Ibu Pulang

..."Luka lama yang masih sangat basah, malah kau taburi garam dan air cuka, berharap sembuh namun lukaku malah semakin menganga. Kenapa kau begitu tega melakukan ini semua? Tidakkah kau merasakan rasa yang aku rasa?" Aretha....

***

Aku tahu mas Reyhan masih berdiam diri di luar sana, meminta agar aku bersedia membukakan pintu untuknya.

Ya, setelah kejadian menyakitkan siang tadi, malamnya mas Reyhan kembali datang ke rumah ibu, ia terus mengetuk pintu sambil memanggil menyerukan namaku, tentu aku jelas mendengarnya, tapi aku tidak mungkin akan membukakan pintu untuknya, setelah semua yang tadi siang ia lakukan padaku, hatiku sungguh sakit dan aku masih belum bisa memaafkannya atau sekedar berdamai dengan hatiku sendiri.

"Baiklah, mas tidak memaksamu untuk membukakan pintu, tapi mas tidak akan pergi dari sini Aretha, apa kamu dengar? Mas akan tetap di sini sampai kau mau bertemu dengan mas, Aretha,,,, Mas tahu kamu mendengarku!"

Aku hanya bisa menutup mulut erat agar Isak tangisku tak sampai terdengar keluar, melihatnya bersikap seolah menyesal dan berjuang seperti ini justru malah semakin menyakitkan, karena ini membuatku ragu untuk benar-benar melupakannya.

Cukup lama kami terbelenggu keheningan, tak ada lagi ketukan pintu maupun teriakannya memanggil namaku yang mas Reyhan lakukan.

Aku pun mengintip dari jendela, membuka sedikit tirai untuk memastikan keadaan di luar.

Saat ini hujan turun cukup deras mengguyur seluruh kota, hawa udara juga pasti sangat dingin di luar sana, mungkin mas Reyhan menyerah dan dia sudah pergi, tapi ternyata aku salah, ia masih berada di sana, duduk pada salah satu kursi di teras rumah yang mengitari meja bundar yang rendah, dengan kedua mata yang menutup rapat, dan kedua tangannya yang melipat sedada.

"Apa yang kamu lakukan, mas? Apa yang ingin kamu buktikan dengan melakukan semua ini?"

Tidak, jika mas Reyhan terus berada di sana dengan posisi seperti itu, pasti dia akan jatuh sakit, aku pun merasa tidak tega, tapi aku juga tidak ingin membukakan pintu untuknya, apalagi bertemu dengannya.

Berpikir, berpikir,,,,, apa yang harus aku lakukan agar dia bersedia untuk pergi? Dan beristirahat dengan benar di rumahnya?

Aku tidak tega jika sesuatu yang buruk terjadi padanya meski ia telah menyakitiku begitu perih, bukan berarti aku sudah memaafkannya, aku hanya tidak tega.

"Rena."

Satu nama yang akan membuat mas Reyhan bertekuk lutut dan mengabulkan semua permintaan.

Kubuka applikasi kontak pada ponselku, mencari nama yang hanya kutulis inisialnya saja, R. Satu kontak yang sudah lama kublokir dan kini dengan sangat terpaksa harus aku buka blokirnya.

Memanggil,,,,

Berdering,,,,

",,,,,,,"

Bukan ucapan salam atau sekedar sapaan yang kuterima saat sambungan telepon telah terhubung, namun ucapan yang kurang menyenangkan, sudahlah biarkan saja, aku bisa mengerti yang dia rasa, sakit karena cemburu itu memang sangat sulit untuk bisa ditahan oleh seorang wanita.

Tak ingin menanggapi lebih, aku pun mematikan kembali sambungan telepon kami, memilih untuk mengirim pesan saja beserta gambar mas Reyhan yang kuambil diam-diam agar Rena segera menjemputnya.

