15 | Cordyline Fruticosa

...July 15, 2080...

...Jakarta, Indonesia...

.........

"GARA! AWAS!"

Freya melompat, berenang secepat mungkin——secepat yang ia bisa, berlomba dengan laju batang kayu yang lima kali lebih besar darinya.

Tubuhnya yang ramping meliuk-liuk di dalam air, mencoba merengkuh Gara yang berada dua meter di depannya. Angin dan hujan mendera mereka tanpa henti, menciptakan gelombang besar yang nyaris membawanya hanyut ke ujung timur.

"Sagara!"

Freya menyembulkan kepalanya ke permukaan. Membuat Gara terhenti dan baru tersadar kalau ada sebatang kayu yang mengarah padanya. Dengan gerakan cepat, Freya mendorong Gara agar segera menyingkir. Gara yang tak siap dengan gerakan itu pun membuatnya masuk ke dalam air. Gara selamat, tapi batang kayu yang melaju cepat itu berhasil menabrak tubuh Freya dan membentur kepalanya. Kayu itu membuat Freya hilang keseimbangan. Semuanya mendadak hening. Tubuhnya serupa kapas yang tertiup angin. Hitam dan gelap memenuhi kepalanya.

Mati-matian berusaha membuka mata, tapi Freya tahu kalau seluruh upayanya telah lenyap dalam hitungan detik, kala aliran air yang deras mengajaknya hanyut terbawa arus.

Gara yang selamat dan sadar kalau Freya hanyut, kini memilih melepaskan talinya dan beralih untuk menyelamatkan gadis itu.

Di dalam mini bus, semua orang panik. Dua orang paling berani yang mereka miliki sekarang berada dalam bahaya. Tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk berbuat macam-macam.

Arus yang deras membuat mini bus itu perlahan terhuyung ke kanan. Hal itu sukses membuat Eartha histeris. "LAKUKAN SESUATU!"

"AKU SEDANG BERPIKIR!" balas Genta yang merasakan pening di kepalanya tiap kali berada dalam situasi genting seperti ini.

Tanpa banyak bicara, Benz kembali membuka pintu, membuat air masuk ke dalam mini bus sedikit demi sedikit. Sesaat setelahnya, Benz melompat masuk ke dalam air. Ia berenang gaya bebas dan berusaha menggapai tali yang terombang-ambing, untuk kemudian dikaitkan ke tiang bangunan.

Sementara Genta, akhirnya ia memiliki ide untuk menyelamatkan Gara dan Freya.

"Kurasa aku punya sesuatu," gumam Genta sembari menggeledah ranselnya yang sudah seperti kantung Doraemon——sebuah serial kartun fantasi dari Jepang yang terkenal pada tahun 2000-an. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Genta menemukan sebuah ban karet berwarna hitam. "Kita tidak memiliki pompa angin."

Matt yang semula hanya berdiri sembari menggenggam pegangan di atasnya, kini bergerak ke arah Genta dan meminta benda itu. "Aku akan meniupnya," ujarnya sukarela.

"Tidak, aku saja," balas Genta.

"Percayalah padaku."

Matthew Smith, selalu bertingkah seolah dirinya memiliki usia yang sama dengan yang lain. Matt tidak pernah merasa bahwa ia yang paling muda di antara mereka. Baginya, usia hanya angka, dan apa yang ada di dalam otaknya merupakan usia yang sesungguhnya.

Genta memberikan benda itu kepada Matt dan membiarkannya melakukan tugas dengan baik.

Nam dan Eartha memandangi rekan-rekannya di balik kaca jendela. Menunggu dengan cemas. Menyaksikan pemandangan yang sama sekali tidak ingin mereka lihat.

Eartha akhirnya membongkar ranselnya, mencari tali lain untuk mengikat ban karet yang sedang ditiup oleh Matt. Ia menemukan satu tali tambang biru dengan diameter sama dengan jari kelingkingnya. Ia bergegas memberikannya pada Genta, "Pakai ini."

Mengangguk, adalah gerakan spontan yang bisa Genta lakukan dalam sisa-sisa kepanikkannya.

Di sisi lain, Gara masih berusaha menyusul Freya yang terbawa arus kencang. Gara tak yakin apakah ia bisa merengkuh gadis itu atau tidak, tapi ia tak boleh menyerah. Ia berenang dengan perasaan campur aduk. Frustasi dan lelah. Kedua tangan dan kakinya mengepak-epak di air, seperti ikan yang begitu lihai berenang dalam habitatnya.

Hingga kemudian, tubuh Freya tersangkut di sebuah pagar besi milik rumah yang sekarang hanya tinggal kerangkanya saja.

Melihat hal itu, Gara segera mengambil kesempatan baiknya untuk menggapai Freya. Ia memeluk tubuh gadis itu dan membawanya berenang dengan posisi kepala Freya berada di atas.

