Extinction

Extinction

Announcement

...July 18, 2019...

...New York, USA...

.........

Nick bersandar di punggung ranjang, menatap langit-langit kamar dan menghembuskan napas panjang.

Di sampingnya, Elle—istrinya, sudah tertidur pulas. Nick melirik ke arah perut Elle yang semakin membesar. Usia kehamilan istrinya sudah menginjak sembilan bulan. Sebentar lagi Nick junior akan lahir ke dunia. Ia benar-benar tidak sabar.

Pelan, Nick menarik selimut dan menutupi tubuh istrinya sembari mencium keningnya lembut. Wajah cantik Elle ketika tertidur membuat segala kepenatan yang dirasakan Nick memudar. Lelahnya bekerja tak membuat Nick berpikir untuk mengeluh. Ia menikmati segala prosesnya dengan senang hati.

Jarum jam menunjukan pukul satu dini hari. Meski lelah, Nick merasa kalau matanya tak ingin cepat-cepat beristirahat. Alih-alih menyusul istrinya tidur, Nick memilih untuk mengambil ponselnya dari atas nakas dan mencari hiburan barang sejenak.

Dari sekian banyak pemberitahuan yang muncul di panel notifikasi ponselnya, Nick hanya tertarik pada satu pengumuman penting yang diunggah dari akun resmi NASA (National Aeronautics and Space Administration).

Penasaran, Nick membuka pengumuman itu dengan antusias.

...Announcement...

“NASA sedang mencari warga AS yang bermotivasi tinggi, berusia 30-55 tahun, mahir dalam bahasa Rusia dan Inggris. Persyaratan adalah : M.S., PhD., M.D. atau penyelesaian pelatihan perwira militer. Peserta dengan gelar Sarjana dan kualifikasi tertentu lainnya (misalnya pendidikan tambahan yang relevan, militer, atau pengalaman profesional) dapat menjadi kandidat yang dapat diterima juga,” tulis NASA dalam pengumumannya.

...                           ...

Melihat pengumuman itu, Nick merasa terpanggil. Gelar Doctor of Medicine yang dimilikinya sejak dua tahun yang lalu, tak boleh disia-siakannya begitu saja.

Nick berencana untuk mendaftarkan dirinya dalam persiapan eksplorasi menuju Planet Mars 2020 mendatang.

Ia juga menuliskan nama istri dan anaknya—yang masih berada di perut itu, ke dalam daftar nama-nama yang mengikuti misi NASA menuju Mars.

Nama-nama para partisipan nantinya akan diukir menggunakan sinar elektron ke atas chip silicon dengan panjang teks lebih kecil dari seperseribu ukuran rambut manusia. Dengan ukuran itu, lebih dari satu juta nama dapat diukir di atas satu chip.

Chip-chip tersebut akan terbang bersama kendaraan jelajah NASA dengan dibalut penutup kaca.

Nick sangat berharap kalau dirinya bisa lolos dan masuk ke dalam tim. Bagaimanapun, ia adalah pecinta Astronomi. Ia tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Menjadi astronot adalah impiannya sejak kecil. Elle pasti akan mendukungnya.

...*...

...HEADLINE...

Misi bersejarah NASA benar-benar menggemparkan jagat maya.

Berbagai berita menampilkan headline mengenai rencana itu dan membuat netizen ramai memperbincangkannya.

Berita itu membuat Nick semakin bertekad untuk terbang ke Mars, meskipun artinya ia harus meninggalkan anak dan istrinya.

...*...

...TAKE OFF...

...November 20, 2019...

...Houston, Texas...

.........

Setelah melewati berbagai proses yang sangat sulit dan panjang, akhirnya Nick dapat bernapas lega karena ia terpilih menjadi salah satu dari enam orang yang akan terbang ke Mars.

Ia dan lima rekannya menjalani masa karantina, dikurung dalam pesawat ruang angkasa palsu selama berbulan-bulan untuk mempelajari efek yang ditimbulkan. Percobaan ini berlangsung di Moskow, Rusia, dan mengikuti percobaan serupa di mana tim—yang terdiri dari enam orang itu—telah menghabiskan empat bulan di tempat yang sama.

Pada tanggal 20 Juli 2020, NASA dan ULA resmi meluncurkan misi Mars 2020 Perseverance Rover dengan roket Atlas V dari Space Launch Complex-41 di Cape Canaveral Air Force Station di Florida, Amerika Serikat.

Tak ingin kalah, satu bulan setelah peluncuran Perseverance Rover, China ikut merealisasikan misi mereka. Sebagai penjelajahan pertamanya, China meluncurkan pesawat ruang angkasa Tianwen-1 yang dilepas landaskan dengan roket Long March 5 pada 23 Agustus 2020.

