04 | Decision Making

...July 14, 2080...

...Jakarta, Indonesia...

.........

Puja mencoba melangkah dengan tertatih-tatih, memimpin perjalanan meski nyatanya ia bukan ketuanya.

Lima menit yang lalu, Freya berhasil mendaratkan pesawatnya di Bandara Halim Perdanakusuma. Sebuah bandar udara yang terletak di Kota Jakarta.

Tempat yang mereka pijak saat ini tidak terlalu buruk. Gedungnya masih utuh. Hanya ada beberapa kaca yang pecah dan tanaman merambat yang tumbuh di antara celah-celat tembok yang retak. Selebihnya cukup terkoordinasi dengan baik. Sepertinya kota ini baru ditinggalkan kurang dari lima tahun. Melalui tembok tembus pandang, mereka masih bisa melihat kursi-kursi yang berjajar di dalam lobi.

Sembari mengamati sekitar, Josh berbaik hati untuk menawarkan sisa bekal yang ia miliki. "Aku punya Pepsi dan roti sobek untuk sarapan. Bisa kita berhenti sebentar?" tanya Josh hati-hati. Sementara gadis yang ditanya——Freya——hanya diam. Dia tidak menunjukkan reaksi apa-apa selain terus mengawasi pergerakan Puja Gupta.

Langit mulai membiru. Udara di sekeliling mereka terasa sejuk dengan tetes-tetes embun yang masih menggenang di atas daun. Burung gereja berkicau seakan menyambut kedatangan mereka.

"Aku bukan robot. Aku butuh istirahat dan makan." Josh menatap Freya yang masih bergeming. Wajahnya culas dan runcing. "Sejak tadi kau hanya makan buah apel. Kau butuh sedikit karbohidrat untuk——"

"Tubuhku adalah milikku. Apa pun yang aku lakukan, itu bukan urusanmu!" Freya membalas dengan penuh tekanan.

Josh menghela napas panjang. Tampaknya akan sulit baginya untuk menembus pertahanan gadis itu. Freya kokoh dan tak terbantahkan. Dia seperti buku lama yang tak pernah membiarkan siapa pun untuk membacanya. Tak ada judul yang ia miliki. Freya seperti gadis fiksi yang selalu Samuel dongengkan sebelum Josh tidur. Gadis petualang penuh ambisi. Sorot matanya yang tajam menandakan bahwa tak ada satu pun orang yang boleh lari tanpa seizinnya.

Merasa kalau niat baiknya tidak diterima, Josh memilih untuk beralih pada gadis lain yang ada di sampingnya. Josh melirik Puja dengan sudut mata, mengamatinya diam-diam. Menyadari betapa sedih dan terlukanya dia. Menyadari betapa gadis itu butuh kedua tangan untuk merangkul dan membantunya berjalan.

Puja bukan tipikal orang yang akan membunuh siapa pun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Tindakannya tadi malam adalah murni sebuah gertakkan. Melihat dari gerak tubuhnya, gadis itu tak punya kekuatan seperti apa yang Freya miliki. Josh hanya melihat Puja sebagai gadis normal yang akan bertahan hidup semampunya.

"Kau bisa makan ini," kata Josh sembari menyodorkan separuh roti sobek kepada gadis itu, sementara separuh yang lain disisakan untuknya. "Meskipun sudah kadaluwarsa, ini tak berjamur. Kau tak perlu takut sakit perut. Aku sudah sering memakannya."

Puja menerimanya dengan wajah kikuk. "Thanks, eu——"

"Panggil saja Josh," potongnya, saat tahu kalau gadis itu tampak ragu untuk menyebut namanya.

"Thanks, George," ulang Puja.

Si pemilik nama terkekeh. "No, bukan George. Tapi J-O-S-H. Josh." Ia mengeja nama itu seperti orang tua mengajarkan anaknya bicara.

"Maaf, Bahasa Inggrisku berantakan."

"Oh, tidak, Bahasa Inggrismu sudah bagus, hanya saja pengucapan namaku tadi kurang tepat."

