09 | Curiosity

...July 15, 2020...

...Jakarta, Indonesia...

.........

Berbahaya, adalah satu kata yang terus berputar dalam benak Freya selama mereka melangkah menyusuri jalan dengan aspal yang sudah retak. Beberapa bangunan masih berdiri tegak, tapi tak menjamin keamanan dan kekokohan temboknya. Bisa saja bangunan itu tiba-tiba runtuh, barangkali angin sudah lebih kuat daripada pondasi-pondasi di muka Bumi ini sekarang.

Keingintahuan Freya tentang sosok Sagara Danuja semakin menjadi-jadi. Ia tidak pernah sepenasaran ini terhadap sesuatu--atau seseorang--sebelumnya. Hanya pemuda itu yang mampu menarik perhatiannya. Entah karena Gara memiliki aura gelap, atau justru karena Freya yang sudah mulai lupa dengan tujuan utamanya. Apa pun alasannya, Freya benci karena harus mengikuti setiap gerak-gerik pemuda itu tanpa mampu mengendalikan dirinya sendiri.

"Kau lihat awan itu," tunjuk Benz ketika mereka berjalan di antara ruko-ruko dan banyaknya persimpangan gang kecil. Benz mengarahkan telunjuknya pada segumpal awan putih yang besar dan terlihat lebih rendah dari awan-awan yang lain. "Warnanya mungkin cerah, tapi bukan berarti dia tidak mengandung air yang banyak."

"Maksudmu?" tanya Freya tanpa mengindahkan pandangannya dari punggung Gara.

"Malam ini akan terjadi hujan. Awan itu sedikit manipulatif. Kita tak boleh dikelabuhi oleh alam. Setiap sepuluh detik sekali, warnanya kian menggelap. Kita mungkin masih punya waktu 5 sampai 7 jam sebelum hujan datang," jelas Benz, yang sebetulnya tak begitu dimengerti oleh Freya.

Dengan sebelah alis terangkat, Freya membalas, "Apa untungnya mempercayaimu?"

Di depan, Gara memutar tubuhnya. Ia menatap Freya sejenak, hingga gadis itu terpaksa menghentikan langkah. "Sejauh aku mengenalnya, dia tak pernah salah soal alam," timpal Gara dengan volume rendah dan suara dingin.

"Apakah aku harus peduli?"

"Kubilang, sekarang kau adalah tanggung jawabku. Artinya kau berada dalam lingkaran otoritasku. Mempercayai ucapan Benz adalah keharusan. Itulah yang harus yang kau ingat."

Freya mendecih. Ia tidak menyangka kalau ada makhluk hidup yang lebih otoriter darinya. Josh saja tidak akan berani berkata demikian, tapi Gara melakukannya. "Aku tidak pernah mengizinkan siapa pun mengaturku. Kau tidak tahu apa yang bisa aku lakukan jika kau berani mengendalikanku lagi."

"Memangnya apa yang bisa kau lakukan? Menembak kakiku? Atau justru membunuh aku dan teman-temanku?" Ucapan Gara membuat Freya terdiam. Setiap kata yang diucapkan pemuda itu seperti mengandung morfin yang bisa membuatnya candu. "Freya, nyawa adalah sesuatu yang sangat berharga. Tidak peduli apakah orang tersebut berguna atau tidak, kau harus membuatnya tetap hidup. Bahkan sekalipun dia melakukan kekeliruan yang membuatmu murka, membunuh sesama manusia tak pernah dihalalkan."

Mendengar penjelasan itu, Benz tersenyum. Menjadikan Gara sebagai pemimpin adalah keputusan yang tepat. Mungkin Gara hanya bicara pada situasi-situasi serius saja, tapi percayalah, dia sangat bijaksana dan penuh pertimbangan. Benz mengenalnya sebagai pemuda yang tangguh dan murah hati. Dia sangat mengerti dengan apa yang diinginkan teman-temannya. Meski terkadang, Gara juga menjadi sangat diktator dan berhati dingin pada saat dirinya dikuasai oleh alkohol atau obat-obatan.

