Harus tinggal bersama ibu

..."Orang bilang, obat rindu adalah temu, tapi kenapa berbeda denganku? Aku merindukannya, namun semakin terluka saat berjumpa." Aretha....

***

Dengan sangat terpaksa aku masuk ke dalam mobil mas Reyhan, gerimis yang semula datang telah berubah menjadi hujan yang deras.

Mas Reyhan melajukan mobil dengan tenang, sedangkan aku dirundung gelisah, duduk di mobil yang sama dan dalam posisi yang sama, bersebelahan dengannya seperti ini, mengingatkanku akan kebersamaan singkat kami dulu.

Kami terbelenggu dalam keheningan, hingga mas Reyhan akhirnya buka suara.

"Di mana kamu tinggal?" tanyanya masih dengan nada yang dingin seperti dulu. Aku menyebut sebuah alamat.

Beberapa menit kemudian mobil mas Reyhan berhenti, kami telah sampai di alamat yang kusebutkan tadi.

"Terimakasih," ucapku tanpa menoleh ke arahnya, tak terdengar sepatah katapun darinya membalas ucapan terimakasih dariku, aku pun tak ingin memusingkannya, itu sudah menjadi hal yang biasa bagiku sejak dulu atas sikap dan perlakuannya yang dingin tak tersentuh.

Aku pun bersiap membuka pintu untuk keluar dari mobil mas Reyhan, namun gerakanku tertahan kala mas Reyhan kembali bersuara.

"Kau tinggal di tempat kos?"

Aku melirik mas Reyhan sekilas untuk melihat raut wajahnya, lalu pandanganku beralih pada papan kayu yang bertuliskan kos putri yang menjadi titik pandang mas Reyhan.

Aku mengangguk pelan sambil bergumam memberi jawaban.

"Sendiri?" kini nada bicara mas Reyhan terdengar seperti sebuah cibiran bagiku, mungkin dia menertawakanku, atau entahlah, mungkin juga itu hanya prasangka burukku saja.

"Sendiri lebih baik, mas, dari pada bersama namun tak pernah dianggap ada." jawabku pelan.

Mas Reyhan menoleh, memberikan tatapan tidak sukanya atas jawaban yang kuberikan, aku membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat, tak ingin terjebak semakin lama dalam situasi yang menguras emosi, melangkah memasuki kamar kosku, yang berjejer rapi dengan kamar kos penghuni lain. Tak mempedulikan reaksi mas Reyhan yang kuyakin berekspresi mencibir.

***

"Berapa bang?"

"Tiga lima, Neng."

Kuberikan selembar uang kertas pecahan 50 ribu pada Abang penjual buah, aku membeli buah apel agar nutrisi kandunganku terjamin baik, dan aku kembali melangkah menyusuri pasar setelah menerima kembalian.

Di depan sana seorang ibu-ibu tengah ribut dengan penjual durian, dari perdebatan mereka yang kudengar, ibu itu menawar harga durian sampai sangat miring dari harga dari penjual, dan aku sangat mengenal siapa ibu itu, dia adalah ibu Ani, ibu mas Reyhan, ibu mertuaku, tunggu, apa aku masih memiliki hak untuk menyebutnya ibu mertua? Sedangkan mas Reyhan dan aku telah resmi bercerai.

"Bu, assalamu'alaikum,,," sapaku santun.

"Aretha...." teriak ibu bersemangat karena merasa senang bertemu denganku.

Ia lekas memelukku dengan sangat erat, lantas menciumi pipiku kiri dan kanan bergantian seperti menuangkan segala rasa rindunya selama 2 bulan ini tidak bertemu.

"Aretha, sayang, kamu apa kabar? Ibu sangat merindukanmu, kenapa kamu tidak pernah menghubungi ibu? Kenapa kamu tidak pernah menemui ibu?" tangis ibu pecah tanpa melepas pelukannya padaku.

Ibu terus berbicara ini itu, menanyakan banyak hal tentang diriku, lalu menarikku pergi dari sana tanpa menghiraukan lagi durian yang semula ingin ia beli.

"Bu,,,, bagaimana ini duriannya?" teriak Abang penjual durian setelah kami pergi begitu saja dari sana.