Menurut kepala Komite Sains dan Teknologi China Aerospace Science and Technology Corporation, pesawat ini mendarat di Mars pada 1 Maret 2021.

Misi penjelajahan Mars oleh China ini beroperasi selama 90 Sol—satuan waktu di Mars—atau sekitar 3 bulan di Bumi. Sedangkan misi NASA dengan Perseverance direncanakan akan bertahan selama satu tahun di Mars atau selama 687 hari waktu Bumi.

"Titik kunci pertama misi ini adalah memastikan pengorbitan dapat ditangkap medan gravitasi Mars. Dan yang berikutnya pendaratan itu memakan waktu tujuh hingga delapan menit," jelas Kepala Komite Sains dan Teknologi China.

Sementara robot penjelajah NASA, Perseverance Rover telah mencari tanda-tanda kehidupan di Mars dengan mengumpulkan sejumlah sampel permukaan planet merah itu untuk dibawa ke Bumi.

Jika misi keduanya berhasil dan pulang ke Bumi dengan selamat, maka mereka akan kembali merancang misi selanjutnya untuk melakukan peluncuran dengan membawa lebih dari dua roket sekaligus.

...*...

...STORM...

...Sol 67...

...Jezero Crater, Mars...

.........

Pergerakan Perseverance Rover di dataran Jezero Crater, Mars, tidak berjalan mulus. Badai besar yang terjadi mengakibatkan hilangnya kontak dengan para Astronot yang tengah menunggu di markas.

Mengetahui hal itu, Charles Stephard, sang Kepala Astronot memerintahkan Nick untuk pergi ke tempat di mana terakhir kali robot Rover memberikan sinyalnya.

"Rover berada di Kilometer 7. Kau harus membawanya pulang sebelum petang, mengerti?" Steven menepuk pundak Nick yang terbalut baju Exploration Extrsvehicular Mobility Unit atau biasa disebut xEMU.

"Siap, mengerti!" balas Nick mantap.

Julia Adams, satu-satunya Astronot perempuan yang berada di tim itu pun bergerak mendekat. "Saya akan menemaninya."

Ucapan itu membuat Charles menaikkan kedua alisnya, sedikit terkejut dengan reaksi cepat itu. "Oh, kau yakin?"

"Yes, Sir," jawab Julia.

Nick dan Julia bersiap untuk menempuh perjalanan 7 kilometer dengan menggunakan kendaraan robot lipat yang disebut Miles-One. Robot itu hanya menampung satu orang awak, tak cukup untuk mereka.

"Kau yang kendalikan, saya menumpang di belakang," ujar Nick memutuskan untuk menyerahkan kemudi pada Julia. Sementara itu, Nick mengaitkan sebuah box besar di belakang robot itu untuk kemudian dinaikinya.

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk bersiap. Setelah badai dirasa cukup reda, Julia dan Nick berangkat menjemput Rover.

Di dalam markas, Charles bersama Eugene, Vincent dan Ben juga sudah bersiap memantau pergerakan mereka berdua dari layar monitor. Charles meminta Ben untuk memastikan apakah badai berpotensi terjadi lagi atau tidak.

"Angin dari arah selatan sangat kencang, Capt." Kalimat itu sukses membuat Charles merasa skeptis dengan rencana gila ini.

"Saya rasa ini adalah sebuah peralihan. Di Bumi, kita menyebutnya sebagai pergantian musim. Badai ini akan berlangsung secara berkala, kontinu," sahut Eugene.

Charles terdiam sesaat, menatap sebuah titik koordinat di layar monitornya yang berkedip-kedip, menandakan pergerakan Nick dan Julia yang terus melaju ke arah selatan—di mana terakhir kali robot Rover meninggalkan jejaknya.

"Jangan beritahu Nick atau Julia. Saya tidak ingin membuat mereka cemas. Mereka harus tiba tepat waktu, sebelum badai itu datang," ujar Charles akhirnya.

Vincent, yang semula hanya menyimak, tiba-tiba menyahut, "Maaf, itu terdengar egois sekali, Capt. Seharusnya kita beritahu Nick agar mereka bisa mengantisipasi badai itu—atau kalau mereka sial, mereka harus kembali lagi untuk menghindari badai yang tidak bisa diprediksi kapan datangnya itu."

"Kita butuh chip dari Rover, Vin. Data yang sudah kita rekam ada di sana. Jangan membuat semua ini menjadi sia-sia."

"Maaf, Capt, tapi—"

"Jangan beritahu mereka. Itu adalah perintah, tidak ada penawaran apa pun." Final. Pria berusia kepala lima itu melengos dan pergi ke kabinnya.

Tak ada yang berani berkomentar lagi setelah itu.

Mereka fokus pada tugas masing-masing, memastikan bahwa semua berjalan sebagaimana mestinya.