[Bawa dia pergi dari sini, keberadaannya cukup menggangguku, aku tidak ingin menjadi tersangka jika nanti sesuatu yang buruk terjadi padanya, atau kalian bisa melaporkanku pada polisi atas kejahatan yang tak pernah kulakukan.] Isi pesan yang kukirim disertai foto mas Reyhan pada Rena. Setelah itu aku kembali memblokir kontaknya tanpa menunggu balasan. Biar saja jika dia mengumpatku kesal di sana, toh aku juga tidak mendengarnya meski aku sudah bisa menduganya.

***

Hari ini ibu akan pulang, kami baru saja saling memberi kabar lewat sambungan video call tadi, aku pun memasak menu kesukaannya, sop ikan untuk menyambut kepulangan ibu, tentu aku merahasiakan semua hal buruk yang terjadi kemarin padanya, apapun yang terjadi kemarin, ibu tidak harus sampai mengetahuinya, hubungannya dengan mas Reyhan sudah merenggang, dan aku tak ingin dengan adanya masalah kemarin itu membuat hubungan mereka semakin menjauh.

***

"Assalamualaikum, Aretha... Ibu pulang....!"

Suara khas ibu yang selalu terdengar ceria membuatku lekas berhambur menuju pintu untuk membukanya.

"Wa'alaikum salam, ibu." Aku langsung menyalim khidmat tangannya, ibu malah cepat-cepat memelukku dengan erat, mau heran akan tingkah dan semangatnya, tapi ini ibu, aku tertawa kecil membalas pelukan yang ibu berikan.

"Aaahh,,,, ibu kangen,,,," Badanku sampai bergoyang-goyang ke kiri ke kanan mengikuti gerak ibu yang masih memelukku erat.

"Iya, ibu. Aretha juga kangen....!"

Ibu melepas pelukannya, lalu ia berpindah mengelus perut buncitku yang masih kecil.

"Bagaimana? Apa dia merepotkanmu?"

Aku menggeleng sebagai jawaban, "Tidak, Bu. Dia sangat pintar, tidak pernah menyusahkan Bundanya," jawabku sambil tersenyum lebar, memang seperti itu, tidak ada kesusahan berarti yang kurasakan sejak pertama masa kehamilanku, dia anak yang sangat pintar, dan aktif di dalam sana.

"Aaahh,,,, cucu Oma memang yang paling best....!" seru ibu antusias.

"Ayo Bu, masuk dulu, pasti sangat melelahkan melakukan perjalanan jauh, aku sudah siapkan makanan buat ibu, tapi ibu lebih baik mandi dulu,"

"Duh duh duh,,,, ibu berasa jadi anak kecil di perlakukan manja sama kamu, ini kebalik namanya, harusnya ibu yang manjain kamu, kok malah kamu yang ngurus ibu seperti bocil," tawa ibu yang khas menyertai ucapannya.

Aku sangat bersyukur, saat kedua orang tuaku tak begitu mempedulikan diriku, Allah masih memberikan kasih sayangnya dengan mempertemukanku dengan ibu Ani, seorang ibu yang sangat menyayangiku meski aku bukanlah putri yang terlahir dari rahimnya.

***

POV Author.

Ibu Ani menatap lamat-lamat pria yang datang ke rumahnya untuk bertamu, seorang pria berpawakan tinggi hampir sama dengan putranya, Reyhan, pria berjambang tipis yang memiliki mata huzzlenut dan senyum yang sangat manis. Andai masih diusia muda, mungkin ibu Ani akan merasa jatuh cinta pada pria di hadapannya ini pada pandangan pertama.

"Siang, Tante," sapa Bian saat pintu yang sedari tadi ia ketuk akhirnya dibuka oleh seorang wanita paruh baya yang masih nampak cantik dan segar.

"Tukang paket?" todong ibu Ani yang memang suka sembarangan.

"Bukan Tante," Bian menggeleng sambil ngebatin, sudah dandan semaksimal itu malah dikira tukang paket.