Samar-samar, Gara dapat mendengar kalau salah satu rekannya memanggil namanya.

"GA, PAKAI INI!"

Itu suara Genta. Keras, bersih, tapi dipenuhi oleh getaran ketakutan. Gara melihat sebuah ban karet mengambang ke arahnya. Syukurlah, kini Gara bisa menggunakan ban itu untuk pelampung dan mengalungkannya ke tubuh Freya.

Genta menarik Freya dan Gara dengan sekuat tenaga. Lalu, Benz yang berhasil mengikat roda mobil ke tiang dan sudah berada di dalam mini bus ikut membantunya.

"Bertahanlah," bisik Gara saat melihat wajah Freya yang pucat pasi dengan luka berdarah di dahinya.

Gara akan sangat merasa bersalah jika harus melihat orang lain menderita hanya untuk menyelamatkannya. Ia tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Freya. Gara akan memastikan kalau gadis itu baik-baik saja.

Dengan napas yang sudah terputus-putus, akhirnya Gara berhasil membawa Freya kembali. Benz mengangkat tubuh Freya dan membawanya masuk ke dalam. Sementara Genta segera mengulurkan tangannya untuk membantu Gara.

Pintu ditutup rapat-rapat. Tapi sejujurnya, air sudah masuk dan menggenang di lantai mini bus hingga menyentuh betis orang dewasa.

Nam menyambut kedatangan Freya dan sudah menyiapkan beberapa alat kesehatan untuk menolongnya.

"Ganjal kepalanya dengan ini," ujar Nam sembari menyodorkan handuk yang sudah dilipat pada Eartha yang berada di balik kursi di mana Freya sudah setengah berbaring.

Eartha mengangguk dan mengikuti perintah Nam.

Seperti sudah terlatih, Nam mengambil kapas, perban, alkohol, serta alat-alat lain dengan sangat cekatan namun tetap hati-hati. Pertama-tama, ia membersihkan luka di dahi Freya dengan alkohol, mengusap-usapkan kapas perlahan, lalu meminta seseorang untuk memberikannya penerangan lebih. "Bisa bantu aku dengan senter?"

Di sebelahnya, Eaetha merasa terpanggil. Ia mengangguk dan segera mengambil senter dari ranselnya.

Air merambat naik. Genta sibuk memikirkan cara agar celah-celah di mobil mereka dapat ditutup sehingga air berhenti masuk. Benz yang memergoki Genta tengah melamun, tiba-tiba menepuk pundaknya. "Tenang, kita tidak akan tenggelam."

"Apa teorimu?" Matt menyahut di belakangnya. "Gelombang semakin besar. Air semakin banyak. Dan, lihat, angin itu sepertinya mengarah pada kita."

Benz tahu kalau teorinya tidak bisa benar-benar dibuktikan kebenarannya. Tapi perhitungannya memiliki tingkat akurasi yang tinggi, meskipun tak mustahil kalau tebakannya bisa meleset. "Angin tidak akan membawa kita hanyut. Arus angin akan cepat berubah. Tali yang diikatkan di tiang juga cukup kuat. Mungkin air hanya akan masuk sebagian."

"Seberapa banyak?"

"Maksimal hingga leher kita."

Mendengar itu, Gara yang semula tengah meratapi Freya, tiba-tiba saja menoleh. Ia menatap Benz dengan wajah pucatnya dan seluruh tubuh yang basah kuyup. Gara tahu, itu bukanlah kabar bagus. Mengingat keadaan Freya tak memungkinkan untuk terendam air lebih lama, Gara tak yakin apakah berdiam di dalam mobil adalah ide bagus. Tapi ia juga masih belum memiliki ide alternatif untuk mengurangi beban penderitaan Freya.

"Lukanya cukup lebar. Ia mengeluarkan terlalu banyak darah," gumam Nam, tampak lebih cemas dari sebelumnya.

Gara yang tengah menggenggam tangan Freya dengan erat itu mengalihkan pandangan dan kembali melihat keadaan gadis di hadapannya. "Apa golongan darahnya?"

"Aku harus memeriksanya lebih dulu."

Dan, ya, Nam begitu mahir dalam situasi ini. Ia mengambil alat-alat lain, seperti pipet dan beberapa cairan dalam tabung kecil.

Nam mengambil darah yang mengalir dari dahi Freya dengan pipet, lalu meletakkannya pada sebuah piringan kaca. Ia menyuruh Eartha untuk berhenti menyenteri dan beralih menyeka sisa darah Freya yang masih mengalir.

Selanjutnya, sampel darah itu dicampur cairan yang ada di dalam tabung kecil, Nam menyebutnya antigen tipe A dan B. Nam memeriksa penggumpalan sel darah Freya dengan mengamatinya selama beberapa menit. Jika sel darah saling menempel atau menggumpal, artinya darah bereaksi dengan salah satu antigen.