Sesaat kemudian, Ben menekan tombol darurat, membuat yang lain datang ke kabinnya. "Apa yang terjadi?" tanya Vincent.

"Lihat, ada yang mendekat ke arah mereka." Vincent menunjukkan titik merah yang melaju ke arah titik hijau--titik di mana Nick dan Julia berada.

"Apa itu?" Ben mengerutkan dahi, kemudian menekan tombol zoom, menampilkan sebuah robot asing berwarna putih. "Tidak mungkin, siapa mereka?"

"Coba kau lihat dari arah jam sembilan," suruh Charles.

Ben melakukan perintah itu dan terlihatlah bendera China di sisi kanan robot tersebut. "Apa yang akan mereka lakukan?"

"Hubungi Julia," lagi, Charles hanya bisa memerintah.

Eugene bertindak. Ia menyalakan alat komunikasi di telinganya dan berusaha menghubungkannya dengan Julia. "Sistem terganggu," kata Eugene, sadar kalau Julia tak juga menyahut sambungannya.

"Bagaimana bisa?" Charles mulai gusar.

"Sepertinya robot itu menghalangi sinyal kita. Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" Vincent merasa kalau ini semakin tidak beres.

Charles tampak berpikir sejenak, menimbang apakah menyusul Nick dan Julia adalah keputusan yang tepat atau tidak.

"Maaf, Capt, angin semakin mendekat. Kita harus selamatkan mereka," ujar Ben panik. "Oh, sialan, markas dikepung, Capt!" lanjutnya setengah mengejang.

...*...

...WAR...

...Sol 68...

...Korolev, Mars...

.........

Tidak ada yang menduga kalau peperangan itu akan terjadi di antariksa, tepatnya di dekat Kawah Korolev, Mars.

Ini adalah bencana bagi Amerika Serikat, sekaligus China. Dua negara itu kehilangan seluruh Astronotnya.

Tidak ada yang tahu apa yang sudah terjadi di sana. Yang jelas, mereka tidak kembali lagi ke Bumi setelah peristiwa pengepungan itu.

Misi gagal.

Baik NASA maupun CNSA (China National Space Administration) sama-sama merasa berduka atas peristiwa tersebut dan memutuskan untuk memberi jeda pada misi mereka selanjutnya.

Pemerintah Amerika Serikat mengibarkan bendera perang. Mereka menyiapkan pasukan militernya untuk menyerang China, baik dari darat, laut atau pun udara. Presiden Amerika Serikat juga mengumpulkan banyak sekutu untuk menghancurkan negara itu.

Tidak ingin tinggal diam, China juga siap meluncurkan rudal dan beberapa jenis senjata biologis.

Puncak Perang Dunia Ketiga terjadi pada Agustus 2021. Di mana Amerika Serikat menyerang Beijing dengan nuklir dan berhasil melenyapkan ratusan ribu orang di sana.

Marah besar, berselang tiga hari setelah penyerangan itu, China balas dendam dengan mengirimkan seribu personil Angkatan Udara dan mengerahkan setidaknya lima puluh roket, serta menembakkan virus berbahaya ke Washington DC, New York, bahkan hingga ke Texas.

Korban berjatuhan. Dunia kacau. Negara-negara lain tersulut dan mengikuti peperangan.

Gedung-gedung bertingkat runtuh, mayat berserakan seperti sampah, hutan gundul, laut tercemar.

Ekonomi, politik, dan seluruh tatanan kehidupan telah hancur.

Senjata biologis yang dikeluarkan oleh China merambat ke seluruh dunia. Manusia mati karena virus berbahaya itu, lenyap dalam sekejap. Tidak ada yang tahu apa penawarnya. Bahkan, bangsa China pun telah dilumpuhkan oleh senjatanya sendiri.

Bertahun-tahun, manusia hidup dalam kesengsaraan. Bencana alam melanda dunia. Gunung meletus, tsunami, bahkan badai kencang membuat Bumi porak-poranda.

Tidak ada yang menang dalam peperangan. Amerika Serikat, China, begitupun dengan negara-negara lain. Tak ada yang luput dari peristiwa mengerikan ini. Ratusan juta—bahkan miliyaran manusia mati dalam tragedi mahadahsyat.

Tidak ada yang selamat.

Kecuali, mereka yang benar-benar beruntung dan mendapatkan keajaiban.[]

Terpopuler

Comments

Gerda Mei

Gerda Mei

Tidak memperhatikan salah satu prinsip K3 😂

2022-06-24

0

Low profile

Low profile

masih lanjut gk

2022-06-16

0

Kustri

Kustri

Byk istilah asing yg g tau sm x,,,
Lanjut dl...penasaran alur'a

2022-05-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!