"Jangan harap kau bisa membuatku tunduk hanya dengan mendengar ceramah omong kosongmu itu. Jika kau tetap memerintahku, lebih baik aku pergi. Aku bisa melakukan apa pun sendirian." Final. Freya benar-benar akan pergi seandainya Gara masih bersikeras untuk mengaturnya. Karena prinsip Freya adalah menjadikan dirinya sebagai pemilik mutlak atas hidupnya sendiri, tidak ada siapa pun yang boleh mengacaukan rencananya, atau bahkan mempersulit jalannya.

Tapi, Gara juga sama kerasnya. Ia menatap Freya tepat di kedua manik mata birunya dan bertutur, "Sekali kau datang, kau tak akan bisa pergi."

Seperti sihir, Freya benar-benar tak bisa lepas dari mata Mexician Fire Opal itu. Iris mata itu seperti magnet yang menarik Freya dan menggenggamnya erat-erat. Melingkupi setiap keinginannya untuk pergi. Membelenggu amarahnya menjadi sebuah kepatuhan yang tak pernah ia mengerti.

Sialnya lagi, Freya bahkan ingin terus berada di dekat pemuda itu, mengulik hidupnya, mencari tahu semua hal mengenai sosok misterius itu.

Jadi, Freya hanya mendengus kasar, meliriknya tajam, lalu berjalan mendahului dengan langkah yang panjang-panjang.

Pemandangan itu membuat Benz tersenyum lebar. "Anggap saja dia sedang Pre-Menstrual Syndrome, Ga. Sama seperti Eartha, ternyata semua gadis sulit dipahami, ya."

Tak ada jawaban, Gara hanya menyunggingkan sebuah senyum kecil dan ******* pelan. Ia kemudian berjalan menyusul Freya yang sudah berjarak lebih dari sepuluh langkah darinya.

Kini Benz berada di barisan paling belakang. Ia mengeluarkan sebuah kamera dari ranselnya dan memotret beberapa bangunan yang menarik perhatiannya.

Ada bangunan dengan logo McDonalds yang tinggal separuh, ada sebuah klinik kecantikan yang miring ke kanan, ada juga ruko yang depannya hancur karena tertimpa tiang listrik. Benz mengambil beberapa gambar yang menurutnya bagus untuk dipajang di lembar jurnalnya. Ia mencintai seni dan keunikan alam. Setiap momen berharga, Benz selalu mengabadikannya. Ia juga memotret punggung Gara dan punggung Freya yang berada cukup jauh di depannya. Ini akan menjadi perjalanan yang sangat menantang dan penuh drama. Benz yakin, akan banyak perdebatan-perdebatan lain di dalam perjalanan ini. Anehnya, Benz menyukai keributan.

Omong-omong soal keributan, tiba-tiba ia ingat Genta. Pemuda paling berisik di antara mereka, satu-satunya manusia yang masih suka mengobrol dengan kupu-kupu atau capung, juga merupakan seseorang yang sangat sentimentil dan penyayang.

Benz menggantungkan tali kameranya pada leher, lalu beralih merogoh sesuatu dari dalam saku jaketnya. Ia menemukan sebuah benda persegi panjang berwarna hitam dengan antena sepanjang sepuluh senti yang menjulur ke atas. Itu adalah Portofon, sebuah alat komunikasi genggam yang dapat mengomunikasikan dua orang atau lebih dengan menggunakan gelombang radio. Gara memberikan benda itu kepada semua rekannya untuk berkomunikasi jarak jauh dan saling bertukar informasi. Sekarang Benz ingin menggunakannya untuk meminta kabar dari Genta. Ia pun menekan tombol on, kemudian mengisi suara untuk memberi pesan.

"Holla, this is Banana. Are you there, Gorilla?"

Setelah mengirim pesan itu, dua menit kemudian Portofonnya berbunyi.

Piip!

"Holla, Banana. Yeah, I'm here with Monkey and Bumi."

"Haha! Bumi? Itu panggilan sayangmu untuk Eartha sekarang?"

Piip!

"No, no! Itu adalah arti namanya dalam Bahasa Indonesia. Earth, yang berarti Bumi."

"Oh, rupanya kau belum mengaku juga. Terserah deh. Oh, by the way, evertything alright?"

Piip!

"Tentu saja! Selama ada Gentala Dierja, everything's gonna be okay. Lantas, how about you? Apakah di sana sudah terjadi Perang Dunia IV?"