"Kau belah sendiri saja sana, aku sudah tidak membutuhkannya lagi!" teriak ibu menjawab Abang penjual durian. Aku tersenyum akan tingkah ibu yang Kunilai sedikit kekanakan.

Ibu memaksaku untuk berkunjung ke rumahnya, dan aku setuju, aku juga sangat merindukan kehangatan dan kecerewetan ibu.

Cara bicara ibu memang lantang dan sedikit kasar, tidak seperti kebanyakan ibu-ibu mertua yang tergambarkan lembut, ibu Ani adalah wanita berpikiran terbuka, ia akan mengatakan apa saja seperti isi pikirannya, suka ia kata suka, tidak suka ia pun bilang tidak suka.

"Kau tahu, Aretha? Semenjak berpisah denganmu, Reyhan jarang sekali menemui ibu, bahkan untuk menghubungi ibu lewat telepon saja tidak pernah, dia memang anak durhaka, lebih memilih bersama wanita itu dari pada bersama ibu," celoteh ibu berkeluh kesah akan mas Reyhan, dan wanita yang ibu sebut tadi jelas aku tahu siapa yang ibu maksud.

Ibu menaruh belanjaan di meja dapur, sambil terus berbicara tentang mas Reyhan.

"Bu," panggilku meminta perhatiannya.

"Iya, sayang."

"Bisakah kita membicarakan hal lain, selain mas Reyhan?" jujur, telingaku panas dan hatiku nyeri saat ibu terus membicarakan tentang mas Reyhan dan Rena, ya, meski dapat kutangkap dari pembicaraannya, ibu tidak menyukai hubungan mereka, beliau tidak menyukai Rena entah apa alasannya.

"Maaf, sayang, ibu tidak bermaksud."

"Aku lebih tertarik mengetahui kabar ibu, membicarakan perkembangan boutique ibu, dari pada membicarakan mereka," kuberikan alasan yang lebih logis agar perasaan ibu tak tersinggung.

Dan ibu pun cepat mengerti, ia mulai menceritakan tentang rencananya untuk menambah cabang di kota lain, aku terus mendengarkannya dengan sungguh-sungguh, bukan karena mencari muka semata, tapi aku juga ingin banyak belajar dari ibu mengenai usaha jual baju ini, ingin rasanya aku pun membuka toko baju online andai saja aku memiliki cukup modal, agar aku bisa berhenti bekerja sebagai seorang pelayan restoran.

Kami melanjutkan kebersamaan sambil membuat kue kering yang berbahan dasar buah naga yang ibu beli dari pasar tadi, setelah lama ngobrol, ibu baru menyadari akan perubahan fisikku.

Dipandangnya lamat-lamat perutku yang semakin membuncit, dan pinggulku yang memang lebih berisi mengembang.

"Aretha, kamu nampak lebih gemuk, sayang?" ucap ibu tak melepas pandangannya.

Hatiku berdebar, cukup terkejut dengan pertanyaannya, akankah ibu menyadari bahwa aku tengah hamil?

"Sayang, kau, nampak seperti perempuan yang sedang hamil!"

'DEG.'

Meski suara ibu terdengar ragu-ragu, namun tepat sekali, ibu akhirnya mengetahui jika aku tengah hamil. Aku menunduk, malu, meski kutahu anak ini suci, namun entah mengapa perasaanku sangat malu.

"Aretha," kini suara ibu terdengar semakin lirih, tanpa bertanya pun ibu pasti tahu jika anak yang ada dalam kandunganku ini adalah anak putranya, cucunya, darah keluarganya.

Tangis kami pecah saat aku mengangguk dan mengakui jika aku memang tengah mengandung, dan tentu saja anak mas Reyhan, karena aku tak pernah tersentuh selain oleh mas Reyhan.

Kujelaskan pada ibu jika aku baru mengetahui kehamilanku setelah menerima surat cerai dari pengadilan.

Ibu semakin meraung meneriakkan kebodohan mas Reyhan yang sudah menceraikanku demi wanita lain, dan kini aku dalam keadaan mengandung, sebagai seorang wanita, ibu sangat bisa mengerti dan memahami perasaanku.

