Ribut

..."Haruskah kuakui aku mencintainya karena cemburu itu ada?" Reyhan....

***

Entah apa yang terjadi, terdengar keributan dari arah tempat wastafel, sedang Aretha dan Rena barusan keduanya pergi ke sana, namun yang jelas, saat aku telah sampai di sana, Rena sudah dalam keadaan menangis, dan ia langsung berhambur ke dalam pelukanku.

"Mas Reyhan,,," Isak Rena tak tertahan kala ia melihatku datang, ia langsung menjatuhkan kepalanya ke dalam dadaku, merangkulku dengan erat, tubuhnya bergetar seirama dengan tangisnya.

Sedang di sana, Aretha nampak menahan amarah sambil menatap tajam ke arahku, dan dia, pria itu, pria berjas putih berprofesi sebagai Dokter di tempat klinik Aretha setiap kali memeriksakan kandungannya, apa yang dia lakukan di sini? Sejak kapan dia berada di sini? Kenapa tangannya berpegangan dengan tangan Aretha? Apa yang terjadi? Apa dia kemari untuk menemui Aretha? Ah, kenapa hatiku sakit melihat pria itu dekat dengan Aretha? Padahal di sini nyata Rena tengah berada dalam pelukanku.

"Mas,,,," Isak tangis Rena membuyarkanku dari lamunan, tersadar kembali pada kenyataan.

"Ada apa ini? Kamu kenapa Rena? Kenapa menangis?" aku tak mendapat jawaban atas pertanyaanku, Rena malah semakin kencang menangis.

"Aretha, ada apa? Kenapa Rena menangis? Kalian menjadi pusat perhatian orang-orang, apa yang terjadi?" Aku mendesak Aretha berharap agar ia mau untuk berkata yang sebenarnya, namun belum sempat Aretha menjawab, Rena terlebih dulu bicara.

"Aretha mengataiku jika aku telah merebutmu darinya, mas, dia mengatakan pada semua orang jika aku adalah orang ketiga dalam hubungan kalian, Aretha mengatakan jika aku adalah alasan hancurnya rumah tangga kalian, hiks hiks hiks,,,,"

Mendengar pernyataan Rena, bisa kusimpulkan jika mereka tengah ribut, dan itu karena masalah lama. Tapi yang membuatku meradang adalah, genggaman tangan si Dokter itu pada tangan Aretha yang semakin erat.

Kutatap tajam Aretha yang nampak tak terima atas penuturan dari Rena, ia hendak bicara, namun aku sudah cukup jengah dengan semuanya, dengan semua sandiwaranya, dia mengatakan mencintaiku, tapi lihat siapa yang berada di sampingnya sambil memegangi tangannya?

"Mas, itu tidak benar, bukan seperti itu yang terjadi," Aretha hendak membela diri, namun aku sudah dalam keadaan emosi, selain itu, bagaimana aku bisa terima? Melihat Rena yang menangis pilu, terluka dan pasrah, berlindung pada sandaran bahuku, dia membutuhkanku.

"Kau keterlaluan, Aretha. Kita semua tahu bagaimana kisah sebenarnya, aku tidak pernah mencintaimu, hanya ada Rena di dalam hatiku, dulu, kemarin, sekarang dan selamanya, kaulah yang datang menjadi penghalang hubungan kami!"

Aku tak kuasa untuk menahan emosiku agar tidak meluap, nyatanya amarahku meledak di tempat. Tapi apa yang lebih membuatku marah? Benarkah karena Rena yang menangis dan tersakiti? Atau karena hatiku sendiri yang terluka karena cemburu?

"Apa kau belum puas selama ini membuat kami terpisah? Apa kau belum puas telah membuat kami menderita? Bahkan kami harus menunda pernikahan kami karena kehamilanmu!" Kalimat itu meluncur bebas dari mulutku sebagai pembelaan kepada Rena, tanpa kusadari jika itu semua adalah busur panah yang kutikamkan berkali-kali menghujam jantung Aretha.

Apa yang kukatakan tadi? Tidakkah aku akan menyesalinya nanti?

***

..."Andai aku tahu, resiko mencintaimu adalah perih yang tak bertepi, maka aku akan memohon pada Tuhan agar menjauhkan kita, bukan menjodohkan kita." Aretha....

***

'DEG.'

Hancur sudah rasaku mendengar kalimat yang mas Reyhan katakan barusan, 'bahkan kami harus menunda pernikahan kami karena kehamilanmu!'

Kakiku seketika lemas serasa tak menapak pada tanah, tubuhku lunglai dan hampir saja jatuh andai Bian tak sigap memegangi erat kedua bahuku.

Air mataku luruh mengiringi betapa sakitnya hatiku, kalimat yang mas Reyhan katakan terdengar sangat menyakitkan, aku pikir dia tulus menerima kehadiran anak ini, namun mendengar pernyataannya barusan, ia bahkan merasa kecewa karena pernikahannya dengan wanita yang dicintainya tertunda karena kehadiran calon anaknya.

Aku memilih pergi meninggalkan mereka semua, melangkah cepat agar bisa secepatnya pula menjauh dari orang-orang yabg membuat mental dan hatiku tidak baik-baik saja. Sungguh aku menyesali semua perbuatanku yang begitu mudah kembali menerima kehadiran mas Reyhan kemarin, sedang dia ternyata hanya bersandiwara atas semua sikap dan perlakuannya. Andai aku jelaskan pas amas Reyhan pun pasti akan percuma. Baginya, yang benar hanyalah Rena.

Tak kuhiraukan pandangan orang-orang yang mulai julid sambil berbisik melihat keributan kami tadi, aku terus berlari keluar dari restoran sambil menangis meluapkan kesedihan.

"Aretha,,,," Suara Bian berteriak memanggilku. Aku sampai lupa jika tadi ada Bian bersamaku, tiba di halaman depan restauran, Bian meraih tanganku, menghentikan langkahku, ia hanya diam tak mencoba memintaku untuk berhenti menangis, atau berusaha menenangkanku.

Ia hanya terus menatapku dalam, dan aku tahu itu meski aku menunduk atau mengalihkan pandanganku ke arah lain tak ingin bertemu pandang dengannya karena aku sangat malu.

"Aku antar kamu," Bian menggandeng tanganku menuju mobil miliknya, lalu ia membukakan pintu memintaku masuk.

***

Aku berusaha sekuat hati untuk tetap tegar dan berhenti menangis, Bian memberiku sebotol air mineral yang ia simpan di dashboard mobil, sekotak tisu dan sama sekali tak mengajakku bicara, hanya menanyakan aku mau ke mana yang langsung kujawab, aku mau pulang saja.

Selama perjalanan kami terbelenggu dalam keheningan, pikiranku melalang buana teringat terus dengan kalimat mas Reyhan yang terakhir kudengar. Sungguh itu sangat menyakitkan, sangat.

***

..."Jika orang yang kita cintai dapat menghadirkan bahagia, maka jangan lupa, mereka juga bisa menjadi sumber yang menghadirkan derita." Bian....

***

Aku langsung berteriak memanggil nama Aretha saat kuyakin wanita yang berdiri berhadapan dengan seorang wanita lain di tempat wastafel itu adalah dirinya, wanita yang berada di hadapan Aretha itu nampak memarahi Aretha dan hampir menamparnya, itulah yang kulihat.

Ternyata keributan terjadi di antara mereka, dan itu tidak terlepas dari seorang pria yang sama-sama mereka cintai, seorang Reyhan, mantan suami Aretha.

Ah, sedikit cerita, aku mengenal Aretha beberapa bulan yang lalu, saat itu dia masih seorang gadis lajang, menjadi relawan atas korban bencana alam longsor, dan aku datang ke tempat kejadian karena hendak menolong seorang ibu yang akan melahirkan.