"Tukang kredit panci?" lagi, ibu Ani menebak Bian yang bukan-bukan membuat Bian tidak tahan untuk tidak tergelak dan tertawa lepas.

"Tukang service?"

Bian kembali menggeleng,

"Oh,,,,, abang-abang Deptcollector bank plecit?"

"Bukan, Tante,,,, saya temannya Aretha!"

Ibu Ani menampakkan senyum cengir kuda, bukan karena malu atas semua tebakannya yang salah, tapi karena ia berhasil menggoda tamunya, ibu Ani pun tertawa puas sambil menepuk beberapa kali bahu Bian cukup keras, jujur, andai Bian bisa mengelak dan mengatakan bahwa ia merasa kesakitan, tapi Bian justru hanya bisa ikutan senyum cengir kuda.

"Tante sudah tahu kok, tadi Aretha sudah bilang kalau temannya mau datang, uuuhhh, ternyata kamu lebih tampan dari yang ada di foto, hi hi hi...."

Bian menahan tawanya, seakan tak percaya ternyata wanita yang Aretha bilang ibunya Reyhan adalah seorang ibu-ibu yang cukup lucu dalam versinya. Begitu berbeda dengan Reyhan yang dingin dan kaku.

"Arethanya ada Tante?"

"Aretha masih di boutique, tapi sebentar lagi juga dia pulang, masuk dulu, biar Tante suguhkan kopi, soalnya kalau Tante suguhkan hati, takutnya nanti kamu lupa jalan pulang,"

Kali ini Bian tak lagi dapat menahan gelaknya, di usia yang sudah tidak muda lagi ternyata Tante Ani adalah seorang yang berjiwa muda, seru, dan santai.

"Tante bisa saja!"

***

..."Tidakkah kau merasa bersalah atas luka yang kau goreskan begitu dalam kemarin? Hingga kau mampu bersikap begitu biasa saja untuk menemuiku hari ini dan berbicara padaku layaknya semuanya baik-baik saja." Aretha....

Aku terus berjalan cepat ke depan berusaha menghindar dari mas Reyhan yang datang menemuiku di boutique ibu, entah bagaimana dia bisa tahu jika aku saat ini berada di sini, mungkin ibu yang memberitahunya.

Mas Reyhan tak memaksaku dengan berusaha menahanku, ia hanya terus mengikutiku sambil mengatakan kalimat maaf yang terdengar tulus namun aku tak ingin begitu saja luluh.

Aku masuk ke dalam mobil ibu yang kusetir sendiri, dan mas Reyhan mengikutiku dengan menaiki mobilnya sendiri di belakang sana, yang kupikirkan saat ini adalah, jika nanti kami sampai di rumah, bagaimana aku akan bersikap menanggapi mas Reyhan di hadapan ibu, sedangkan aku menyembunyikan semuanya dari beliau.

***

Aku buru-buru masuk ke dalam rumah sebelum mobil mas Reyhan datang, berharap bisa bersembunyi di dalam kamar dengan berdiam diri mengatakan pada ibu jika aku ingin beristirahat tanpa seorang pun mengganggu.

Namun ternyata semua tak seperti yang aku rencanakan, di sofa ruang tamu, ibu tengah duduk bersama seseorang, Bian.

Bagaimana aku bisa lupa jika aku memiliki janji bertemu tadi dengan Bian?

"Assalamualaikum, Bu," Aku menjeda.

"Bian," Aku menyalim keduanya dengan cara yang berbeda, punggung tangan ibu yang kucium khidmat, sedang Bian cukup berjabat tangan.

"Aretha,,,," Mas Reyhan sampai di rumah dan langsung menerobos masuk mengejutkan kami bertiga.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Mamak'e Reva

Mamak'e Reva

knp aretha masih mau tinggal di rumah ibu reyhan, kayak gk ada harga diri aja.

2022-05-11

1

Wika

Wika

the best bian

2022-05-09

0

Khotimatus Saadah

Khotimatus Saadah

lanjuuutt thoor

2022-05-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!