Puja tersenyum dan melahap rotinya dengan tergesa. Ia terlihat menikmati rotinya hingga Josh sadar kalau gadis itu sangat lapar.

"Kau suka Pepsi? Aku ada air mineral jika kau mau," tawar Josh sekali lagi. Ia tahu kalau Puja tak memiliki perbekalan apa pun. Satu-satunya tas yang ia bawa bahkan tak cukup untuk menyimpan sebotol air mineral. Senapan miliknya pun sudah dirampas oleh Freya. Bisa dibilang, Puja hanya membawa tubuhnya saja.

Dengan senyum kecil yang ragu-ragu tersungging di bibirnya, Puja membalas, "Dulu aku pernah minum Pepsi, tapi aku lupa bagaimana rasanya."

"Minum saja, aku masih punya dua."

Puja mengangguk.

...*...

Listrik menjadi hal utama yang mereka cari ketika datang ke suatu tempat. Tapi selama dua jam perjalanan berlangsung, mereka tak juga menemukannya.

"Kau mencoba menipuku?" Freya menuding Puja yang tengah duduk di atas trotoar karena kakinya mulai kesakitan. "Katakan di mana sebenarnya kota yang kau maksud!"

Puja yang semula tengah bersantai dan mengatur napasnya, tiba-tiba harus kembali mendapatkan serangan. Ia berusaha berdiri dan menatap gadis itu tepat di kedua maniknya yang biru. Meski Freya sedikit lebih tinggi darinya, itu tak mampu membuat Puja susah payah untuk menanamkan tatapan menantang kepadanya. "Aku tidak pernah berkata tentang kota, aku hanya bicara soal tempat yang paling aman."

Cepat, Freya mendorong tubuh Puja dengan senapan miliknya dan sukses membuatnya sedikit berayun ke kiri.

"Berani kau mempermainkanku?" Mata Freya berkilat. Ia kembali membara. Emosinya sungguh mudah tersulut. "Kau akan tahu akibatnya."

"Kau memang tak memiliki kesabaran," balas Puja dengan senyum meremehkan. "Sesuatu yang indah itu didapatkan dengan penuh perjuangan. Sayang sekali kau ingin menyerah, bahkan sebelum ceritanya dimulai."

Josh ingin berdiri di tengah-tengah kedua gadis itu, melerainya dan meluruskan apa yang menjadi konflik di antara mereka. Tapi, alih-alih berhasil, Josh yakin sekali kalau Freya akan semakin membencinya dan mengira kalau ia berpihak pada Puja. Jadi, Josh masih diam, mencari waktu yang tepat untuk memisahkan mereka berdua jika sudah kelewatan.

"Tak perlu mengajariku tentang omong kosong!" tukas Freya, merasa sudah tertipu oleh gadis yang lebih muda darinya. "Sejak awal aku yakin, kau memang tak berguna. Kau hanya memanfaatkanku. And I'm done, *****. It's done."

Freya bergerak mengambil peluru di dalam senapan milik puja dan membuang benda itu ke sembarang arah. Ia masih menatap Puja dengan kilat amarah yang tergambar jelas di kedua bola mata safirnya.

Kemudian, tanpa berkata apa pun, Freya melenggang pergi ke arah utara dengan langkah mantap, seakan tak ada siapa pun di belakangnya.

"Tunggu, Freya!" Josh berteriak, ia ingin menyusul gadis itu dan menjelaskan padanya kalau mereka bertiga seharusnya bekerja sama. Ia ingin menahan Freya, agar gadis itu bisa sedikit saja menurunkan ego dan bersikap lebih manusiawi. Tapi, apakah itu mungkin?

"Ikuti siapa pun yang kau percaya. Aku tak memintamu untuk menemaniku. Jadi, pergilah jika memang dia pantas mendapatkan teman," ujar Puja, seperti mempersilakannya untuk memilih.