"Seperti yang kau bayangkan. Captain kita sedang menguji anak baru. Dan si anak baru tampaknya cukup keras kepala. But, I'm good, kami baik-baik saja. Akan kuberi kabar selanjutnya. Jika kami menemukan tempat istirahat, kita mungkin bisa bertemu di sana. Oh, ya, tolong bawa topi baseball-ku di atas laci, aku lupa membawanya."

Piip!

"Siap, aman! See you later!"

...*...

Kepercayaan terkadang mengerikan. Kita selalu takut akan sebuah pengkhianatan, selalu menciptakan praduga-praduga tak sehat yang akhirnya melahirkan ketidakpahaman kita terhadap situasi. Lalu menjadikannya sebagai alasan untuk meragu, membentuknya menjadi sebuah dorongan untuk menuding, hingga akhirnya kepercayaan itu berubah menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Josh takut kalau dirinya menjadi bom waktu tersebut. Maka ia akan berusaha untuk membentengi dirinya sendiri terhadap semua hal yang datang ke dalam hidupnya. Termasuk Puja Gupta.

Gadis itu dan Freya adalah dua orang asing yang harus ia waspadai. Mereka memiliki alasan masing-masing untuk melakukan perjalanan di negara ini, sedangkan Josh tak memilikinya.

Yang ada dalam rencana Josh saat ini hanya soal mencari teman, menemukan manusia hidup sebanyak mungkin, kembali berkoloni, lalu menciptakan peradaban baru. Ia hanya ingin menghidupkan kembali Bumi ini--meski nyatanya kematian terasa semakin dekat. Josh tak punya niat aneh atau pun alasan gila selama ia hidup. Yang menjadi dasar perjalanannya hanya petuah-petuah yang diucapkan Samuel Hall sebelum ia mati. Hanya wasiat dan beberapa arahan dari pria itulah yang menjadi pegangan hidupnya sekarang.

Dan, kini, ia sadar, justru karena Josh terlalu 'bersih', maka orang lain akan lebih mudah mengotorinya. Orang lain akan lebih mudah memanfaatkannya. Ia tak akan membiarkan dirinya hanya dijadikan sebagai batu loncatan untuk siapa pun.

Maka, Josh mungkin harus lebih keras pada Puja mulai sekarang. Ia tak boleh mempercayai gadis itu sepenuhnya.

"Apa yang kau pikirkan?"

Mereka melewati sebuah hotel besar bertingkat dengan warna dominan emas dan hitam. Bagian kiri hotel itu runtuh, tapi sisanya masih berdiri tegak meski kaca-kacanya tampak hancur hingga pecahannya berserakan di jalan.

Josh tak cepat membalas, ia menengadah ke atas langit, melihat awan berbentuk oval yang begitu tambun dan besar. Awan itu berwarna cerah, putih bersih, tapi di bagian bawahnya sudah terdapat serabut-serabut kelabu tipis.

"Tidak ada. Aku hanya khawatir, nanti malam sepertinya hujan akan turun."

Sembari berjalan pelan-pelan, Puja ikut melihat ke objek yang sama. "Oh, benarkah? Tapi langit dan awannya sangat cerah. Kau tidak perlu secemas itu."

Lepas itu, Josh memeriksa jam tangannya. Sekarang sudah pukul dua siang. Matahari memang bersinar cukup terik. Tapi ia merasa kalau anginnya sedikit lebih kencang dibanding kemarin. "Cloudius and Winneas."

"Sorry?"

"Dongeng awan dan angin. Kau tak pernah mendengarnya?"

"Tidak. Dulu orang tuaku sibuk bekerja. Aku hanya hidup bersama pengasuh dan adikku. Tapi pengasuhku adalah orang yang kolot. Dia hanya membacakan cerita Dewa-Dewi atau menyanyikan lagu pujian sebelum kami tidur."

Josh menendang batu kecil yang menghalangi jalannya. Ia mengencangkan tali ranselnya, membenarkan topi, lalu berkata, "Dalam dongeng itu menceritakan tentang kisah cinta awan dan angin, hingga akhirnya mereka saling membenci karena Cloudius mengkhianati Winneas. Sejak saat itu, angin selalu meniup awan agar menjauh, kemudian berubah menjadi gelap dan turun hujan."

"Kau percaya dengan dongengnya?"

"Tentu saja tidak." Josh menggeleng keras. "Tapi aku percaya kalau mendung bukan berarti hujan, dan cerah bukan berarti kemarau."

