Bertemu ayah

..."Orang tua adalah tiang utama bagi seorang anak untuk berpegangan, namun tidak dengan kedua orang tuaku, aku dilahirkan tanpa mereka harapkan, aku ada, namun terbuang." Aretha....

***

Aku dan Bian menaiki eskalator untuk turun ke lantai bawah, kami hendak pulang dan Bian akan mengantarku lebih dulu ke rumah ibu, namun, saat kami sampai di lantai dasar Mall, langkahku terhenti, dikejutkan dengan pertemuan tak terduga kami.

Dia adalah pria yang memiliki darah biologis dalam tubuhku, pria yang umumnya dipanggil oleh seorang anak dengan sebutan ayah. Namun lidahku begitu berat untuk menyebutnya seperti itu.

Aku terpaku, cukup terkejut akan pertemuan tak terduga ini. Dia bersama istri dan gadis kecilnya yang cantik. Adikku.

"Kak Aretha,,,," teriak gadis kecil cantik itu berhambur lari melepaskan pegangan tangannya dari sang mama ke arahku lalu memelukku dengan sangat erat.

Aku tersenyum kaku, berjongkok mensejajarkan tubuh kami.

"Hai, apa kabar, gadis kecil?" aku mencubit pelan hidung imutnya, dia adalah gadis berusia 9 tahun berdarah cindo, Tante Lin mamanya adalah wanita Tionghoa Indonesia, dan Memey, nama gadis kecil ini, genetiknya lebih kuat mengikuti Tante Lin ketimbang sang papah, ayah kami.

"Baik, kak Aretha apa kabar? Kenapa tidak pernah main ke rumah lagi? Aku sangat merindukan Kakak."

Dulu aku pernah ikut tinggal bersama mereka di rumah mereka yang besar nan mewah bak istana namun terasa seperti neraka bagiku, lalu aku memilih untuk tinggal di kost dan mencoba hidup mandiri dengan bekerja paruh waktu, hingga aku pun terpaksa putus kuliah karena kendala biaya, ayah tak mau membiayaiku jika aku keluar dari rumahnya.

Sebelum tinggal bersama keluarga ayah, aku tinggal bersama dengan ibu, tapi setelah ibu menikah, aku tinggal bersama bibi, adik dari ibu, dan barulah memilih tinggal bersama ayah karena aku ingin bisa merasakan duduk di bangku kuliah, berharap bisa menggapai mimpi dan cita-citaku andai aku lulus menjadi seorang sarjana, namun ternyata itu tidak mudah dan sangat menyiksa. Hidup di rumah dan keluarga ayah membuat mentalku tidak baik-baik saja.

Tak ada kesan bahagia dalam hidupku sejak aku terlahir ke dunia, aku adalah anak yang tak diharapkan kehadirannya, ibu positif mengandungku saat usianya masih cukup muda, dan dia tidak berpacaran dengan ayahku, mereka terlibat hubungan satu malam karena hawa nafsu, dan mereka memutuskan untuk tidak menikah karena sama-sama tidak saling cinta, bisa dibayangkan bagaimana nasibku sejak kecil, Luntang-lantung ke sana ke mari, masuk ke dalam rumah satu ke rumah lain, hidup dari belas kasihan orang, bukan karena kasih dan sayang. Sangat menyakitkan jika diingat-ingat.

"Kakak sudah mau pulang? Kalau belum ayo kita jalan-jalan, kita main dan makan,,,," seru Memey antusias.

"Sayang, kak Aretha sepertinya sedang sibuk, tuh lihat, kak Aretha bersama temannya," Tante Lin angkat bicara sambil menggandeng kembali tangan Memey agar mendekat kepadanya, berusaha memisahkan kami yang masih berbicara, begitu kesannya.

Aku menghembuskan napas kasar, lalu kembali berdiri dan menatap ayah dan Tante Lin secara bergantian, tak ada aura positif saat berada dekat dengan mereka.

"Kamu hamil, Aretha?" tanya ayah yang rupanya memperhatikan perut buncitku yang masih kecil. Aku mengangguk menjawab.

"Tunggu," Tante Lin nampak memperhatikan Bian dengan seksama, oh, ayolah,,,, aku tahu apa yang dipikirkannya, dan aku sudah bisa menebak apa yang akan ia katakan.

"Dia pria yang berbeda, bukan pria waktu itu, Reyhan, pria yang menjadi suamimu, apa dia pacarmu? Jadi, siapa ayah dari calon anakmu itu? Pria waktu itu, pria ini, atau pria lain?" celoteh Tante Lin membakar gendang telingaku.

Sumpah demi apapun rasanya aku ingin merobek mulutnya yang berbisa itu, dia cantik, anggun dan bersuara lembut, tapi di balik itu semua, Tante Lin memiliki mulut tajam dan hati yang busuk, yah, aku tahu, dia membenciku karena masa lalu suaminya dengan wanita yang melahirkanku itu terjadi di saat ayah sudah berstatus sebagai kekasihnya, tapi di sini, apa salahku? Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia oleh mereka, dan aku tidak bisa memilih dari siapa aku akan dilahirkan.

