Rupanya ada catatan yang ditinggalkan oleh Zareena di dalam kotak cokelat. Sebuah permintaan maaf atas perkataannya pada malam pesta pertunangan.
Tristan cuma tersenyum kemudian mencicipi satu cokelat hasil buatan adik sahabatnya. Manis, sama seperti Zareena. Jika cokelat ini adalah wanita pemarah itu, maka Tristan dengan senang hati memakannya sampai habis.
Telepon genggam men-dial nomor Zareena yang berhasil Tristan dapatkan dari Valdo. Menunggu beberapa saat ketika akhirnya panggilan itu diangkat dan suara merdu Zareena terdengar.
"Siapa?" tanya Zareena.
"Kau memberiku cokelat untuk membujukku?"
"Tristan!" dari telepon suara Zareena terdengar kaget. "Kau sudah mendapat bingkisan dariku? Bagaimana rasanya?"
"Rasanya lumayan, tetapi kita tidak akan membahas itu. Kau kira dengan sekotak cokelat bisa mendapat maaf dariku? Kau bermimpi, Zaree."
"Kupikir sebaiknya aku memang tidak memberikanmu cokelat dan permintaan maaf. Toh, aku tidak bersalah. Kau yang lebih dulu memulainya," ucap Zareena.
"Sekarang kau ingin menarik kata-katamu?"
"Aku telah bersalah karena mengucapkan kalimat yang memang pantas untuk kau dapatkan. Pulang dari pesta aku memikirkan jika hal itu akan membuat harga dirimu terluka ...."
"Harga diriku memang terluka," potong Tristan sebelum Zareena menyelesaikan kalimatnya.
"Aku membuatkanmu cokelat sampai pukul tiga pagi dan meminta Valdo mengantarkannya. Kemudian kau menelepon untuk mengatakan jika maafku tidak kau terima? Kau pikir aku merasa bersalah? Aku akui jika aku menyesal sekarang. Kau memang pria tidak level untuk bersamaku," cerca Zareena.
"Beraninya kau!" hardik Tristan.
"Sayang sekali cokelat nikmat itu harus dimakan oleh mulut yang tidak bisa mengucapkan terima kasih. Sia-sia aku memikirkan harga diri seorang pria karena memang lelaki itu tidak punya harga diri."
"Tutup mulutmu, Zareena!" bentak Tristan.
"Kurasa tidak ada yang penting lagi. Semoga harimu menyenangkan, Tuan Tristan."
Zareena memutus sambungan telepon lebih dulu. Tristan menggeram, giginya bergemelatuk dengan tangan melempar ponsel ke dinding.
"Beraninya dia menghinaku!" murka Tristan.
Ia menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan. Beberapa kali hingga amarahnya sedikit lega.
"Tenang Tristan. Kau harus sabar menghadapi wanita bermulut tajam itu," ucapnya pada diri sendiri. "Sebaiknya malam ini aku bersenang-senang. Aku akan hubungi Stacy. Sudah lama aku tidak bermalam dengannya."
Tristan mencari-cari ponselnya. Ia yakin meletakkan telepon berlayar tipis itu di meja. Namun, sekejap saja gawai itu menghilang dari pandangannya.
Seorang wanita memakai rok selutut dan blazer membuka pintu. Melihat Tristan yang kebingungan, ia mengetuk pintu agar diizinkan masuk.
"Permisi, Tuan," ucap Demi, sekretaris Tristan.
"Oh, masuklah, Demi. Tolong bantu carikan ponselku. Astaga! Telepon itu ada di meja, tetapi menghilang. Tidak mungkin ponsel itu punya kaki, kan?" kata Tristan.
"Tenang, Tuan. Saya akan bantu."
Mencari di sekitar akhirnya, Demi menemukan ponsel itu tergeletak di lantai dengan kondisi layar yang pecah.
"Anda membuat ponselnya pecah," kata Demi.
Tristan memejamkan mata ketika ia sadar telah melempar telepon genggamnya sendiri ke dinding.
"Ini karena gadis itu," kata Tristan.
"Anda ingin ponsel baru, Tuan?"
"Kamu urus itu dan pastikan semua datanya ada di ponsel baru nanti," kata Tristan.
"Baik, Tuan," sahut Demi, lalu meletakkan berkas yang ia bawa ke meja Tristan lebih dulu sebelum keluar.
Tristan meraih cokelat yang diberikan oleh Zareena, ia ambil beberapa batang cokelat, lalu mengunyahnya secara bersamaan. Setidaknya cokelat bisa mengenyahkan rasa marahnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
éwah...marah.. ??
2023-10-28
0
Retno Anggiri Milagros Excellent
jadi pemarah yaaa... 🙏👍😍
2023-10-28
0
Angraini Devina Devina
haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa 🤭🤭🤭😘😘😘😘😘
2023-06-21
1