Josh masih membeku di tempatnya. Menikmati punggung Freya yang semakin lama semakin mengecil. Dia kembali jauh. Siapa pun tak bisa merengkuhnya. Bahkan jika Josh mengemis-ngemis padanya untuk kembali, Freya tak akan melakukan hal itu. Dia kembali menjadi buku misteri yang tersimpan di rak perpustakaan paling atas.

Setelah sadar kalau Freya sudah tidak terlihat, Josh akhirnya menatap Puja yang masih berdiri di sampingnya. "Aku bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih padanya."

"Orang seperti dia tak perlu kalimat itu, Josh." Puja menepuk pundaknya dua kali. "Dia hanya memikirkan dirinya sendiri."

"Kalau dia hanya memikirkan dirinya sendiri, kita tidak akan tiba di sini."

"Tapi pada akhirnya, dia tetap meninggalkan kita, 'kan?"

Josh terbungkam atas kebenaran dalam kalimat retoris itu. Pada akhirnya, Freya akan tetap melakukan perjalanannya sendirian. Dia tidak butuh siapa pun. Tujuan perjalanannya——apa pun itu——adalah sesuatu yang membuat Freya benar-benar bernapas tanpa nurani.

...*...

Siang hari di Kota Jakarta cukup cerah. Jalanan yang mereka lewati masih terbilang bagus, hanya sedikit retak, tapi tidak terlalu buruk.

Setelah memutuskan untuk memilih jalan yang berlawanan dengan Freya, Josh merasa jauh lebih menderita daripada sebelumnya.

Akan terasa lebih baik jika ia kehilangan seseorang yang sudah mati, alih-alih kehilangan seseorang yang masih hidup tapi tidak ingin bersamanya. Jujur, Josh merasa terluka. Harusnya ia bisa mempertahankan Freya hingga perjalanan ini menemui titik akhir. Bagaimanapun, gadis itulah yang membawanya ke tempat ini dengan selamat. Gadis itulah yang pertama kali ia temui setelah kehilangan Samuel.

"Belum terlambat untuk menyusulnya," ujar Puja tiba-tiba, ketika mereka melewati ruko-ruko yang berjajar di sepanjang jalan. Belum ada kendaraan yang bisa mereka gunakan untuk mempercepat perjalanan. Mobil dan motor yang mereka temui sedari tadi sudah rusak, memperbaikinya hanya akan menghambat perjalanan. Jadi, mereka memutuskan untuk terus melangkah.

Josh yang semula tenggelam dalam pikirannya, kini menoleh, menemukan sepasang mata cokelat madu yang jernih dan hangat. "Apa maksudmu?"

Puja mendesah kecil melihat tingkah Josh yang pura-pura tak mengerti. Lelaki itu tak lihai membohongi siapa pun. "Sudah berapa lama kau mengenalnya?"

"Maksudmu, aku dan Freya?"

Gadis itu hanya mengangguk kecil.

"Sehari sebelum aku bertemu denganmu."

Sekali lagi, Puja merasa geli mendengarnya. "Kau bercanda?"

"Memangnya kenapa?"

"Wajahmu saat ini menyiratkan sebuah perasaan kehilangan yang mendalam. Kau seperti ditinggalkan seseorang yang seumur hidup selalu bersamamu," Puja memberi jeda sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan, "kau menyukainya sejak pandangan pertama?"

Kedua bola mata Josh membulat. "Tidak. Aku bahkan tak pernah berpikir ke arah sana."

"Lalu, rasa kehilangan yang kau rasakan ini, apa dasarnya?"

Awalnya, Josh hanya mengedikkan bahu. Ia tak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Tapi, Josh menyadari ada hal yang aneh. "Aku hanya merasa kalau dia begitu familier. Aku merasa pernah mengenalnya, tapi, entah di mana. Bahkan kami baru bertemu dua hari yang lalu."

"Kalau kata orang zaman dulu, seperti dé javú?"

Josh hanya menatapnya tanpa mengeluarkan kalimat apa pun.

