Seperti yang Satya janjikan weekend mereka akan mencari beberapa perabot untuk mengisi rumah mereka.
Satya dan Andin tengah asik memilih barang apa saja yang akan keduanya beli agar rumah mereka semakin nyaman dan tampak lebih enak dipandang mata.
"Sayang aku mau beli ayunan itu untuk ditaman belakang dekat kolam renang."
Andin yang kini tertarik dengan ayunan berbentuk oval.
Satya hanya mengangguk menyetujui keinginan istrinya.
Andin begitu antusis membeli barang-barang yang memang dibutuhkan bagi rumah mereka.
Jiwa Emak-emak Andin meronta saat melihat total belanjaan mereka.
"Sayang aku ga jadi beli ayunan. Ga perlu deh kayaknya." Andin saat mengkalkulasi total belanja.
"Gapapa Sayang." Satya santai menjawab.
"Ga Sayang, mahal. Lagi pula kita ga perlu-perlu banget." Andin berpikir ulang keputusan membeli ayunan.
"Udah kamu ambil aja. Lagian Gapapa sayang. Biar romantis." Bisik Satya.
"Yang ada menangis Sayang." Andin menunjukkan price tag ayunan pada Satya.
"Sekali-kali kita coba gaya baru di ayunan Sayang." Satua sengaja berbisik mesum pada Andin agar istrinya tidak mendebat lagi.
"Ih dasar Omes!" Andin meninggalkan Satya menuju rak pisau dapur.
Satya mengikuti Andin dan bergidik ngeri saat Andin mengacungkan pisau.
"Serem banget Sayang. Aku jadi ngilu." Satya menyentuh rudalnya bergidik ngeri melihat Andin memain mainkan pisau.
"Kalo kamu berani genit-genit, aku bakal potong si totong sampe habis." Andin dengan sengaja malah menakuti Satya.
"Kalo dipotong kasian kamu Sayang, nanti gimana?" Satya balik meledek Andin.
"Ya cari totong lain aja." Andin berlalu meninggalkan Satya dengan pisau ditangannya.
"Awas Sayang, coba aja kalo berani!" Satya dengan cepat membuntuti Andin.
Setelah merasa cukup kebutuhan yang mereka mau beli.
Kedua kini mengisi perut yang sudah memberikan alarm tanda keroncongan.
Masih di Mall yang sama Satya dan Andin memilih rebusan dan bakaran sayur dan daging di sebuah resto.
Sambil menikmati makanan siang yang kesorean karena asik berbelanja.
"Sayang kamu udah ngomong ke Bunda soal perjodohan Dinda?" Andin membuka pembicaraan mengenai sahabatnya.
"Sudah. Aku udah ngobrol sama Bunda." Satya menjawab santai.
"Terus gimana?" Andin tak akan kepo jika bukan persoalan Dinda yang merupakan sahabat sekaligus adik iparnya.
"Ya intinya Bunda mau Dinda kenalan, siapa tahu cocok." Satya memberikan kesimpulan dari ucapan Bunda.
"Kamu sendiri tanggapannya bagimana sayang?" Andin ingin mengetahui pandangan Satya terhadap perjodohan Dinda.
"Aku pribadi semua akan aku kembalikan ke Dinda. Bagaimanapun Dinda yang akan menjalaninya. Sebagai kakak aku hanya ingin yang terbaik bagi Dinda. Jangan sampai Dinda memilih pasangan yang salah. Aku ga mau kejadian yang aku alami dulu terjadi dengan Dinda." Satya dengan runtun menjabarkan keinginan dan pandangannya terhadap masa depan Dinda adiknya.
"Akupun begitu, Dinda itu sahabat baik aku, apalagi sekarang Dinda adik ipar aku. Aku ga mau Dinda akan sedih dan terluka. Aku mau sahabat aku mendapatkan pria yang baik, yang bisa menjadi imam baginya."Harapan Andin bagi Dinda.
"Kita sama-sama berdoa semoga Dinda diberikan jodoh yang baik, seiman dan bisa menyayangi Dinda dan akur dengan keluarga." Satya kembali mendoakan Dinda.
"Aamiin." Andin mengaminkan kata-kata Satya.
Sebelum pulang Andin meminta ditemani dulu ke supermarket.
Seperti biasa ia akan membeli stok makanan dan buah-buahan.
