MAKAN SIANG

..."Hebatnya adalah, dia bisa membuatku tidak terpikat oleh pria lain selain dirinya." Aretha....

***

Siang ini kusibukkan diri dengan melakukan senam ibu hamil dipandu oleh video yang dikirim oleh Dokter Bian.

15 menit berlalu, ponsel yang memutar video senam mendapat panggilan, mas Reyhan. Aku sampai mengernyit, setelah sekian lama, untuk pertama kalinya mas Reyhan menghubungiku, lewat telepon?

"Assalamualaikum, mas,,,,"

",,,,,,"

"Di mana, mas?"

",,,,,,"

"Tapi, aku sudah tidak memiliki kunci duplikat rumahnya mas,"

",,,,,,,"

Aku ragu untuk menjawab, butuh beberapa saat untuk memikirkan jawaban, mas Reyhan menghubungiku untuk meminta pertolongan, berkas laporan yang akan digunakan untuk meeting sebentar lagi tertinggal di rumahnya, dan dia memintaku untuk mengambilkannya dan membawakannya ke kantor.

Aku sudah berusaha menolak dengan mengatakan tak memiliki kunci duplikat rumah mas Reyhan, namun nampaknya itu tidaklah berhasil, mas Reyhan mengatakan jika kunci rumahnya masih ia simpan di tempat biasa seperti dulu.

Beberapa kali mas Reyhan memanggil namaku dari sambungan telepon, karena aku terdiam cukup lama.

"Iya, mas. Akan aku bawakan," aku pun setuju, kasihan juga jika mas Reyhan dianggap tidak profesional karena terlambat meeting, jika dia pulang dulu ke rumah untuk mengambil berkas dan baru kembali ke kantor.

***

Aku memasuki rumah mas Reyhan dengan perasaan gamang, teringat akan pertama kalinya dulu aku masuk ke dalam rumah ini sebagai pengantin, sebagai seorang istri.

Waktu itu, aku berpikir jika aku telah menjadi wanita paling beruntung dan bahagia di dunia, namun semua berubah setelah mas Reyhan mengatakan semua faktanya.

Jantungku berdegup begitu kencang dan terasa nyeri, nafas juga tiba-tiba terasa sesak, saat aku masuk ke dalam kamar kami, ralat, kamar mas Reyhan yang pernah menjadi kamar kami bersama, di sana, di dinding tepat di atas dipan ranjang, sebuah foto berukuran besar terpajang cantik menggeser foto pernikahan kami dulu, itu adalah foto Rena, begitu besar cinta mas Reyhan untuknya.

Tak terasa air mataku berlinang begitu saja, merasakan sakit yang tak dapat Kujelaskan, aku cemburu, aku kecewa, tapi aku masih juga mencintainya, kenapa aku harus tercipta sebodoh ini? Mendamba cinta yang hanya memberikan luka.

Tak ingin semakin lama merasakan sakit dan sesaknya, buru-buru aku membuka laci yang mas Reyhan tadi katakan untuk mengambil berkas yang dimaksud, setelah kutemukan, aku mendekapnya erat di dada dan bergegas kembali keluar, untuk sesaat langkahku terhenti dan kembali memandang foto Rena di dinding sana.

"Terimakasih sudah menamparku agar kembali ke kenyataan yang menyakitkan." Gumamku seraya kembali melangkah, pintu kamar mas Reyhan kembali kututup dan aku segera keluar dari rumahnya menuju kantor tempat kerja mas Reyhan.

Aku memesan taksi online untuk mengantarku ke tempat tujuan, namun saat di tengah jalan, mas Reyhan menghubungiku, ia memintaku untuk menemuinya di restoran tradisional jawa di pusat kota, meeting akan dilakukan di sana.

Hampir 20 menit dalam perjalanan, akhirnya taksi yang kutumpangi memasuki halaman restoran mewah bernuansa joglo pedesaan.

***

Cukup mudah menemukan mas Reyhan, karena ia berada tepat di tengah, dan visualnya yang selalu tampan menawan tak pernah gagal.