"Kau tahu, aku bersyukur masih ada manusia berjenis kelamin laki-laki di Bumi ini," ujar Puja tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. "Kau ingin tahu alasannya?"

Sejujurnya, Josh sedang tidak berselera untuk membahas apa pun. Ia hanya ingin terus berjalan, mencari kendaraan, menemukan orang lain yang masih hidup, dan sisanya adalah berharap bisa kembali bertemu dengan Freya. Tapi, ia juga tidak boleh egois. Ia memutuskan untuk menemani Puja menuju tempat yang katanya paling aman.

Jadi, Josh hanya membalas, "Kenapa?"

"Ketakutanku selama ini adalah menjadi manusia terakhir di Bumi. Tapi, setelah melihatmu, aku tahu kalau Semesta belum berakhir." Puja menarik sebuah senyum di bibirnya. "Aku merasa kalau aku punya masa depan, Bumi ini masih bisa diselamatkan."

"Apakah yang kau maksud adalah bergenerasi?"

Puja menatap ke arah sembarang, seakan merasa malu karena Josh mengetahui apa yang ada di kepalanya. "Ya, bukankah menciptakan kehidupan adalah dengan memiliki penerus?"

"Apakah kita harus membicarakan hal ini sekarang?" Josh tak sadar kalau suaranya sedikit meninggi. "Sebenarnya apa tujuanmu? Di mana tempat yang paling aman itu berada?"

Ada jeda cukup panjang yang diambil Puja untuk tidak menjawab pertanyaan itu lebih awal. Ia berhenti melangkah. Menatap baik-baik kedua bola mata hijau gelapnya yang menyerupai zamrud, lalu akhirnya menjawab, "Untuk apa kau ada di sini jika kau tak mempercayaiku?"

"Bukan begitu, aku hanya——"

"Tempat yang paling aman itu ada. Kalau kau percaya padaku, tak seharusnya kau mempertanyakan itu berkali-kali."

"Puja," panggil Josh dengan suara lembut. "Aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya memastikan kalau kau masih memiliki tujuan yang sama."

Dengan tangan kanan, gadis itu menyentuh pundak Josh dan berkata, "Kau bisa kembali padanya. Aku hanya butuh orang yang mempercayaiku. Kalau kau tak memiliki itu, pergilah. Aku tidak akan berusaha mempertahankan orang yang tidak ingin tinggal bersamaku."

"Ini bukan pilihan. Kau, atau pun Freya, kalian berdua adalah orang asing yang baru kutemui. Sekarang aku ada di sini bersamamu, itulah takdir yang harus aku jalani. Aku tak pernah menaruh kalian berdua dalam posisi yang berseberangan. Hanya saja, masing-masing dari kita memiliki cara yang berbeda untuk mencapai tujuan itu. Karena pada dasarnya, kita hanya ingin Bumi kembali. Itu saja. Semoga kau memahaminya," jelas Josh, sesaat sebelum akhirnya kembali berjalan memimpin, menyisakan Puja Gupta yang masih terpaku di tempatnya sembari mencerna kalimat itu baik-baik.

...*...

...GUBERNUR DKI JAKARTA DINYATAKAN POSITIF NYXOROVIRUS...

JAKARTA TIMUR, GELORA.com - Gubernur DKI Jakarta ——Taruna Sanjaya mengalami kelelahan dan kesulitan bernapas ketika terpapar virus Nyxoro, demikian keterangan sumber dari Gedung Dewan.

Berdasarkan laporan setempat, kondisi gubernur itu nampaknya lebih serius setelah dia dipindahkan ke rumah sakit.

Kepada wartawan Gelora, pejabat senior anonim Gedung Dewan itu mengungkapkan bahwa "terdapat kekhawatiran" ketika Taruna didiagnosa positif Nyxoro.

...-...

Selembar kertas koran itu dimasukannya ke dalam saku, bergabung bersama sebuah kunci mobil Pajero Sport berwarna hitam yang baru ia temukan.

