19 | Silver Chip

...July 16, 2080...

...Jakarta, Indonesia...

.........

"Kau merindukanku?"

"Ya, aku sangat merindukan tempurung kepalamu!" balas Eartha sembari memukul kepala Genta dengan dayungnya.

"Aw! Sialan!"

Eartha berjalan tertatih menaiki tangga dan meletakkan ranselnya di atas lantai begitu saja. Genta pasti akan paham bahwa ia harus membawanya meski tanpa perintah.

Di belakangnya, Matt dan Benz berjalan dengan wajah lesu. Mereka sangat kelelahan hingga merasa tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan pagi ini.

"Semua baik-baik saja?" sambut Gara saat melihat Benz tiba di tempat itu. Keduanya saling menepuk bahu, pertanda bahwa semuanya tetap aman dan terkendali.

Benz melihat ada banyak orang yang sudah menunggunya, bersiap untuk kembali mencari tempat yang lebih aman daripada Jakarta. Dan ia menemukan dua wajah baru yang tengah terduduk di sana. Seorang laki-laki bule dan seorang perempuan dari Negeri Bollywood.

"Oh, kenalkan. Itu adalah Puja dan Josh," ujar Genta setelah selesai membantu Eartha untuk beristirahat dan mengamankan ranselnya. "Dan, kenalkan juga ini Benz, itu Eartha, dan jagoan yang satu ini adalah Matt. Kuharap kita semua bisa bekerja sama dengan baik," imbuhnya.

Sekarang ada sembilan orang yang berada di ruangan itu. Masing-masing dari mereka tengah menyelami pikirannya sendiri. Benz memutuskan untuk duduk di sebelah Josh, meminum air meneral dengan sangat rakus, dan beristirahat di sana. Nam Kyu yang melihat rekan-rekannya tampak lelah akhirnya memilih untuk memberikan sebuah vitamin kepada mereka. "Bagus untuk otot-ototmu," katanya saat menyodorkan sebotol kecil cairan berwarna lime.

Setelah beberapa menit beristirahat, Gara akhirnya berdiri di tengah-tengah mereka dan akan memberikan instruksi untuk perjalanan mereka selanjutnya.

"Kita sudah punya tiga perahu karet. Satu perahu berisi tiga orang. Aku, Freya dan Puja di perahu pertama. Benz, Nam dan Matt di perahu kedua. Genta, Eartha dan Josh di perahu ketiga," jelas Gara tanpa basa-basi.

"Kemana kita akan pergi?" tanya Genta, merasa kalau sahabatnya yang satu itu belum membicarakan apa-apa dengannya mengenai perjalanan ini.

"Ke arah utara. Berharaplah di tengah jalan kita bisa menemukan kendaraan darat agar lebih cepat ke sana."

"Menuju Laut Jawa?" sahut Benz tampak tak yakin.

Gara mengangguk. "Iya, kita cari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dan berlayar menuju Kalimantan."

"Tapi, Ga, Indonesa saat ini semuanya rentan. Tidak bisakah kita pergi ke tempat yang lebih aman?" Benz cukup paham dengan kondisi alam di Indonesia sehingga ia bisa dengan percaya diri menyampaikan pendapatnya.

Belum sempat Gara memberikan tanggapan, Freya berdiri di tempatnya. "Seseorang pernah berkata padaku kalau Indonesia adalah tempat yang paling aman. Aku sendiri tak yakin dengan pendapat itu. Tapi mungkin dia memiliki alasannya," ucap Freya diakhiri dengan lirikan tajam ke arah Puja yang duduk setia di sisi Josh.

Merasa tertantang, gadis itu berdiri. Puja menyelipkan anak rambutnya yang menghalangi pandangan ke belakang telinganya dan menatap orang-orang di sekelilingnya satu per satu. Ia menghela napas sejenak, saat tahu kalau dirinya telah menjadi pusat perhatian. "Aku tidak pernah berkata kalau Indonesia adalah tempat yang paling aman. Tapi aku yakin, tempat yang paling aman berada di Indonesia," katanya, masih menatap Freya dengan mata nyalang.

Mendengar kalimat itu, Eartha adalah satu-satunya orang yang tertawa hambar. "Tunggu, apakah hanya aku saja yang tidak mengerti kalimatmu barusan?"

Puja tersenyum sinis. Ia tahu kalau gadis itu tidak menyukai kesan pertama pertemuannya. Tapi ia tidak peduli. "Tempat yang paling aman yang aku maksud bukanlah perihal negara atau suatu wilayah, melainkan seseorang. Aku tahu kalau di tempat ini telah dilahirkan seseorang yang bisa membawaku ke tempat yang paling aman. Dan aku sedang mencarinya."

Semua orang mengernyit bingung, kecuali Josh yang sudah mengetahui kebenarannya, dan Freya yang sudah cukup muak dengan segala kalimat yang keluar dari mulut gadis itu.

"Tidak ada manusia lain yang masih hidup selain kita," timpal Genta, merasa bahwa dirinya telah berkeliling Indonesia untuk menemukan manusia lain.

Puja merogoh sesuatu dari tas kecilnya, mengeluarkan sebuah chip berwarna perak dan menunjukkannya pada semua orang. "Kalau begitu, mungkin salah satu di antara kalian bisa menggunakan ini."

Spontan, Genta berjalan menghampiri Puja dan melihat benda apa yang ditunjukkan olehnya. Setelah melihat benda itu, Genta melirik sahabatnya, "Aku tahu siapa yang bisa menggunakan ini."

...*...

Ini membingungkan.

...

...

Gara diam sejenak, membuat rekan-rekannya ikut termenung dan menunggu.

"Apa yang terjadi?" tanya Puja yang duduk di sampingnya, mengamati Gara dengan seksama.

Gara sendiri masih belum bisa menjelaskan apa-apa. Chip itu membuat laptop-nya eror. Pasti ada banyak sekali data yang tersimpan dalam chip itu, yang pasti membutuhkan komputer dengan keadaan baik dan jaringan yang masih hidup. Gara memutar kepalanya, melihat deretan orang yang berdiri setia di belakangnya, menunggu berita baik atau buruk yang mungkin saja didapatkan dari pengamatannya.

"Benz, di mana kita bisa mendapatkan jaringan yang baik?" tanyanya, selalu lugas dan dingin.

Benz sendiri tidak cepat menjawab. Ia tengah menggali informasi di dalam memori otaknya. "Hmm, aku tak yakin dengan Benua Asia. Sejak tahun 2072, kita sudah tidak bisa mengakses internet."

"Bagaimana dengan Texas?" Tiba-tiba saja Josh menyahut, membuat Gara meliriknya tanpa menggerakkan kepala. "NASA memiliki kecepatan intranet 91 Gbps dengan menggunakan jalur khusus antara SC13 di Denver dan fasilitas Goddard di Maryland."

Seketika, Benz membelalakkan kedua bola matanya. "Bukankah itu hanya mitos?"

"Tidak, percobaan itu benar-benar terbukti. NASA melakukan berbagai―"

"Maksudku, NASA; apakah itu benar-benar ada?"

"Kau bercanda? NASA didirikan pada tahun 1958 dan masih bekerja hingga tahun 2060."

"Apa yang bisa kita harapkan dari bangkai bangunan yang sudah tidak berfungsi selama 20 tahun?" timpal Gara, yang akhirnya membalikan tubuh dan menatapnya dengan cukup intens.

Kedua pemuda itu saling berpandangan. Josh tahu kalau idenya cukup gila. Perjalanan dari Jakarta menuju Texas bukanlah hal yang mudah. Belum lagi rintangan yang harus mereka lewati untuk menuju kesana. Josh sendiri tidak bisa memastikan apakah di tempat itu bisa menemukan apa yang mereka butuhkan. Tapi, hanya ide itulah yang mampu Josh sampaikan untuk saat ini.

"Kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa kita temukan di sana kalau kita tidak pernah mencoba," Matt bersuara.

"Jarak Jakarta ke Texas bukan hanya sejengkal, Matt. Kita tidak bisa menghabiskan banyak waktu untuk mencoba sesuatu yang tidak pasti," balas Genta.

"Apa kau takut kalau ada seseorang yang lebih pantas memimpin kita selain Gara?" Matt menatap pemuda gagah itu dengan sinis, lupa bahwa karena Gara lah ia masih ada di sini sekarang.

Eartha menarik bahu Matt pelan, berusaha menghentikannya. "Matt, apa yang kau katakan?"

"Gara tidak pernah mendengarkan pendapat orang lain, kecuali teori-teori Benz. Kita selalu mengikuti perintahnya. Aku hanya merasa kalau dia terlalu egois."

Cemas, Genta harus melakukan hal lain untuk menahan Matt agar tidak asal bicara. "Matt, ada yang salah dengan kepalamu. Lebih baik kau―"

Gara maju selangkah, ia mendekat dan menatap Josh lebih tajam dari sebelumnya. "Kita akan pergi kesana. Tapi pastikan tour guide kita memiliki psikologi yang baik."

"Ga, kau yakin?" Genta sedikit ragu dengan keputusan rekannya. Tapi ia juga tidak bisa berbuat banyak.

"Jangan tanyakan hal itu padaku. Aku bukan pemimpinmu. Seharusnya kau tanyakan itu pada seseorang yang lebih tahu Amerika."

...*...

Texas adalah negara bagian terbesar kedua di Amerika Serikat setelah Alaska berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah, dan negara bagian terbesar di wilayah daratan utama Amerika Serikat.

Texas memiliki julukan "Lone Star State" untuk menandai Texas sebagai republik yang merdeka dan bukti perjuangan negara bagian ini untuk mencapai kemerdekaan dari Meksiko. "Lone Star" hingga saat ini masih dapat dilihat pada bendera dan lambang Texas.

Kantor pusat NASA sendiri terletak di Houston (pengucapan bahasa Inggris: [ˈhjuːstən]), yakni kota terbesar keempat di Amerika Serikat dan kota terbesar di negara bagian Texas.

Untuk mencapai Kota Houston, butuh waktu sekitar 26 jam perjalanan melalui udara. Belum lagi ancaman cuaca buruk, kendala-kendala di luar rencana, dan hal-hal lain yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

"Apakah dia memang pemimpinnya?" tanya Josh dengan nada polos, pada Genta dan Eartha yang belum bertengkar sejak terakhir kali meninggalkan Gereja. Josh memandangi punggung Gara yang terhalang oleh perahu karet yang dinaiki Benz. Tapi ia dapat melihat garis tubuh pemuda itu yang begitu kokoh dan proporsional, tiada cacat.

Di depannya, Genta menoleh sembari terus mendayung. "Kami tidak pernah mendeklarasikannya secara resmi, tapi karena dialah kami semua bisa berkumpul sampai sekarang."

"Aku tidak bermaksud ingin menggantikan posisinya. Aku hanya―"

"Jangan terpengaruh oleh Matt, dia hanya anak remaja yang belum bisa mengontrol ucapannya," potong Genta, tak ingin perjalanan ini terasa canggung hanya karena Josh terus-menerus mengungkit masalah tadi.

Akhirnya Josh memilih diam. Ia mengalihkan pandangan pada sekelilingnya; pada bangkai-bangkai mobil yang hanya terlihat bagian atapnya saja, pada pohon-pohon tumbang yang mengapung di antara bangunan-bangunan hancur. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, takut kalau di esok hari ia tak bisa menikmatinya lagi, takut kalau detik ini adalah kali terakhir dirinya melihat dunia yang sudah porak-poranda.

Di sisi lain, tak jauh berbeda dengan Josh, Freya juga hanya bisa terdiam dalam pikirannya sendiri. Ia sangat tidak bersemangat. Bukan karena kepalanya masih terasa pening dalam beberapa waktu, melainkan karena keberadaan Puja Gupta yang membuat mood-nya hancur.

Sejak tadi, Puja mempertanyakan banyak hal pada Gara, mengajaknya mengobrol, berbagi cerita, dan bertukar pendapat. Meski Gara lebih banyak mendengarkan daripada bicara, Puja tak kenal lelah untuk mencairkan suasana dengannya. Seakan-akan hanya mereka berdualah yang ada di perahu itu, seolah-olah eksistensi Freya tidak ada gunanya.

"Gara, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," kata Puja setelah menyelesaikan ceritanya mengenai sejarah pertemanan India dan Indonesia.

Tanpa menoleh, Gara membalas, "Kau sudah mempertanyakan banyak hal. Mulutmu pasti lelah, lebih baik kau gunakan tanganmu untuk bekerja." Gara tahu kalau sejak tadi Puja tidak menggunakan dayungnya, ia hanya membiarkan benda itu berada di atas pahanya dan terus mengoceh.

Melihat punggung Freya yang tampak rapuh berada di depannya, Gara merasa kalau keadaan gadis itu tak cukup baik. Matahari bersinar sangat terik, pasti panasnya membuat Freya pusing. "Freya, bagaimana keadaanmu?"

Diam, Freya tidak melakukan apapun selain terus menatap pemandangan di hadapannya. Ia bahkan memeluk kedua lututnya dan mengedarkan matanya pada kekacauan di kota ini.

"Jika kau merasa lelah, kau bisa berbaring," imbuh Gara, meski tahu kalau Freya tidak akan membalasnya.

"Sudahlah, Gara. Dia pasti baik-baik saja. Dia adalah perempuan paling kuat dan tak terkalahkan. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya," sahut Puja yang masih saja bandel dengan tidak menuruti perintah Gara.

Spontan, Gara menoleh ke belakang, menatap Puja dengan sorot mata tajam dan dinginnya. "Aku lebih mengkhawatirkanmu. Seharusnya kau bisa menjaga mulutmu dengan baik. Jangan sampai aku yang membuatnya berhenti bicara."

Puja membulatkan kedua bola matanya, tidak menduga kalau Gara akan mengatakan hal itu dengan sangat dingin dan tanpa perasaan.

Akhirnya, Puja diam.

Sementara di perahu karetnya yang lebih kecil dari yang lain; di tengah-tengah banjir yang meluas, Matt mendayung dengan begitu fokus dan tak banyak bicara seperti biasanya. Perubahan itu membuat Benz cemas.

"Matt, are you okay?"

Sedikit terkejut, Matt spontan menoleh ke belakang. Ia menemukan Benz dan Nam yang tengah memerhatikannya sejak beberapa menit yang lalu.

"Yeah, I'm okay. Why?"

"Sekarang kau sedikit pendiam. Kau ingin bermain tebak-tebakan?"

Matt kembali melihat ke depan dan masih mendayung. Ia menggeleng kecil, mungkin Benz tidak melihatnya.

Tepat di belakangnya, Nam menepuk pundak anak itu pelan dan halus. Ia memberikan beberapa gerakan seperti memijat dan menepuk-nepuknya beberapa kali. "Kau lelah? Aku punya air gingseng jika kau mau."

"Tidak, terima kasih," balasnya lesu.

"Kalau begitu, bolehkah aku bernyanyi?"

Matt melirik dengan ujung matanya, tak mengerti mengapa tiba-tiba perempuan Korea itu menawarkan diri untuk bernyanyi.

Dan tanpa persetujuan siapa pun, Nam mulai mengeluarkan suara lembutnya dengan nada-nada yang begitu indah dan pas.

♪ I don't have anything

I have no meaning...

Di belakangnya, Benz sedikit memiringkan kepalanya agar bisa melihat bagaimana ekspresi Nam saat ia bernyanyi.

Come see my sadness

And all my weakness...

Gadis itu memejamkan kedua matanya, seakan menikmati setiap syair yang ia ucapkan, mendalami setiap nada yang ia lirihkan.

I want to end myself

This world will end

But suddenly, ooh

You come into my life

Like sunshine in the darkness, darkness♪

Tepat ketika Nam berhasil menyelesaikan bait itu, ia membuka mata, menemukan semua orang tengah menatapnya dengan berbagai ekspresi yang membingungkan.

Benz dan Matt yang tampak kagum. Josh, Genta, dan Eartha yang terdiam karena bingung. Puja yang terlihat datar-datar saja. Serta Freya dan Gara yang seketika berhenti mendayung, memilih untuk memandangi gadis itu dengan begitu dalam.

Hingga Nam merasa tidak percaya diri karenanya. "Suaraku jelek, ya?"

Benz menggeleng keras. "Tidak, suaramu bagus. Suaramu sangat bagus."

"Tapi kenapa Freya menatapku seperti itu?" bisiknya dengan wajah cemas.

"Bukan hanya Freya, Gara juga menatapmu dan menghentikan aktivitasnya," imbuh Matt, semakin membuat Nam bingung sekaligus takut salah. "Lagu apa yang kau nyanyikan?"

"Aku... aku tidak tahu. Lagu itu selalu ada di dalam kepalaku, tanpa tahu siapa penyanyi dan judul lagunya."

"Pasti ada hubungannya dengan mereka."

[...]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!