..."Jika pembuktian cinta adalah pernikahan, maka itulah yang sebentar lagi akan mas Reyhan lakukan." Rena....
***
Kupandangi pantulan wajah dan tubuhku yang telah usai dirias oleh MUA pengantin, yah, sebentar lagi aku akan menikah dengan mas Reyhan.
"Kau sangat cantik, sayang, kau terlihat sangat anggun dan berbeda," Mas Reyhan memeluk tubuhku yang berdiri di depan cermin dari belakang, ia menjatuhkan dagunya di atas bahuku sedikit masuk ke leher samping.
Aku tersenyum malu atas pujian mas Reyhan yang sudah sangat sering aku dapatkan, betapa beruntungnya aku dicintai oleh pria setampan dan sebaik dirinya.
"Terimakasih, mas, mas Reyhan juga nampak lebih tampan lagi dari hari biasanya," jawabku yang juga memberikan pujian balasan.
Mas Reyhan membalik tubuhku agar menghadap dirinya, ia menangkup pipiku lalu mendekatkan wajah kami, mencium hangat keningku penuh rasa sayang.
"Aku sangat bahagia, Rena. Ini adalah hari yang sudah kunanti sejak dulu, bisa menikah denganmu."
Ingin rasanya aku menangis mendengar penuturan mas Reyhan yang memang sangat tulus dari hati itu, namun aku memilih untuk tersenyum lalu memeluk mas Reyhan, menjatuhkan kepalaku pada dada bidangnya.
"Apa kita jadi ke rumah ibu?" tanyaku sekali lagi memastikan, mas Reyhan berencana akan tetap menemui ibu di rumahnya sebelum kami berangkat ke kantor KUA, mendapatkan restu ibu adalah impian kami berdua, namun jelas aku merasa takut, dan aku sempat menolak saat ia mengajakku ke rumah ibu sebelum ke kantor KUA. Namun mas Reyhan memaksa dan meyakinkanku jika semuanya akan baik-baik saja, ia akan tetap menikahiku meski nanti jika saja ibu tak memberikan restu.
"Iya, sayang, tidak usah khawatir, ibu pasti akan memberikan restu saat ia melihatmu dalam balutan kebaya pengantin seperti ini, hatinya pasti luluh, kau nampak sangat cantik, ibu pasti merestui kita." mas Reyhan terus meyakinkan, dan aku mengangguk sebagai jawaban.
***
Mobil yang kami tumpangi berhenti di tepi jalan depan pelataran rumah ibu, mas Reyhan membukakan pintu untukku, lalu menggandengku memasuki pelataran rumah ibu yang nampak asri, bersih dan tertata rapi.
"Assalamualaikum,,,, Bu...." panggil mas Reyhan sambil mengetuk pintu. Belum ada jawaban atau tanda-tanda orang di rumah, semua nampak sepi. Mas Reyhan mengulangi lagi mengucapkan salam serta memanggil ibu sampai tiga kali.
"Mas, mungkin ibu sedang tidak di rumah," aku buka suara, mas Reyhan menghela napas kasar, dari raut wajahnya jelas nampak ia sedikit kecewa. Namun tiba-tiba bunyi kunci dan knop pintu dibuka seseorang dari dalam sana.
"Wa'alaikum salam," jawab seorang wanita muda yang membuka pintu rumah ibu.
'DEG.'
Aku terkejut saat melihat perempuan yang keluar membukakan pintu, refleks aku memegang lengan mas Reyhan yang juga sama kagetnya sepertiku, apalagi perempuan itu nampak segar seperti habis mandi, dan menggulung rambut basahnya dengan handuk putih.
"Aretha?" terdengar keterkejutan dari nada bicara mas Reyhan seakan bertanya, mempertanyakan keberadaannya di rumah ibu sepagi ini untuk ukuran seorang tamu, apalagi dengan memakai daster rumahan dan rambut basah digulung yang jelas ia habis mandi.
"Sedang apa kau di sini?" Satu pertanyaan melayang bebas dari mulut mas Reyhan.
Tak ada jawaban dari Aretha, perempuan itu malah menatapku dari ujung kaki sampai kepala seakan sedang menelisik bak seorang juri komentator.
"Aretha," panggil mas Reyhan sekali lagi karena Aretha hanya diam.
"Kalian mencari ibu?" Bukannya memberikan jawaban, Aretha malah balik bertanya.
"Iya, di mana ibu?" jawab mas Reyhan sekaligus kembali bertanya tentang ibu.
"Ibu ke boutique tadi pagi," jawab Aretha membuka kedua daun pintu semakin lebar.
"Masuklah!" ia mempersilahkan kami, bersikap seolah ia adalah tuan rumah.
Aretha melangkah masuk terlebih dulu meninggalkan kami, dengan gerakan cepat mas Reyhan menghentikan langkahnya sambil meraih tangan Aretha.
"Tunggu, apa yang kau lakukan di sini? Kenapa? Kenapa kamu berpakaian seperti ini di sini, dan?" belum sempat mas Reyhan menyelesaikan ucapannya, Aretha sudah menjawab.
"Aku tinggal di rumah ini, ibu yang memintaku." Aretha menepis pelan tangan mas Reyhan yang memegang pergelangan tangannya.
Sungguh, hatiku begitu sakit mendengar jawaban yang Aretha berikan, aku yang menjadi pasangan mas Reyhan putranya, namun Tante Ani malah memperlakukanku seperti orang asing, dia begitu menunjukkan ketidak sukaannya padaku, tapi kepada Aretha? Lihatlah, bahkan mereka tinggal bersama, dan itu ibu yang meminta.