"Assalamualaikum, mas. Berkasnya!" langsung kusodorkan berkas mas Reyhan tanpa basa-basi, ia pun menerimanya setelah menjawab salam dan berterima kasih.

"Duduk dulu, tha." pintanya padaku.

"Tidak mas, aku tidak mau mengganggu meeting kamu," yang mengherankan adalah, kenapa mas Reyhan hanya duduk di sini seorang diri? Di mana teman meetingnya?

"Kamu sudah makan?" mas Reyhan bertanya padaku yang masih berdiri kikuk. Antara merasa segan dan sisa cemburu akibat melihat foto Rena di dinding kamarnya.

"Belum," jawabku jujur.

"Duduklah dulu, kita makan bersama,"

"Tapi, mas Reyhan kan mau meeting?"

"Ditunda, tha, masih nanti jam 3 sore."

Sialan, jadi dia menjebakku agar datang menemuinya dengan alasan berkas? Kurang ajar, ingin rasanya mengumpat, apa maksud mas Reyhan melakukan ini?

"Aretha,,,," panggil mas Reyhan karena aku hanya diam.

"Duduklah, pesan makan dan kita lunch bersama," dengan gerakan cepat, mas Reyhan menarik kursi, lalu menekan kedua pundakku agar mengikuti instruksinya duduk pada kursi sebelahnya.

"Mas,"

"Ssuuuttt!"

***

Beberapa menit kemudian hidangan yang kami pesan datang, sebenarnya pesanan mas Reyhan, karena aku tak ikut memilih, saat mas Reyhan bertanya ingin makan apa, aku hanya menjawab terserah.

Dan datanglah menu ayam bakar sambel kecap, lalapan, dan tak lupa nasi putih.

"Makan yang banyak, biar nutrusinya tercukupi," ucap mas Reyhan diiringi seulas senyum manis yang tulus.

Benar dugaanku, mas Reyhan bersikap baik hanya karena anak yang ada dalam kandunganku, hah,,,, betapa bodohnya aku yang begitu mudah jatuh ke dalam pesonanya, berpikir jika dia sudah berubah dan mau menerimaku, tapi nyatanya,,,, ah, sudahlah. Apa yang kupikirkan? Itu semua hanya pikiran buruk yang akan berakibat buruk pula.

"He em!" Aku mengangguk sebagai jawaban.

***

Ditengah acara makan kami yang hening tanpa obrolan, dia datang membuat suasana terasa pengap. Kenapa aku harus berada di tengah situasi seperti ini?

"Mas Reyhan,,,," suara lembut Rena mendayu masuk ke telinga.

"Rena?" pandangan mas Reyhan menyipit memastikan wanita yang datang menghampiri kami.

"Mas makan siang di sini? Bersama Aretha?" tanya Rena bernada pias. Kenapa wanita ini bisa bersikap begitu tenang dan tetap lembut saat kuyakin dia merasa cemburu? Sedangkan jika aku yang berada di posisinya, mendapati priaku makan siang bersama wanita lain, pasti aku sudah meledak, hei, kenapa aku malah membandingkan diriku sendiri dengannya? Kenapa aku malah terlihat sebagai wanita penggoda?

"Mas tadi ada meeting, berkasnya tertinggal, jadi mas meminta Aretha yang bawakan, eh, nggak tahunya malah meeting ditunda sampai nanti sore." jawab mas Reyhan yang kurasa jujur tapi juga ada kebohongan, ia lantas memeluk hangat Rena di hadapanku, memintanya untuk duduk, memberikan minumannya pada Rena. Wanita itu menurut, duduk lalu meminum segelas es cappucino milik mas Reyhan.

Lagi, hatiku serasa terbakar, kobarannya begitu dahsyat melahap seluruh asa, pasalnya, beberapa hari ini mas Reyhan bersikap baik padaku, dan bahkan tinggal bersama seolah kami masihlah pasangan yang sah, dan mendapati pertunjukan seperti ini tepat di hadapanku, tentu rasanya aku menjadi gosong seketika.

