"Aku berhasil tanpamu, tapi gagal untuk melupakanmu, ikhlas itu bohong, yang sebenarnya adalah terpaksa dan terbiasa." Aretha.
***
Pikiranku sungguh terganggu usai pertemuan kami siang tadi, cemburu? Entahlah, sakit? Entahlah, aku lebih memilih untuk tidak merasakan apa-apa, hanya saja, mengingat janin yang tumbuh dalam rahimku membuatku begitu ingin mengatakan yang sebenarnya.
Kenapa kisahku harus seperti ini? Pernikahan yang sangat kuimpikan nyatanya berkahir duka, meski ini keputusanku, namun ini tak membuatku bahagia, justru semakin dalam memendam lara.
***
"Jadi, kau tidak pernah mencintaiku? Dan kau hanya terpaksa menikah denganku?" suaraku gemetar seiring dengan gemuruh hatiku yang ingin meluapkan amarah.
Aku meminta penjelasannya saat mas Reyhan tiba-tiba pulang membawa wanita itu ke dalam rumah kami, Rena. Seorang wanita cantik yang nampak rapuh dan lemah tengah bersandar pada dada bidang suamiku, namun nyatanya wanita yang nampak lemah itu mampu merusak rumah tangga wanita lain, seketika aku membencinya, sangat.
Mas Reyhan sama sekali tak menatapku, ini terasa lebih menyakitkan dari pada tatapannya selama ini yang selalau dingin padaku, ia mengabaikanku dan malah membawa masuk Rena ke dalam kamar kami, kamarku dengan mas Reyhan.
Aku terpaku, rasanya tubuhku lemas seketika, ingin ambruk karena sakit yang luar biasa, cukup lama aku memikirkan tindakan apa yang seharusnya kulakukan, hingga setelah kurasa cukup keberanian kukumpulkan, aku pun melangkah menuju kamar.
Pintu dibiarkan terbuka, di sana mas Reyhan menata selimut menutup tubuh langsing Rena yang sudah terbaring di atas tempat tidur dan memejamkan mata, mas Reyhan menarik selimut ke atas sampai batas dada Rena.
Hatiku sungguh merasa panas terbakar oleh api cemburu, sikap dinginnya mas Reyhan selama ini padaku yang kukira memang sudah menjadi tabiatnya, nyatanya 180⁰ berbanding terbalik saat ia memperlakukan Rena, mas Reyhan nampak sangat lembut dan tulus.
"M-mas," ucapku terhenti oleh satu tangan mas Reyhan yang terangkat memberikan isyarat.
Setelah dirasa Rena memang benar-benar lelap, mas Reyhan pun berjalan ke arahku yang sudah menangis tersedu, dengan tatapannya yang selalu dingin dan acuh.
Demi Allah, aku ingin menjambak, menampar mas Reyhan yang telah tanpa hati membawa wanita lain masuk ke dalam kamar kami dan memperlakukannya bak intan permata yang sangat berharga, ia memperlakukan Rena sangat lembut takut jika sampai melukai Rena meski hanya segores saja, sedangkan aku? Ia lukai tanpa batas.
Ingin rasanya aku segera menarik wanita itu yang telah berbaring di tempat tidurku bersama suamiku, tempat pribadi kami, namun itu tentu tak terlaksana, Mas Reyhan terlebih dulu menarik kasar pergelangan tanganku keluar dari kamar.
"M-mas?"
"Bukankah sudah kukatakan, aku akan membawanya pulang ke rumah ini, ia membutuhkanku, Rena sedang sakit," mas Reyhan berbicara sangat pelan, takut membangunkan Rena pastinya jika ia bersuara lebih keras, namun dalam pelannya suara mas Reyhan, ada intonasi penekanan yang cukup kuat.
"M-mas? Aku tidak menyangka jika kamu benar-benar akan melakukan ini padaku, lantas apa artinya pernikahan kita selama ini, mas? Jika nyatanya kau tak pernah mencintaiku, dan memiliki wanita lain dalam hatimu, lantas mengapa kamu bersedia untuk menikah denganku, mas? Kenapa? Kau juga," tenggorokanku tercekat, saat hampir saja aku membahas hal tabuh tentang hubungan sebagai suami istri yang kami lakukan, dan itu mas Reyhan yang memulai.
"Aku tidak perlu menjelaskan apapun lagi padamu, semua sudah kukatakan, Rena adalah wanitaku, cintaku, dan dia tidak akan pernah terganti," jelas mas Reyhan yang kembali mengatakan kalimat yang sama seperti kemarin.