Menantu mana yang tidak sakit hati atas perlakuan ibu mertuanya seperti ini? Yah, meski kusadari aku belum sah menjadi menantunya, baru calon menantu, tapi setidaknya, aku adalah calon masa depan mas Reyhan putranya, dan Aretha hanyalah mantan menantunya.
"Apa? Ibu memintamu untuk tinggal di rumah ini?" mas Reyhan seperti tidak percaya atas jawaban yang Aretha berikan.
"Kalian duduklah, aku harus masuk dulu merapikan rambut, apa kalian mau minum? Atau kalian mau buat minum sendiri? Anggap saja rumah sendiri, tidak perlu sungkan." ucap Aretha yang terdengar menyebalkan di telingaku, sungguh, ia bersikap seolah ini adalah rumahnya.
Mas Reyhan tak lagi menjawab, ia membiarkan Aretha melenggang pergi masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari ruang tamu.
"Mas, Aretha tinggal di sini, bersama ibu, dan itu ibu yang meminta?" Aku mengulang kalimat yang Aretha tuturkan, meminta penjelasan dari mas Reyhan.
"Mas juga tidak tahu, Rena. Ibu tidak pernah mengatakan apapun padaku."
***
..."Cemburu yang lebih menyakitkan adalah cemburu pada orang yang bukan milik kita." Aretha....
***
Aku segera meninggalkan mas Reyhan dan Rena yang tiba-tiba datang berkunjung ke rumah ibu.
Setelah pintu kamar kututup, aku menumpahkan tangisku yang sudah ingin luruh semenjak tadi saat pertama kali bertemu mereka.
Sungguh, hatiku sangat sakit, entah mengapa aku masih merasa cemburu, melihat mas Reyhan yang datang dengan Rena lengkap menggunakan baju dan riasan pengantin, membuatku begitu terluka seketika, apakah mereka sudah menikah? Ya Tuhan,,, kenapa rasa sakitnya masih sama?
Puas menangis aku buru-buru membersihkan muka dan memakai riasan tipis sederhana, setidaknya menutupi bekas tangisanku, lalu aku mengganti baju yang lebih sopan, setelan rok plisket dan kemeja kotak lengan panjang, lalu aku kembali keluar, sangat tidak sopan jika aku hanya berdiam diri di dalam kamar, sedangkan di luar sana ada mas Reyhan dan Rena yang tengah menunggu kedatangan ibu.
Rena duduk di sofa ruang tamu, aku melihat mas Reyhan membawa nampan berisi dua gelas air dan buah, tentu ia berikan pada Rena, mas Reyhan benar-benar memperlakukan Rena seperti seorang tuan putri, jauh berbeda saat ia menjadi suamiku, betapa beruntungnya wanita itu.
"Aretha, kamu nampak sedikit berisi," tiba-tiba Rena berbicara padaku mengenai kondisi tubuhku yang memang nampak berbeda. Lebih subur tentunya.
Mas Reyhan pun turut memperhatikanku dan pandangannya fokus menatap perutku, meski begitu, raut mukanya sama sekali tak berubah, dingin, angkuh dan acuh.
"Hem,,," jawabku bergumam sekenanya.
"Apa ibu pulangnya masih lama?" tanya mas Reyhan. Tanpa menyambung pertanyaan Rena mengenai kondisi tubuhku, mas Reyhan benar-benar tidak peduli.
"Kenapa mas tidak hubungi sendiri ibu lewat telepon? Setidaknya mas memberi kabar jika mas akan datang, dan ibu tidak pergi," Aku duduk di salah satu sofa dengan santai menyembunyikan kegugupanku.
"Nomorku diblokir, sepertinya ibu masih marah padaku," jawab mas Reyhan sambil mengupas buah jeruk untuk ia berikan pada Rena. Aku berpaling, menyalakan tivi yang ada di dinding ruang tamu.
"Mungkin, ibu mana yang tidak marah, jika anak semata wayangnya tidak pernah menemuinya, tidak pernah menanyakan kabar tentangnya,"
"Jaga bicaramu, Aretha." Bentak mas Reyhan tidak terima akan ucapanku barusan.
Aku diam, memalingkan pandanganku ke arah lain tanpa titik yang pasti, tidak kuasa bertemu pandang dengan mas Reyhan yang membuatku merasa lemah, padahal sekuat hati aku berusaha untuk tetap tegar menghadapinya.
"Assalamualaikum,,, Aretha.... Sayang,,,," suara ibu yang baru datang, menyerukan namaku.
Aku bergegas menuju pintu, dan ibu memang baru datang sambil tergopoh membawa dua kantong kresek berisi bahan kain.
"Ibu, sini Aretha bantu," aku meraih salah satu kantong kresek bawaan ibu. Senyum wanita paruh baya itu mengembang kala melihatku datang. Namun,,,
Langkah ibu terhenti dan senyumnya kontan memudar, kala ia melihat mas Reyhan yang berjalan ke arah kami, disusul dengan Rena yang terus bergelayut manja di lengan kekar mas Reyhan.
"Bu,,,," sapa mas Reyhan.
***
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Lily
dasar pelakor mau sok so an jadi korban, sok sok an tersakiti
2024-01-07
0
Juwita Itha
karakter Rena mengingat kan ku sama si zeze, lugu2 ban
**sat😡
2022-05-08
0
callmemamak
reyhan gak punya hati si
2022-05-07
0