"Jadi menurutmu, nanti malam akan turun hujan?"

"Iya. Tapi kita masih punya waktu kurang lebih 6 jam untuk mencari tempat berteduh yang aman."

Puja hanya mengangguk paham.

Hal yang sebenarnya Josh takutkan adalah sesuatu yang lebih dahsyat dari hujan. Mengingat gempa tadi, Josh menduga kalau sesuatu yang lebih buruk akan mempersulit perjalanan mereka. Mungkin saja badai angin, atau gempa susulan, atau bahkan gunung meletus. Josh tak benar-benar yakin dengan dugaannya, tapi ia tetap harus siap dengan segala kemungkinan terburuk.

Beberapa meter di depannya, Puja melihat ada sebuah bangunan kecil yang menyerupai gazebo. Atapnya masih utuh, bagian bawahnya masih bisa digunakan meski tak ada kursi dan memiliki komposisi yang terlihat rapuh. "Bisakah kita istirahat sebentar di sana? Aku lapar."

Oh, Josh lupa, mereka memang belum makan siang. Maklum saja Puja tampak kelelahan dan wajahnya mulai pucat.

Merasa idenya cukup bagus, Josh mengangguk. Mereka bergerak menepi dan duduk di bawah gazebo itu untuk sementara waktu.

Josh mengeluarkan air mineral dan dua bungkus pie apel yang salah satunya segera diberikan kepada Puja. "Makanlah. Jangan lupa buang bagian-bagian yang sudah berjamur. Kalau perutmu merasa sakit setelah memakannya, katakan padaku."

"Terima kasih," balas Puja, lalu menerima pemberian pemuda itu dengan senyum kecil di bibirnya.

Sembari menatap lurus ke jalanan yang sudah retak, Josh mulai membuka bungkus pie miliknya. Ia mengamati bungkus berwarna merah itu, membaca logo dan nama pabriknya, lalu menemukan sebuah gambar apel yang berada di sudut paling kanan. Melihat gambar apel itu, ingatan Josh lari menuju sesosok gadis galak dengan mata biru yang gemerlap.

Ia tahu, Freya suka buah apel. Gadis itu bahkan bisa bertahan seharian hanya dengan memakan dua buah apel merah, tanpa karbohidrat apa pun. Josh tak sungguh-sungguh mengenal siapa gadis itu, apakah benar dia berasal dari New York, dan apakah benar usianya baru 20 tahun. Freya bahkan terlalu berani dan cerdas untuk anak seusianya. Dia bisa mengemudikan pesawat dan berpergian sendirian. Freya terlalu luar biasa untuk menjadi seorang manusia.

"Apakah dengan menatapnya kau bisa kenyang?" tanya Puja tiba-tiba, sukses membuat Josh mengejang dan seketika berpijak dalam realitasnya.

Josh urung memakan pie miliknya. Ia kembali membungkus pie itu dan memasukannya ke dalam kantung ransel yang paling kecil. "Aku belum lapar. Aku akan memakannya nanti."

Puja tidak percaya. Ia menatap dalam-dalam dan menyentuh punggung tangannya. "Ada sesuatu yang membebanimu? Apakah aku terlalu merepotkan?"

"Tidak, aku bisa mengendalikan itu. Kau tidak perlu merasa sungkan."

"Lalu sebenarnya apa yang kau pikirkan?"

Josh diam. Ia sendiri masih tidak tahu mengapa Freya selalu menjadi objek paling menyenangkan untuk ia pikirkan. Gadis itu tak bisa pergi dari otaknya. Seakan-akan semua hal bisa mengingatkannya pada gadis itu. "Tidak ada. Cepat habiskan makananmu, kita harus—"

"Apakah aku masih belum berhak menerima cerita pribadimu?" potong Puja dengan suara tergesa. Pie miliknya tinggal sepotong, tapi sepertinya ia kehilangan selera karena melihat Josh yang tampak tidak fokus. "Aku tahu, semua status memiliki batasan. Tapi apakah aku sebegitu tidak layaknya untuk mendengar keluh kesahmu?"

"Puja..."

"Apa aku tidak pantas menjadi temanmu?"

"Aku hanya sedang memikirkan Freya. Tapi itu tidak penting. Yang paling penting sekarang adalah—"

"Do you miss her?"

[...]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!