Kemudian, Nam mencampurkan bagian cair dan tanpa sel (plasma) dari darah itu dengan golongan darah A dan B yang ada pada tabung lainnya. Golongan darah A memiliki antibodi anti-B. Orang dengan golongan darah B memiliki antibodi anti-A. Golongan darah O mengandung kedua jenis antibodi, sedangkan golongan darah AB tidak memiliki keduanya.

Nam sedikit berkeringat tatkala ia melihat darah Freya menunjukkan golongan darah AB. Ia menarik napas sejenak. Berharap pikiran buruknya tidak terjadi.

Langkah berikutnya, Nam mencampurkan antigen D pada sampel darah untuk memeriksa rhesusnya. Dan betapa terkejutnya ia setelah melihat reaksi yang terjadi.

"AB- (AB Rhesus Negatif)," ujar Nam akhirnya.

Semua terkejut. Mereka tahu, orang yang memiliki darah AB saja sangat jarang, apalagi dengan rhesus negatif.

"Apa di sini ada yang memiliki golongan darah AB-? Jika Freya tidak sadar dalam 2-4 jam, dia harus menerima transfusi darah, sebelum semuanya terlambat," lanjut Nam, membuat semua terdiam dan menunduk lesu.

Tidak ada yang memiliki golongan darah yang sama dengan Freya. Bahkan Gara pun hanya bisa menghela napas sembari sesekali meremas tangan Freya yang dingin dan memucat.

"Ga, bukankah golongan darahmu AB?" tanya Genta, membuat Gara memandangnya.

"Ya, AB+."

"Transfusi darah dengan rhesus yang berbeda akan sangat berisiko. Freya bisa mengalami komplikasi yang berbahaya. Misalnya, reaksi hemolitik imun akut. Di mana sistem imun akan menyerang sel darah merah yang ditransfusikan karena jenisnya tidak cocok. Sel-sel yang diserang ini bisa melepaskan zat ke dalam darah yang membahayakan ginjal," jelas Nam panjang lebar.

Mendengar penjelasan itu, semua orang tercenung sejenak. Kini mereka tahu, Nam Kyu bukanlah gadis sembarangan. Ia memahami masalah medis dengan begitu detail, caranya menangani Freya pun amat teliti dengan getsur tenang.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Eartha, memecah hening yang hanya bertahan selama dua menit itu.

"Kita harus mencari tanaman Cordyline Fruticosa untuk menghambat pendarahannya sementara waktu." Tapi Nam juga sadar, dalam kondisi mereka yang seperti ini, mencari tanaman obat adalah hal yang sulit dilakukan.

"Seperti apa tanaman itu?" sahut Benz, mencoba menggali ingatannya perihal jenis-jenis tumbuhan.

"Daunnya berwarna kemerahan dan agak panjang. Aku tak yakin, tapi dalam Bahasa Inggris, mungkin namanya Cabbage Palm. Itu sejenis tanaman hias yang biasanya tumbuh di Benua Asia, khususnya Asia Tenggara. Salah satu yang banyak memilikinya adalah Indonesia."

Dari depan, Genta membalas, "Sepertinya aku tahu. Di Indonesia, kami menyebutnya tanaman Andong."

Gara melirik rekannya, seakan sepaham dengan apa yang ada dalam pikirannya. "Maksudmu Hanjuang?"

"Ya, di Bandung mungkin seperti itu."

"Apa pun namanya, itu tidak penting. Sekarang, kau tahu harus mencari kemana?" potong Eartha, selalu merasa risih kalau mendengar Genta yang banyak bicara.

Seingatnya, dulu, sewaktu Genta masih tinggal di kediamannya yang lama, salah satu bangunan di sebelahnya memiliki tanaman hias tersebut. Genta tak yakin apakah bangunan itu masih ada atau tidak, yang jelas, ia harus memastikannya sendiri. "Sekitar satu kilometer lagi dari sini adalah kediamanku dulu. Di sebelahnya, ada sebuah Klinik Kecantikan. Di sana ada banyak tanaman hias, salah satunya adalah Andong."

"Setelah badai ini reda, seseorang harus pergi ke sana secepatnya," ujar Nam yang kini tengah mencoba menjahit luka di dahi Freya meski masih mengeluarkan banyak darah. Ia juga melilit kepala gadis itu dengan perban, berusaha menyeka darah yang terus mengalir tanpa henti.

Air terus naik hingga menyentuh pusar mereka. Ransel-ransel dinaikkan ke tempat penyimpanan barang di loker atas mereka. Matt dan Benz yang melakukannya.

