berwajib andai Bian tak menenangkan keluarganya.

Bian pun mengaku jika dirinya juga tidak tahu ke mana Aretha pergi, karena Aretha hanya berpamitan lewat telepon dan mengatakan jika dia harus pergi, namun saat Bian bertanya ke mana dia akan pergi, Aretha tidak menjawab.

Aku menyusuri seluruh jalanan pusat kota seperti orang gila, tanpa mempedulikan diriku sendiri, penampilanku yang acak-acakan, maupun ponsel yang terus berdering karena mendapat panggilan dari Rena, aku terus mencari Aretha, memutar kemudi mobil ke sana ke mari berharap jika aku masih bisa menemukannya.

Dua hari aku terus berkeliling seperti orang gila, pikiranku dipenuhi oleh Aretha dan perut buncitnya, aku mengabaikan kewajibanku atas Rena. Hingga pesan kak Erna terpaksa membawaku ke Rumah Sakit untuk menemui Rena yang tengah di rawat, Rena drop. Dan aku tahu itu salahku.

***

Ibu yang masih dirawat di Rumah Sakit menemuiku di ruang rawat Rena, kami duduk di sofa, Rena tengah tidur karena pengaruh obat penenang yang diberikan Dokter. Sedangkan ibu sudah nampak lebih baik, cantik dan segar, dia diizinkan pulang hari ini.

"Lanjutkan hidupmu, jika tidak, maka kau akan hancur dan tak memiliki kesempatan memperbaiki diri. Juga kesempatan untuk bertemu Aretha serta anakmu kembali suatu hari nanti," pesan ibu penuh makna, sebesar apapun aku melukai hatinya, ibu tetap tidak tega saat ia melihatku sedang berada di titik terendah.

"Ibu, aku yakin ibu pasti tahu di mana Aretha berada, aku mohon, Bu. Katakan di mana Aretha?"

"Kau sangat bodoh, Reyhan, bahkan kau tidak tahu apapun tentang kehidupan Aretha, andai kau tahu bagaimana dia memperjuangkan hidupnya sejak kecil, kau pasti tidak akan sampai hati untuk menyakitinya, baiklah, ibu akan katakan, Aretha pergi ke rumah bibinya." jawab ibu tenang.

"Bibi? Apa Aretha punya bibi?" Yah, aku tidak tahu apapun tentang Aretha, bahkan bertemu ayahnya pun hanya sekali saat akad nikah, itu pun aku tidak begitu peduli dan sama Sekali tidak melihatnya dengan jelas, namanya? Aku lupa, tapi aku bisa memeriksanya nanti di buku nikah, bodoh, buku nikah? Aku sudah bercerai darinya.

Ibu pergi meninggalkanku tanpa menjawab lagi pertanyaanku, satu petunjuk yang kudapatkan adalah, Aretha pergi ke tempat bibinya, bibi siapa? Siapa namanya? Di mana rumahnya? Aku harus mencari tahu semuanya sampai aku bisa menemukannya nanti.

Aretha, di mana kamu? Aku akan terus mencarimu sampai kita bisa kembali bertemu.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Rini Ernawati

Rini Ernawati

anak gk tau diri kamu reyhan....ibu sampai nangis sprt itu dan sakit gara2 kamu....apa kamu gk lunya hati sie....kq kamu tega skali ama aretha sama ibu... mudah2n rasa kehilangan mu brkepanjangan dan tk bakal sembuh....ketika kamu brtemu dgn aretha nanti dia sdh brtemu laki2 yg sangat mencintai dia....dan kamu akan hidup dlm penyesalan yg brkepanjangan....

2022-05-28

3

Nila

Nila

jangan pertemukan dulu sebelum Retha bahagia bersama suami nya yg baru
haha

2022-05-26

0

💞 Hati Hampa 💞

💞 Hati Hampa 💞

bukannya kamu hrus hidup bahagia sm si rena itu,jdi kamu hrus ikhlas dong rey dan biarkan Aretha bahagia

2022-05-25

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!