Di sana adalah awal kami bertemu dan setelah itu kami kembali terpisah tanpa kabar, namun, tiga bulan kemudian, kami kembali dipertemukan saat Aretha datang ke Rumah Sakit untuk memeriksakan diri atas keterlambatannya menstruasi, dia tidak merasa ada yang aneh pada dirinya, hanya saja keterlambatan datangnya tamu bulanan membawa Aretha untuk memastikan kecurigaannya, dan ya, benar saja, Aretha sedang hamil.

Yang membuatku sangat penasaran adalah, kenapa Aretha tidak mengekspresikan kebahagiaannya saat mengetahui jika ia akan menjadi seorang ibu dengan berteriak bersyukur, ia hanya diam dan bahkan nampak bersedih, apakah dia melakukan kesalahan dengan pacarnya? Dan pacarnya tak mau bertanggung jawab?

Aku pun memberanikan diri untuk mengajaknya bicara lebih intens layaknya seorang teman, bukan karena rasa kepoku semata, tapi aku takut jika apa yang kuduga benar, Aretha bisa saja melakukan bunuh diri, ataupun ab*rsi, dan aku tak mau Aretha sampai melakukan hal yang salah, satu-satunya cara adalah melakukan pendekatan untuk bisa memberinya wejangan.

Aretha yang awalnya hanya diam memendam lukanya sendirian akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbuka, ia baru saja bercerai dari suaminya yang ternyata mencintai perempuan lain, dan kami menjadi semakin dekat sebagai seorang teman sejak hari itu.

***

Aku tidak tahu harus bagaimana bersikap, melihat Reyhan datang melakukan pembelaan pada wanita yang bernama Rena dan menyudutkan Aretha membuatku tidak terima dan ingin membelanya, melindungi Aretha, namun aku tak bisa melakukannya di depan Aretha, kami hanya teman biasa tanpa status yang lebih, ikut masuk lebih dalam pada ranah permasalahan pribadi kunilai tidaklah sopan, itu akan membuat kami merasa canggung dan tidak enak rasanya, namun, kala Aretha keluar dari sana lebih dulu meninggalkan kami semua, aku tidak tahan lagi untuk tidak mengatakan pada Reyhan isi kepalaku.

"Kamu akan mendapat balasan dari semua yang kamu lakukan padanya, Reyhan, kamu pasti akan mendapatkan balasannya."

Hanya itu yang kukatakan pada pria yang menjadi rebutan dua wanita cantik itu sebelum akhirnya aku pun berlari meninggalkan mereka mengejar Aretha. Aku ingin memberikannya dukungan, setidaknya dia tak merasa sendirian dan masih ada orang yang peduli padanya sebagai support system'.

Kubiarkan Aretha terus menangis untuk melampiaskan kesedihannya, itu akan membuat hatinya merasa lebih lega, dan ia pun terdiam dengan sendirinya setelah beberapa lama, aku ingin mengajaknya sekedar ngopi dan santai di luar, tapi Aretha memintaku untuk mengantarnya pulang saja.

Baiklah, biarkan dia menyelesaikan masalahnya dan berdamai dengan keadaan.

"Jangan bersedih terus Aretha, karena itu akan berpengaruh pada kandunganmu, ibu yang happy akan membuat si anak happy pula, si ibu bersedih, maka si anak pun akan bersedih juga," pesanku pada Aretha saat kami telah sampai di rumahnya.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Cut SNY@"GranyCUT"

Cut SNY@"GranyCUT"

👍👍👍👍👍

2023-05-02

0

Dina Sulistyono

Dina Sulistyono

fix....Aretha ga usah balikan sama Reyhan. jodohkan dengan laki-laki lain aja Thor...

2022-06-14

0

Rini Ernawati

Rini Ernawati

reyhaaaaann.....suatu saat kamu akan menyesal....

2022-05-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!