Mas Reyhan memang sudah pernah menceritakan tentang Rena, dan hubungan di antara mereka, tapi aku tidak ingin percaya, memilih menganggap jika itu hanya lelucon mas Reyhan, dan andai saja memang seperti itu adanya, namun inilah nyatanya, semua yang dikatakannya adalah fakta.
Rena memanglah wanita yang dicintainya, diinginkannya, dan wanita lemah itu mampu menyingkirkan diriku dari kehidupan mas Reyhan.
***
Aku menaiki angkutan umum sepulang dari rumah sakit, ini adalah ke dua kalinya aku melakukan pemeriksaan kandungan, setelah yang pertama adalah hari yang sama dengan kudapatkannya surat cerai resmi.
Usia kandunganku memasuki minggu ke 21, atau bulan ke 5, namun perutku tak mengalami perubahan yang signifikan, hanya sedikit membuncit, aku sempat merasa takut, namun Dokter Bian mengatakan jika itu masih terbilang wajar dan kandunganku baik-baik saja.
Bunyi ban meletus mengagetkanku yang melamun menerawang setiap peristiwa yang lalu, begitu pun dengan para penumpang lain yang juga tersentak kaget hingga ada pula yang berteriak dan mengucap istighfar.
Ternyata ban mobil angkutan yang kami tumpangi meletus, dan terpaksa kami para penumpang harus diturunkan di jalan.
Kami pun menepi sembari menunggu adanya angkutan umum lain yang lewat, namun sayang, ketika sebuah angkutan umum lewat, ternyata tak muat menampung kami semua penumpang angkutan yang bannya meletus.
Aku yang kurang bergerak cepat, atau sebenarnya hanya diam karena melamun pun terpaksa berlegowo karena kursi penumpangnya telah penuh, bisa saja aku dibawa masuk jika bersedia untuk berdesakan dengan penumpang lainnya, bahkan tukang kernek pun memaksaku agar masuk, namun tentu saja aku menolaknya, bukan karena sok, melainkan ada calon anakku yang harus ku jaga dari segala hal yang berkemungkinan buruk.
Langit di atas sana mulai menggelap akibat gumpalan awan yang menghitam, bulan ini memasuki musim penghujan.
'Sreeett!'
Sebuah mobil berhenti di depanku, mobil yang tak asing yang dulu pernah aku tumpangi meski sepanjang perjalanan selalu terbelenggu oleh kebisuan.
Dia adalah mas Reyhan, pria yang kucintai sejak pertama kali aku melihatnya, dia pria yang sangat tampan, baik dan ramah, tapi itu dulu, sebelum kami menikah, dan semuanya berubah setelah kami menjadi suami istri, nyatanya ia adalah pria dingin tanpa perasaan, atau sebenarnya tidak ada perasaan untuk diriku, karena semua hanya untuk Rena.
"Masuk," perintahnya yang selalu semena-mena, mas Reyhan memang lebih mendominasi, apalagi dibandingkan dengan diriku yang dulu selalu penurut.
Aku bersikap cuek tak mempedulikannya, mengalihkan pandanganku dengan menoleh berharap akan datang angkutan umum lain yang lewat.
'Berreeemm!' mas Reyhan menekan gas kuat menghasilkan bunyi menggelegar dari mesin mobilnya yang sukses mengagetkanku, dan kuyakin dia sengaja melakukan itu.
Aku hampir saja mengumpat, namun langit terlebih dulu menegurku, gerimis mulai turun, sial, benar-benar sial. Aku tak ingin menumpang padanya, namun jika kehujanan, aku bisa saja jatuh sakit, dan aku takut itu akan berakibat pada kandunganku.
Tunggu, apa dia benar-benar sama Sekali tak menyadari akan perubahan tubuhku? Perutku sedikit membuncit meski tak besar, hei, lihatlah, aku tengah mengandung anak kita, darah dagingmu, tidakkah kau ingin tahu jika kau akan segera menjadi calon seorang ayah?
Ah, bodohnya diriku, tentu saja itu tidak penting dan tidak ada artinya bagi mas Reyhan, yang seluruh isi hati dan pikirannya hanya tertuju pada satu wanita saja, Rena. Dan dia pasti tidak akan menerima anak yang terlahir dariku, mas Reyhan pasti hanya akan menanti keturunan dari rahim Rena, wanita yang sangat dicintainya, bukan diriku, wanita yang pernah ia katai 'murahan.'
***
Bersambung.
Bagaimana dengan Bab 2 ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
martina melati
egois... sdh menikah dg satu wanita ingin memiliki lg satu wanita... patah jadi 2 nih namany
2025-02-11
0
Q_rieq
bagus prolognya, semoga bagus juga jalan ceritanya.
2024-05-13
0
Lily
harusnya lebih baik kehujanan dari pada menumpang dimobil mantan suami kejam
2024-01-07
1