Menjalani hari sebagai seorang wanita hamil itu tidaklah mudah, kata ibu, ada masa ngidam, muntah, sulit tidur di malam hari, pegal di bagian tubuh tertentu, dan yang lainnya. Membayangkan aku menjalani semua itu seorang diri, ibu menjadi sangat sedih, ia menangis keras sampai tersedu.

"Bu, tenanglah, semuanya baik-baik saja, Alhamdulillah, aku tidak mengalami kesulitan yang berarti atas kehamilanku, dia sangat pintar, sama sekali tidak merepotkan," ucapku menenangkan ibu sambil mengelus perut buncitku yang masih sangat kecil.

Ibu pun mendekat, ia berjongkok di depanku yang duduk di kursi.

"Bu," ucapku tertahan, karena ibu mengelus perutku pelan penuh kasih sayang, lalu melafalkan sebuah doa yang entah apa karena aku tak dapat mendengarnya dengan jelas, lalu ibu menciumi perutku seperti ia tengah menciumi wajah cucunya yang sangat ia cinta.

"Berapa usia kandungannya, Aretha?"

"21 Minggu, Bu, memasuki bulan ke 5,"

"Reyhan harus mempertanggung jawabkan semuanya, ia harus bertanggung jawab atas kehidupan dan keselamatan anaknya," ibu menatapku nanar, sedari tadi air matanya terus mengalir deras.

"Bu," aku tidak setuju dengan apa yang ibu katakan, karena aku tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Jangan membantah, Aretha. Ini bukan lagi tentang kamu dan Reyhan, tapi ini juga tentang anak kalian, cucuku, dia tidak boleh kehilangan kasih sayang salah satu dari orang tuanya, dia harus mendapatkan keluarga yang lengkap, keluarga yang utuh, dan itu hanya bisa didapatkan jika kau dan Reyhan tetap bersama,"

"Tapi, Bu"

"Perceraian kalian tidak sah, Aretha, kalian harus kembali hidup bersama, apa Reyhan sudah mengetahui kehamilanmu ini, Aretha? Apa Reyhan sudah tahu jika kau telah mengandung anaknya?"

Aku menggeleng pelan sambil menunduk.

"Reyhan harus tahu, Aretha, kau tidak perlu khawatir, ibu yang akan bicara padanya,"

"Tidak, Bu. Aku takut mas Reyhan tidak akan menerimanya, aku takut mas Reyhan akan menganggap jika aku menggunakan anak ini hanya demi bisa hidup bersama dengannya, mas Reyhan tidak mencintaiku, Bu, dia mencintai Rena, dia tidak bahagia hidup bersama denganku, kebahagiaannya hanyalah Rena,"

"Tapi sayang, bagaimana dengan kamu? Bagaimana dengan anak kalian?"

"Aretha kuat, Bu, Aretha bisa meski sendiri, Aretha mampu."

"Aretha, ibu tahu bagaimana rasanya membesarkan anak seorang diri, itu membutuhkan perjuangan yang sangat besar, ibu tahu kamu mampu, sayang, tapi ibu tidak akan tega, dan dia adalah cucu ibu, ibu tidak tega,"

Aku tak lagi bicara, kami larut dalam tangis karena hati yang tiba-tiba terasa sangat terluka.

"Baiklah, Aretha, jika kamu tidak ingin lagi hidup bersama dengan Reyhan, ibu tidak bisa memaksa, tapi, ibu memiliki satu permintaan yang tidak dapat kamu tolak, kamu harus tinggal bersama dengan ibu, agar ibu bisa selalu menemani dan merawat kalian, ibu sudah menganggapmu sebagai anak ibu, ibu mohon, tinggallah bersama ibu, biarkan ibu ada di masa pertumbuhan cucu ibu, Aretha."

Tentu aku menolak permintaan ibu itu pada awalnya, namun ia terus memaksa hingga hampir saja ibu bersujud di kakiku yang membuatku sontak berteriak mengiyakan. Dan aku akan tinggal bersama ibu, di rumahnya, sebagai putrinya.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

katanya mau belajar jualan baju agar bisa buka toko baju... y gpp tinggal sm mantan ibu mertua apalg jika baik hati...

2025-02-11

0

Diankeren

Diankeren

saking tknan batin 5 bln msih bncit 🤦🏻‍♀️

2024-02-02

1

Lily

Lily

😭😭😭😭😭😭

2024-01-07

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!