"Mau makan?" tanya mas Reyhan pada Rena. Aku mencoba bersikap tenang meski grafik jantungku naik turun tak beraturan, menyantap menu makan siangku dengan lahap.

"Tidak, mas. Aku baru saja selesai makan, tadi sama temenku, tapi sekarang dia sudah pulang," jelas Rena.

Dengan waktu yang cukup kilat, makananku telah habis tersapu bersih, tanpa sengaja aku bahkan bersendawa meski pelan, makanan di sini memang sangat enak. Setidaknya lidahku bisa dimanjakan mengesampingkan perasaan.

"Maaf," seruku setelah menyadari bahwa barusan adalah hal yang kurang sopan.

"Tidak apa-apa, aku senang melihatmu lahap makan," ucap mas Reyhan yang sontak membuat Rena menatap tajam penuh tanya ke arah mas Reyhan, aku tahu arti dari tatapan itu, meminta penjelasan, dan juga cemburu.

"Aku permisi cuci tangan dulu," Aku berdiri menuju wastafel untuk mencuci tangan tanpa menunggu persetujuan dari mas Reyhan maupun Rena.

Aku melangkah setenang mungkin, jangan sampai kegelisahan dan gelagatku dapat tertangkap jelas oleh mereka.

Lega, sangat lega, rasanya seperti beban yang terlepas dari pundak, setelah aku berada di tempat wastafel dan menjauh dari tengah-tengah mereka, andai ada seseorang yang dapat mengerti perasaanku saat ini, aku seperti ingin menghilang saja dari dunia.

Menangis? Tunggu, jangan menangis, bukankah itu akan terlihat lucu jika aku menangis saat ini? Tapi mengapa perasaanku sangat nyeri? Seperti tikaman yang dihujamkan berkali-kali.

"Apa yang sedang kamu rencanakan, Aretha?"

'DEG.'

Apa yang dilakukan Rena di sini? Dia mengikutiku? Dan apa yang ia katakan tadi, rencana? Apa maksudnya?

"Aku tidak mengerti dengan maksud dari pertanyaanmu, Rena." Aku merapikan rambut mengikatnya ke atas, membuat diriku sibuk tanpa harus sepenuhnya memperhatikan Rena.

"Kau ingin merebut mas Reyhan kembali dariku? Itu yang sedang kau rencanakan, bukan?"

Aku tersenyum getir, terdengar lucu, apa yang dia katakan? Dia takut akan kehilangan mas Reyhan? Tidak sadarkah Rena bahwa mas Reyhan sangat mencintainya, dan posisinya begitu kuat di dalam hati mas Reyhan, sangat sulit bagi perempuan lain untuk bisa menggesernya, termasuk aku.

Tapi jika ia menuduhku merebut mas Reyhan, ditambah dengan kata 'lagi', maka aku tidak terima.

"Kau menggunakan kosa kata yang salah, Rena, siapa yang merebut siapa? Aku tidak pernah merebut mas Reyhan darimu, kau lah yang datang menjadi orang ke tiga dalam pernikahan kami."

"LANCANG! Apa yang kau katakan, Aretha? Kau," hampir saja terjadi keributan di antara kami, bahkan satu tangan Rena sudah melayang bebas di atas sana siap menamparku, andai saja dia tidak datang.

"Aretha,,,," teriaknya memanggil namaku.

"Dokter Bian?"

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

kamu salah orang.. salah orang... dbikin tiktok aja

2025-02-11

0

suhana muchtar

suhana muchtar

udah tinggal aja Reyhan dr Bian keliatan nya mencintai kam Aretha.ngapain ngarep cinta ga jelas😪😪

2022-12-04

1

Rini Ernawati

Rini Ernawati

pergi aretha.....pergi lah yg jauh....menjauh lah dr reyhan....aku brharap klw kamu pergi dia hidup dlm penyesalan dan rasa kehilangan yg dlm dan brkepanjangan.....kesel bgt aku sama si reyhan ini....

2022-05-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!