Setelah merenung sejenak, Genta melirik ke arah jendela. Langit kian gelap. Matahari benar-benar telah berpulang ke peraduannya. Dan angin ****** beliung yang semula mengarah pada mereka, kini sudah tidak terlihat lagi. Rupanya, dugaan Benz benar. Meski begitu, luapan air semakin tinggi. Mini bus yang mereka tumpangi sudah terendam hingga setengahnya.

Nam cepat-cepat membereskan alat kesehatannya. Ia memasukkan benda-benda itu ke dalam tas kecilnya dan menaikkannya ke loker.

Selesai dilakukan pertolongan pertama, Gara mengangkat tubuh Freya agar kepalanya tidak terkena air. Ia menggendongnya di depan, dengan kedua bola mata yang tak lepas dari wajah pucat gadis itu.

Diam-diam, Matt berbisik pada Genta yang berdiri di depannya. "Aku tak pernah melihatnya secemas itu."

"Kau tahu, Freya cantik dan tangguh. Aku yakin, Gara menyukainya," balas Genta tanpa banyak teori dan pemikiran. Ia hanya melihat dari sudut pandang paling manusiawi yang akan dirasakan seorang laki-laki kepada perempuan yang disukainya.

Matt menggeleng kecil sembari berjinjit, agar ia bisa lebih tinggi dari air yang sudah tiba di dadanya. "Tidak, Gara tidak senaif itu. Ingat, dia tahu semua tentang kita. Dan mungkin Freya memiliki sesuatu yang berharga hingga Gara terlihat sangat cemas saat melihatnya terluka."

Dengan tatapan horor, Genta melirik bocah tengil itu. "Sudahlah, kau terlalu paranoid, Matt. Kita semua dalam bahaya. Jadi, jangan terlalu memikirkan hal semacam itu. Kau harus sedikit tenang."

Matt tak membalas lagi setelah itu.

Dan, hujan perlahan mereda.

Eartha menyalakan senter dan menatap semua rekannya satu per satu. Masing-masing dari mereka tengah menyelami pikirannya sendiri. Mungkin beberapa dari mereka ada yang sedang berdoa, mungkin juga tidak. Eartha yakin, bukan hanya dirinya yang siap mati saat itu juga. Terlihat dari raut wajah dan sorot mata mereka, keenam orang di hadapannya tengah menyimpan kecemasan yang luar biasa.

Namun, kecemasan mereka tampaknya cukup berkurang kala hujan berhenti, hanya berupa rintikan kecil seperti embun. Banjir sudah bertahan pada posisinya sekarang, yakni berada setinggi leher orang dewasa. Jarak antara permukaan air dan langit-langit mobil hanya tersisa satu meter saja. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk membiarkan mereka bernapas di dalam mini bus itu.

"Ada perahu karet yang diikat di atas mobil. Perahu hanya cukup untuk empat orang," ujar Gara tiba-tiba, memecah lamunan rekan-rekannya dan mereka tersadar kalau semua ini bukan mimpi. "Freya harus berada di perahu itu."

"Genta harus naik, karena dia yang tahu di mana tanaman itu berada. Dan Nam juga harus ikut, dia bisa mengobati Freya jika terjadi sesuatu," sambar Benz cepat. "Satu lagi, kau."

Nam menatap Benz, seakan merasa tidak enak karena ia adalah orang baru tetapi harus lebih dulu berada di posisi aman.

"Aku akan menjaga Matt dan Eartha. Kami akan menunggu air surut. Kalau tak memungkinkan, aku akan cari cara untuk menyusul kalian," imbuhnya, tak bisa disanggah oleh siapa pun karena idenya cukup cemerlang, meskipun harus membahayakan dirinya sendiri dan dua orang lainnya.

Eartha yang selanjutnya menyahut, "Itu ide paling masuk akal."

"Tapi..." Nam sepertinya ragu untuk mengatakan sesuatu. Hingga akhirnya ia memilih diam, menatap Genta yang berenang keluar lebih dulu melalui pintu. Setelah itu, Genta mengambil perahu karet dan menarik ujung talinya agar benda itu mengembang. Lalu, ia melempar perahu karetnya ke permukaan air dan duduklah ia di sana.

Selanjutnya, Gara membawa Freya keluar. Ia mengangkat gadis itu agar naik ke atas perahu dan dibaringkan di sana. Selepasnya, Gara kembali lagi ke dalam mobil untuk mengambil ransel-ransel mereka.

Saat semua barang sudah naik, Gara ikut di atasnya.

Tapi, sebelum Nam menyusul keluar, Eartha sempat memberi pesan pada gadis itu. "Berhati-hatilah. Tak semua duri itu menusuk, dan tak semua payung itu melindungi. Tetap pada prinsipmu, jangan ragu untuk menolak. Aku tahu, kau cerdas. Maka, berhati-hatilah."

[...]

Terpopuler

Comments

Ogeg iraeinn

Ogeg iraeinn

ternyata gara orang bandung toh

2022-06-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!