Freya keluar dari mobil dan mengelap bagian kacanya dengan baju bekas yang ia temukan di bagasi.

Matahari semakin terik. Udara semakin panas. Ia hanya menghabiskan satu botol air mineral selama enam jam terpisah dari Josh dan Puja. Lelah tak pernah hinggap dalam dirinya. Kini ia bahkan merasa jauh lebih baik daripada saat bersama orang lain.

Dan, satu lagi. Hari ini ia sangat beruntung. Selain mendapat kendaraan yang masih berfungsi, ia juga menemukan beberapa senjata dan pakaian yang masih layak pakai di dalam mobil——meskipun isinya adalah pakaian laki-laki.

Merasa kaca mobil bagian depan cukup bersih, Freya pun masuk dan menghidupkan mesinnya. Deru mobil itu terdengar sedikit kasar, tapi jauh lebih baik daripada ia harus berjalan kaki semalaman suntuk.

Freya tidak tahu ke mana jalanan ini berujung. Tapi ia akan mencoba menaklukan segala hal asing dan ancaman yang mungkin saja jauh lebih buruk daripada saat di negaranya sendiri. Gadis itu mengikat rambutnya ke belakang, cukup tinggi dari biasanya. Ransel besarnya ia letakan di kursi sebelah, beban delapan kilogram yang seharian berada di pundaknya kini hilang untuk sementara waktu. Freya menginjak pedal gas, mulai mengemudi meskipun sedikit kaku karena stirnya berada di kanan.

Namun, kurang dari sepuluh meter mobilnya melaju, tahu-tahu saja ia mendengar suara angin mendesis. Mobil yang ia naiki sedikit oleng ke kiri. Freya mengendalikan stirnya agar tidak menabrak trotoar, tapi sepertinya ada yang salah di belakang sana. Ia melirik kaca spion, menemukan ban mobil belakangnya bocor karena ada sebuah anak panah yang menancap.

Di waktu yang bersamaan, seorang pemuda tahu-tahu saja keluar dari sebuah bangunan dan melompat ke tengah jalan. Freya yang terkejut dengan aksi itu pun segera menginjak pedal rem sekuat-kuatnya hingga tubuhnya terdorong ke belakang. Ada bunyi cekit ketika mobilnya berhasil berhenti, sejengkal di hadapan pemuda itu.

Dengan gerakan kasar, Freya mengambil Revolvernya dan keluar dari mobil untuk menghadapi pemuda itu. Freya balik menodongnya. Kedua bola matanya berkilat penuh amarah. "Apa yang membuatmu berani menghalangi jalanku, hah?"

Pemuda berwajah oriental itu menyeringai, tapi sebuah pistol di genggamannya masih begitu kuat. "Coba kau ulangi pertanyaanmu," katanya, dalam Bahasa Inggris yang kurang fasih. Dari sanalah Freya tahu kalau pemuda itu adalah pribumi.

Tidak ada busur dan anak panah yang Freya temukan di pemuda itu. Ia mengernyit sejenak, menoleh sekeliling. Dan tak lama kemudian, Freya mendapati seorang pemuda lain yang lebih tinggi dan dengan wajah yang lebih asing. Mata dan rambutnya kecokelatan, hidung mancung, serta rahang yang kokoh. Berbeda dengan pemuda pertama yang menghadangnya, dia sepertinya memiliki darah campuran. Dan pemuda itu membawa busur beserta beberapa anak panah yang masih tersimpan di balik punggungnya.

"Kau pikir aku takut dengan kalian berdua?!" Freya mulai menaikkan nadanya. Ia tidak suka melihat laki-laki bermain keroyokan. Bukan karena ia merasa lemah, tapi, justru pemuda-pemuda itulah yang terlihat tidak jantan.

"Ga, harus kita apakan dia?" tanya pemuda pertama kepada pemuda kedua.

Lalu, si pemuda kedua membalas dengan suara baritonnya, "Bawa dia hidup-hidup."

[...]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!