"Iya, Tante benar, dia memang bukan pria yang pernah Tante lihat menikahiku, dia bukan suamiku, tapi, siapapun dia, itu bukan urusan Tante, lagi pula, Tante juga punya dua anak gadis, kenapa begitu sibuk mengurusiku? Urus saja anak-anak Tante, pastikan mereka jangan sampai memiliki nasib yang sama sepertiku," jawabku berani dan aku tahu itu tidak sopan.

"ARETHA!" bentak ayah tidak terima karena aku menyebut kedua putrinya.

"Lancang kamu!" teriak Tante Lin sambil mengangkat tangannya hendak menamparku, sedetik saja jika Bian tidak cepat menangkap pergelangan tangannya, maka tangan Tante Lin pasti sudah mendarat sempurna di pipiku.

"Jaga kehormatan anda dengan bersikap baik, kurasa anda adalah seorang wanita terhormat dari keluarga berpendidikan, jadi jangan membuat keributan di tempat umum yang akan membuat anda malu dan merugikan diri sendiri." ucap Bian tegas membungkam mulut Tante Lin, ia lantas menepis kasar tangan Tante Lin dan dengan cepat menggandeng tanganku, membawaku keluar dari sana meninggalkan mereka tanpa berkata-kata, aku pun hanya bergerak mengekorinya tak mempedulikan Memey yang masih berteriak memanggil namaku, juga Tante Lin yang memaki serta mengumpatku.

"Yah, perilaku seorang anak memang tidak jauh dari ibunya, terlahir dari wanita murahan maka kau pun sama seperti dia, MURRAHAN!" Begitulah teriakan Tante Lin yang masih sangat jelas bisa kudengar.

Sakit? Tentu saja, tapi itu sudah menjadi hal biasa bagiku, sejak dulu saat aku tinggal bersama mereka, Tante Lin selalu mengumpatku dengan menyertakan nama ibu.

***

Aku menarik nafas dalam, menghembuskannya pelan, berusaha melegakan dada yang terasa sesak ketika kami sudah berada di dalam mobil.

"Kau baik-baik saja?" tanya Bian. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Kau tahu? Kau wanita yang sangat kuat yang pernah ku kenal,"

Aku tersenyum getir, "Tidak gila saja aku sudah sangat bersyukur pada Tuhan," jawabku sambil tertawa, Bian pun ikut tergelak.

"Begitu masih juga ada yang mengataiku cengeng, lemah, bodoh, di saat aku menangis karena cinta, padahal aku juga cuma manusia biasa yang butuh untuk meluapkan kesedihan, dan menangis salah satunya, mereka tidak tahu saja, bagaimana rasanya menahan tangis di tempat ramai."

Bian mengangguk beberapa kali, mengacak pelan rambutku, "Aku yakin kamu kuat dan kamu bisa, anakmu pasti akan sangat bangga padamu, dia memiliki seorang ibu yang super,"

"Bunda," ralatku, aku memang ingin dipanggil dengan sebutan Bunda seperti lagu Melly Goeslow yang pernah kudengar. Dan itu harus dibiasakan sejak sekarang.

"Iya, iya,,,, Bunda Aretha!" goda Bian.

Kami tergelak bersama menutupi luka yang baru saja kuterima, begitulah caraku untuk tetap bahagia, terus berusaha ceria dan tertawa di atas luka yang tersembunyi di dalam sana.

***

..."Baginya, aku adalah sumber luka, dan pria itu, adalah sumber bahagia." Reyhan....

***

Aku melihat Aretha dan pria itu keluar dari Mall sambil bergandengan tangan, sesampainya di dalam mobil, mereka saling tertawa bersama, aku masih bisa melihatnya karena kaca pintu mobil yang dibiarkan terbuka, apa sebegitu menyenangkannya bersama Bian, Aretha? Hingga kau begitu mudah melupakanku.

Apa yang kupikirkan? Kenapa lagi-lagi aku merasa tidak suka, tidak, aku tidak cemburu, ini pasti hanya rasa kesal karena Aretha mengandung anakku, di mana seharusnya akulah yang menemaninya, karena aku adalah ayahnya, lagi pula, aku tidak mencintai Aretha, biarkan saja Aretha ingin berhubungan dengan pria itu, terserah, silahkan, aku tidak peduli.

***

Mobil Bian bergerak melaju dan aku masih mengikutinya, kenapa aku melakukannya? Jika aku memang tidak peduli dan tidak mencintainya? Itu karena aku ingin mencari kesalahan Aretha, yah, aku melakukan ini semua untuk bisa mendapatkan bukti tentang keburukan Aretha, dengan begitu, ketika anak kami terlahir nanti, aku bisa mengajukan hak asuh untuknya dan Aretha akan kalah dalam persidangan. Itulah tujuan utama yang harus aku pikirkan, aku yakin aku tidak mencintai Aretha, hanya Rena, Rena.

'Alibiku dalam hati.'

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Diankeren

Diankeren

gud enser Aretha 👏🏻👏🏻 g prlu gas, kalem tpi nmpol ampe k bool 🤣🤣🤣🤣🤣

2024-02-03

0

erna erfiana

erna erfiana

😭😭😭

2022-09-30

0

Χιαα.

Χιαα.

janji gak nangis? aowkawok

2022-05-12

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!