Saat Andin sedang asik memilih bahan-bahan makanan Satya ijin ke toilet pada Andin.
"Sayang aku ke toilet dulu ya, kebelet." Satya dengan wajah menahan sesuatu.
"Iya cepet sayang nanti kalo sampai keluar disini bahaya." Andin iba melihat wajah Satya yang meringis.
Satya keluar supermarket dan sesekali melihat ke arah Andin yang kembali sibuk memilih-milih belanjaan.
Satya tidak sakit perut tidak juga kebelet pipis.
Satya menuju suatu tempat.
Tampak Satya menemui seseorang dan berbicara pada orang tersebut.
Satya melihat dan ia tersenyum.
Satya melihat sekeliling, takut Andin memergokinya.
Semaksimal mungkin Satya waspada agar Andin tidak tahu apa yang kini Satya lakukan.
Andin yang melirik jam tangan, merasa Satya lama sekali ditoilet mencoba menghubungi Satya.
Ponsel Satya tidak aktif.
Andin cemas, ia mulai berpikir menyusul Satya.
"Sayang." Satya menepuk bahu Andin.
Andin kaget tak menyangka Satya dibelakangnya.
"Astagfirullah Sayang. Untung aku ga jantungan. Kamu darimana sih lama amat." Andin segera bertanya kemana Satya selama itu.
"Tadi aku mules banget Sayang eh kamar toilet yang aku datangi cuma 2 yang bisa dipake alhasil ngantri Sayang. Aku males mau ke bawah." Satya membuat alasan logis pada Andin.
"Kepedesan ya tadi tomyam nya?" Andin bertanya.
"Kayaknya iya deh." Satya megikuti alur jawabannya dengan tanggapan Andin.
"Ya Allah, maaf ya Sayang. Kamu kan bisa makan pedes ya. Maafin aku ya." Andin menyesal mengajak Satya mencoba tomyum racikannya.
"Gpp Sayang. it's ok. Masih ada lagi yang dicari Sayang?" Satya mengalihkan pada belanjaan Andin.
"Sudah. aku tinggal nunggu kamu aja tadi." Andin menjelaskan.
"Ywd kalo gitu kita ke kasir dan pulang."
Satya mengambil alih trolly mendorongnya sementara Andin berjalan disebelah Satya.
"Oh iya sayang aku lupa, aku dapat undangan dari Rengga sahabat aku itu loh adik iparnya nikah, yang klien kamu." Satya memberi tahu Andin.
"Tapi aku ga bisa bareng kamu Sayang, aku pasti sudah stand by disana. Gapapa ya?"
"Gapapa Sayang nanti disana kita ketemu. Lagipula aku juga bakal ajak Dinda paling. Kasian jomblo kudu diajak biar cepet nemu jodoh." Satya sambil tersenyum.
"Ih jahat ya, Dinda sahabat aku loh!" Andin kesal.
"Duh yang sahabatnya belain terus." Satya menyolek dagu Andin.
"Iya dong."
Andin menyalakan radio menemani perjalanan mereka.
Lantunan merdu suara Lenka membawakan lagu Trouble is a Friends membuat Andin hanyut dan mengikuti alunan musik.
Satya mendengarkan Andin bernyanyi.
Satya begitu menikmati suara Andin.
Menurut Satya Andin memiliki suara yang bagus.
"Suara kamu bagus Sayang." puji Satya pada Andin.
"Sawer dong Bang kalo bagus." Andin malah meledek.
"Kalo gitu abang boleh request lagu ga neng?" Satya menanggapi candaan Andin.
"Abang minta lagu apa? Barat, Melayu, India, Dangdut, pop?" Andin menantang.
"Wah toko kaset neng?" Satya tertawa dengan nada suara Anda yang dibuat layaknya biduan dangdut.
"Satu lagu 1 juta Abang." Andin semakin menjadi.
"Kalo gitu Abang naikin deh 1 lagu jadi 10 juta, tapi abang minta bonus ya?" Satya mengedip nakal pada Andin.
"Idih si Abang. Maaf kita bukan pewong mursidah Abang!" Kini Andin malah pakai bahasa salon.
"Apa tuh artinya Sayang?" Satya ga mengerti.
"Pewong Mursidah? artinya perempuan murahan." jelas Andin.
Satya tertawa terbahak-bahak tak menyangka Andin bisa dan paham bahasa gaul itu. Alias bahasa kaum tulang lunak.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments