08 | Dangerous

...July 15, 2080...

...Jakarta, Indonesia...

.........

Pada tahun 2030, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang awalnya disebabkan oleh merosotnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Depresiasi Rupiah tersebut disebabkan oleh efek berantai gejolak nilai tukar mata uang India, Rupee, yang dipicu oleh serangkaian aksi spekulasi.

Nilai tukar Rupiah yang merosot bahkan hingga 85% tersebut mengguncang korporasi yang memiliki pinjaman dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan karena nilai utangnya membengkak.

Di saat yang bersamaan, dunia mengalami krisis kesehatan yang disebabkan oleh pandemi virus Nyxoro. Lebih dari 200 negara terkena dampaknya, termasuk Indonesia. Jutaan orang meninggal karena virus tersebut, sisanya gugur dalam Perang Dunia III.

Krisis ekonomi saat itu mengakibatkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Menurut data Bank Indonesia, jumlah pengangguran penuh dan pengangguran tidak penuh mencapai 20 juta orang sepanjang tahun 2030.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 25,6% sepanjang tahun 2030. Inflasi melonjak hingga 80% atau tertinggi dalam beberapa puluh tahun terakhir. Tahun 2030 adalah salah satu periode terburuk dalam sejarah Indonesia modern.

Kemudian, di tahun berikutnya, Indonesia dan India melakukan berbagai cara untuk kembali pulih dari krisis yang sangat berpengaruh pada stabilitas kehidupan di dua negara tersebut. India mengajukan diri untuk membuat serangkaian kerja sama, yang segera disetujui oleh pemerintahan Indonesia.

Berbagai perjanjian dilakukan secara terbuka dan bersifat kooperatif, yang berfokus pada pemulihan perekomian negara. Bertahun-tahun, Indonesia dan India menjalani kerja sama dalam beberapa aspek yang menumbuh-kembangkan nilai mata uang.

Sekiranya tiga tahun setelah krisis itu, kedua negara mencapai stabilitas perekonomian di mata dunia. Akan tetapi, virus Nyxoro belum menemui titik terang. Beberapa negara yang sudah menemukan vaksin mengalami bencana alam, seperti gunung meletus, gempa, tsunami, dan badai hebat. Perkotaan mulai tergerus, laut semakin melebar, sementara manusia mulai tak bisa mengendalikan alam.

Akhirnya, Bumi tetap hancur seiring berjalannya waktu. Dari tahun ke tahun, populasi manusia semakin menipis. Dan oleh karena itulah warga India berbondong-bondong untuk bermigrasi ke Indonesia, dengan alasan yang sedikit tak masuk akal.

"Hanya karena Indonesia belum mengalami banyak bencana, bukan berarti tempat ini tak akan hancur, 'kan?" tanya Josh di sela-sela cerita yang disampaikan Puja sepanjang jalan.

Awalnya, mereka mengalami kecanggungan yang luar biasa menyiksa berkat tingkah bodoh Puja tadi pagi. Josh sempat diam saja dan tak bicara sepatah kata pun. Tapi, Puja berhasil memecah hening dengan menceritakan sebuah kisah yang terjadi di Indonesia dan India dulu. Alhasil, dengan penuh ketertarikan, Josh akhirnya mau bicara.

Puja menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, menatap pemuda di sampingnya yang tak terlihat lelah——sementara ia sendiri sudah merasa pegal-pegal. "Ya, itu benar. Tapi kami percaya, Indonesia memiliki keberuntungan yang tak akan ada di negara lain. Sejak bangkit dari krisis itu, India menganggap Indonesia sebagai saudara 'penyihir' yang baik."

"Itu sebabnya kau rela melakukan apa pun untuk datang ke sini?"

"Bisa dibilang begitu," jawabnya datar. "Tapi, itu bukan satu-satunya alasan yang kumiliki. Bukankah aku sudah memberitahumu perihal ini?"

Josh masih ingat mengenai pria yang menyuruh Puja untuk pergi ke Indonesia, tentang 'tempat yang paling aman', serta mengapa Puja begitu bersikukuh untuk menemukan apa yang ia cari. Tapi, jujur saja, Josh masih tidak mengerti dengan semua ini.

"Siapa pria yang menyuruhmu itu?" tanya Josh akhirnya. Ia sebenarnya tidak berharap akan mendapatkan jawaban yang jelas dari gadis itu, mengingat Puja selalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain dan pandai berkelit.

Tapi, kali ini rupanya Puja berbaik hati untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia berhenti sejenak ketika mereka melewati sebuah kantor pos dengan bangunan berwarna oranye tanpa atap. Lalu, Puja berkata, "Seorang pria berkulit putih, matanya biru dan hidungnya mancung. Dia menolongku saat aku hampir jatuh dari jembatan."

"Kau tahu namanya?"

"Samuel Hall."

Mendengar nama itu, Josh merasa telinganya berdenging, tubuhnya dingin seketika. Ia tidak tahu ada berapa banyak nama Samuel Hall di Bumi ini, tapi tetap saja, ingatannya lari ke sebuah memori tentang pria paling berjasa dalam hidupnya.

Meski Josh merasa terguncang setelah mendengar nama itu, ia mati-matian menahan diri agar tidak terlihat terkejut. "Kapan kau bertemu dengannya?"

"Tiga hari sebelum aku bertemu denganmu," katanya.

"Lalu di mana dia sekarang?"

"Aku tidak tahu. Dia pergi meninggalkanku menggunakan sebuah helikopter."

"Mengapa dia tidak mengajakmu pergi?"

Puja menghela napas, merasa sedikit tertekan karena Josh terlalu cepat memberikan pertanyaan. "Aku tidak tahu, Josh. Dia hanya berkata kalau ada tempat yang paling aman, dan aku harus pergi ke Indonesia untuk menemukannya."

"Berapa usianya?"

"Fifty-something," jawabnya setelah menimbang-nimbang. "Tingginya hampir sama denganmu. Dia memiliki rambut brunette dan freckles di wajahnya."

Josh merogoh sesuatu di saku ranselnya, mengeluarkan sebuah dompet berwarna cokelat yang sudah mulai pudar. Dia kemudian mengambil selempar foto yang menampilkan potret dua orang laki-laki tengah berdiri bersebelahan. Josh menunjukkannya pada gadis itu. "Bagaimana dengan pria ini?"

Mata Puja membelalak ketika melihat Josh dan pria itu berada dalam satu potret yang sama. "Benar, ini adalah pria yang menemuiku. Kau mengenalnya?"

Ada sesuatu yang menghantam kepala Josh, seperti sebuah ketidakselarasan antara realita dan pikirannya. "Ya, dia meninggal sekitar 10 hari yang lalu."

"What the f—"

"What the ****, right?" potong Josh sembari memasukan kembali foto itu ke dalam dompetnya. "Aku sudah mengubur sisa-sisa tubuhnya di halaman base camp kami. Bahkan aku sendiri yang menaburkan bunga dan menyanyikan lagu kematian untuknya. Aku masih belum bisa melupakannya."

"Tunggu, apa maksudmu dengan sisa-sisa tubuhnya?"

"Samuel Hall diterkam seekor singa, dan aku melihatnya sendiri," balas Josh dengan pandangan kosong. Ia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas peristiwa itu.

Puja menatap Josh lekat-lekat, bersimpati atas kematian pria itu. Tapi ada yang lebih penting dari sekedar menghibur Josh yang sedang bersedih. "Menurutmu apakah mereka adalah orang yang sama?"

"Kau percaya kalau seseorang yang sudah mati bisa hidup kembali?"

Diam, Puja tak menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan selogis itu. Ia akhirnya memilih bungkam. Sementara Josh sendiri tampaknya sangat terdistraksi dengan kenyataan ini.

Namun ketika keduanya sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing, menyelami setiap hal yang mengganggu akses otak mereka untuk berpikir jernih, tiba-tiba saja tanah yang mereka pijak bergetar. Tubuh mereka hilang keseimbangan dan keduanya segera bergerak ke tempat yang lebih luas, menghindari bangunan yang mungkin saja bisa menimpa mereka.

"Pegang tanganku," kata Josh sembari menyodorkan sebelah tangannya.

Dengan cepat, Puja segera merengkuh tangan kokoh itu dan mengikuti langkahnya ke arah utara—menuju sebuah lapangan tenis terbuka yang gerbangnya sudah roboh.

Mereka melihat rumah-rumah mulai runtuh, tanah retak, serta tiang-tiang listrik tumbang menimpa bangunan di sebelahnya.

Gemuruh itu membuat kaki mereka gemetar. Jantung memompa dengan begitu cepat, mengambil alih segala keberanian dan ketangguhan yang mereka miliki.

Dua menit setelahnya, gemuruh itu mereda, gempa berhenti secara perlahan. Dan Puja kini tengah berjongkok dengan sebelah kaki yang mendadak kram.

"Kau tak apa?" tanya Josh, melihat Puja yang meringis pelan.

"Aku tak bisa menggerakkan kakiku."

Josh menunduk. Ia memegang kaki Puja dan menariknya pelan-pelan. "Coba luruskan. Sepertinya ada yang salah dengan syaraf di kakimu. Ini akibat dari luka tembakan, tapi untungnya tidak terjadi pendarahan lagi. Sekarang kau duduk, kakimu harus berada lebih tinggi dari jantungmu."

Puja melakukan apa yang disuruh pemuda itu tanpa komentar.

"Kau tahan, ya. Mungkin ini akan sedikit sakit," titah Josh, kemudian mengangkat sebelah kaki Puja dan memijatnya perlahan di bawah lututnya.

"Aw!" pekiknya keras.

"Tahan, ini akan membantu peredaran darahmu."

"Aku tak tahu kau pandai memijat," kata Puja sembari menyeringai jahil.

Josh tak membalas ucapan itu, ia beberapa kali mengurut kaki Puja dan menariknya. Setelah itu, Josh menurunkannya perlahan. "Coba kau gerakan."

Patuh, Puja berdiri dan menggerakkan kakinya dengan sedikit hati-hati. "Whoa, good job, Boy!" Puja tersenyum lebar. Ia melangkah ke kanan dan ke kiri, memeriksa setiap gerakan kakinya dengan baik, dan pekerjaan pemuda itu benar-benar berhasil. "Bolehkah aku memelukmu?" tanya Puja setelah memastikan kalau kakinya bisa kembali berjalan.

Hal pertama yang dilakukan Josh pada saat itu adalah mengerutkan dahi. Ia belum sempat memberikan izin apa pun, saat tahu-tahu Puja sudah menghambur ke dalam dadanya. Gadis itu memeluknya erat, memberikan efek hangat dan menyatukan dua detak jantung mereka.

"Thanks a lot, Joshua!"

...*...

Sagara Danuja mengumumkan kepada rekan-rekannya kalau mulai hari ini mereka resmi meninggalkan base camp.

Hal itu tentu saja mengundang pro dan kontra.

"Ini di luar rencana, Ga. Kau tidak boleh mengubah kesepakatan kita," protes Genta saat mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah toko roti yang semua pintu kacanya pecah akibat gempa tadi.

Gara sedang duduk di atas kap mobilnya. Genta berdiri di hadapannya dengan kedua tangan berkacak pinggang. Freya duduk di atas trotoar sembari memangku ranselnya, tak berkata apa pun sejak turun dari mobil. Sementara Benz berdiri di dekat tiang penyangga toko yang kawat-kawat besinya sudah terlihat sebagian. Sisanya adalah Matt dan Eartha yang sibuk mencari bekal makanan di dalam toko.

"Genta, dengarkan aku. Dalam kurun waktu satu minggu, tempat ini mungkin sudah rata dengan tanah. Kau ingat Gunung Slamet yang aku ceritakan pada waktu itu? Sekarang adalah masa pergerakan di bawah perut gunung, yang akan mengakibatkan gempa berkekuatan lebih dari 7,0 Skala Richter terjadi dalam tiga hari ke depan," jelas Benz sembari membuka catatan jurnal penelitiannya. "Keputusan Gara untuk pergi dari sini adalah satu-satunya jalan yang bisa kita tempuh. Apalagi yang kau pertimbangkan?"

Dengan sorot mata tak suka, Genta menatap pemuda Manila itu. "Kita belum berkemas. Ada senjata yang aku tinggalkan di sana. Dan kita juga akan kehilangan banyak bekal."

"Senjata dan bekal bisa dicari dalam perj——"

"Aku harus mengambil foto ibuku. Aku tidak mungkin pergi tanpa benda itu," potong Genta dengan suara getir. "Aku akan pergi sendirian kalau kalian tidak ingin kembali."

Mendengar pernyataan bodoh itu, Gara turun dari kap mobil dan menatap pemuda malang yang kehilangan ibunya itu dengan penuh simpati. "Kau tidak akan pergi sendirian. Pakai mobilnya dan ajak yang lain ke base camp. Aku yakin, Matt juga ingin sekali membawa beberapa gundamnya. Kembalilah sebelum petang."

"Lalu, kau?" tanya Benz, berjalan mendekat ke arahnya.

"Aku akan mencari dua orang itu."

"Kami tidak mungkin meninggalkanmu sendirian, Ga." Benz maju selangkah, ia menepuk bahu Gara dan kembali berucap, "Aku ikut denganmu."

Melihat itu, emosi Genta mereda. Ia akhirnya menyetujui keputusannya dan akan bersiap untuk pergi ke base camp.

Setelah mendengar kesepakatan itu, Freya berdiri dan menghampiri tiga pemuda itu dengan langkah lenggang. Ia menyampirkan ranselnya di punggung, menatap Gara, lalu berkata, "Aku yang tahu di mana lokasi terakhir dua orang itu, jadi aku harus ikut."

"Baiklah, kita tak boleh membuang-buang waktu," putus Genta, bergerak masuk ke dalam kemudi. Ia memandang ke arah toko dan berteriak, "MATT! EARTH! WAKTU BERBELANJA SUDAH HABIS!"

...*...

Jaket hoodie hitam, sepatu putih bertali, celana jeans belel yang sobek di bagian lutut, serta busur panah yang bertengger di bahu kokoh pemuda itu benar-benar membuatnya tampak cemerlang siang ini.

Penggambaran sosok Sagara Danuja tak akan ada habisnya. Dia adalah makhluk paling elusif yang pernah dilihat Freya seumur hidupnya.

"Tatapanmu bisa membuat punggungnya berlubang, Freya," celetuk Benz tiba-tiba, kala mereka melangkah di arah utara Jalan Pintu II Raya. Posisi mereka yang sejajar membuat Benz bisa lebih leluasa mengamati setiap objek yang dilihat oleh gadis itu. Sementara Gara sendiri sedang berjalan memimpin di depan mereka.

Freya yang awalnya tak ingin menimpali ucapan itu, pun akhirnya melirik dengan sudut matanya. Ia membandingkan wajah oriental kedua pemuda itu. Cukup signifikan perbedaan ras di antara Gara dan Benz. Meskipun mereka sama-sama berasal dari Asia, tapi keduanya memiliki keunikan masing-masing. Kulit Benz lebih terang dari Gara dan Genta. Tapi juga tak lebih tinggi dari mereka. Sedangkan Gara memiliki lekuk wajah yang lebih tegas dan proporsional.

"Apa kau keturunan campuran?" tanya Freya to the point.

Benz membulatkan kedua matanya. "How do you know that?"

"Rambut dan kulitmu, juga iris matamu yang lebih terang dari orang Asia kebanyakan."

"Kakek dari Papaku berasal dari Jerman, kemudian menikah dengan nenekku yang asli Filipina. Tapi aku tidak bisa Bahasa Jerman sama sekali."

"Kalau dia, apa yang kau tahu tentangnya?" tanya Freya dengan mata yang mengarah pada pemuda dingin di hadapannya.

Tak cepat membalas, Benz justru tersenyum lebar penuh teka-teki. Ia memainkan alisnya, membuat Freya mendengus malas.

Satu menit setelahnya, Benz menjawab, "Sayangnya, tidak ada satu pun di antara kami yang tahu tentang asal-usulnya. Just for your information, he's untouchable, mysterious, a—"

"Jika kalian ingin membicarakan seseorang, setidaknya kalian harus mengecilkan volume suara kalian dan berjarak minimal sepuluh meter."

"—and very dangerous."

[...]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!