Memulung Kejayaan
Fragmen 1 : Sang Kayu
Namaku Kai Prayoga. Biasa dipanggil Kai.
Kai pada namaku bukan berasal dari Bahasa Jepang seperti yang disangkakan oleh banyak orang. Melainkan dari Bahasa Sunda yang memiliki arti kayu.
Aku memang hanyalah seorang remaja yang baru berusia 18 tahun. Namun berbeda dengan kebanyakan remaja seusiaku yang hidup tanpa beban pikiran. Diriku tumbuh dan berkembang dalam tempaan kehidupan yang penuh siksa juga hinaan.
Aku hanyalah seorang jelata miskin yang berprofesi sebagai pemulung. Sehingga sangatlah wajar jika dunia yang amoral ini menempatkanku di dasar sistem rantai makanan yang mereka usung.
Kalau bukan karena bimbingan serta perlindungan yang diberikan oleh Kakek Arya dan Bang Bonar, mungkin aku sudah mati jauh-jauh hari. Ditelan oleh kekejaman yang dimiliki oleh dunia yang amoral ini.
Namun...
Kini di atas sebuah kasur kayu yang berada di dalam gubuk tua. Kumenunduk sedih sambil memandangi foto Kakek Arya yang tersimpan di dalam dompet usang milikku.
Aku menggertakkan gigiku guna membendung air mata yang terus menerus mengalir dengan sangat deras. Karena sosok yang selalu melindungi sang kayu agar tidak menjadi arang kini sudah tiada.
...— x —...
Aku menangis dalam kadar tangis yang sama sekali tidak normal. Tangis yang bagiku sungguh tak pantas bagi seorang pria.
Dimana sosok pria menurutku adalah sosok yang diharuskan untuk tetap kuat saat menghadapi segala permasalahan yang ada di dunia. Sang pejantan yang diharuskan untuk menjadi benteng kokoh bagi orang-orang di sekitarnya.
Entah sudah berapa kali kucoba untuk menghentikan aliran air mata. Namun semuanya percuma. Bagiku seorang Arya Prayoga adalah seorang Kakek yang sangat luar biasa. Dia sudah merawat dan membesarkanku dengan sepenuh hatinya.
"Kakek... Kenapa kau tinggalkan aku?" ucapku tak sengaja.
...— x —...
Dalam derai air mata yang tak terputus. Kupandangi tas ransel usang yang kini telah berisikan seluruh bajuku.
Sejak kematian Kakek. Aku telah berubah menjadi pria lemah yang menghabiskan waktu dan energiku hanya untuk bersedih.
Sehingga demi kebaikanku sendiri. Aku memutuskan untuk pergi dari gubuk penuh kenangan ini.
Bagiku, memori yang tergores di dinding gubuk inilah yang menjadi penyebab segala kesedihan yang terus menerus kurasakan.
Setelah melalui pertimbangan yang cukup panjang. Aku berniat untuk mencoba peruntunganku yang baru di Desa Cijagung. Sebuah desa yang berada tak jauh dari Kota Bandung. Kota tempat aku berada saat ini.
Alasan utama kenapa aku memilih Desa Cijagung adalah karena desa ini memiliki sebuah tempat pembuangan sampah yang menampung sampah-sampah dari Kota Bandung dan sekitarnya.
Bagi seorang pemulung sepertiku, TPA Cijagung bisa dibilang merupakan salah satu pusat harta karun yang ada di dunia.
Walaupun aku tidak tahu apakah nantinya aku akan diizinkan untuk memulung sampah di sana, tapi aku sama sekali tidak merasakan ragu.
Bagi diriku yang berpenghasilan pas-pasan. Pertaruhanku ini bukanlah sebuah pertaruhan yang beresiko tinggi.
...— x —...
Kuberdiri menggendong tasku. Kuraba dinding kayu yang dimiliki oleh gubuk reot ini untuk terakhir kalinya.
'Kakek... Terima kasih atas delapan tahun yang membahagiakan ini...' bisikku tulus di dalam hati sebelum melangkahkan kakiku menuju tanah yang baru.
...— Bersambung —...
Fragmen 2 : Yin dan Yang
Kumelangkah perlahan sambil menggendong tas usang di salah satu pundakku.
Aku tersenyum penuh syukur karena takdir mempertemukanku dengan Kakek Arya dan juga Bang Bonar. Dua orang yang bertolak belakang bagaikan Ying dan Yang.
Jika Kakek Arya adalah Manusia bijak yang mana kebijakannya terkubur oleh status ekonomi yang mengkhawatirkan. Bang Bonar adalah Preman Pasar yang tenang dan tak mengenal rasa takut.
Tanpa kedua sosok itu. Tubuh ringkihku ini tak akan memiliki bobot pengetahuan ataupun ilmu bela diri yang memadai.
Mereka berdua adalah teman, orang tua, sekaligus guru yang saling melengkapi. Apabila Bang Bonar mengajarkanku ilmu bela diri, maka Kakek Arya membekaliku dengan kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan.
...— x —...
Kakek memang hanyalah seorang pemulung sampah. Tapi Kakek merupakan orang yang berpengetahuan sangat luas. Tak ada satupun pertanyaanku yang tidak bisa dijawab olehnya.
Walaupun kata orang Kakek cuman orang tua yang sok tahu. Tapi aku tidak peduli dengan apa yang mereka katakan.
Yang pasti...
Aku sangat suka mendengarkan berbagai penjelasan dari Kakek. Aku merasa sangat cocok dengan cara Kakek dalam bertutur.
Dan dari apa yang kurasakan. Kakek adalah satu-satunya orang yang selalu dapat menjelaskan segala sesuatu dengan begitu sederhana dan mudah untuk aku mengerti.
...— x —...
Aku memang tidak bisa menemukan bukti kalau apa yang dikatakan Kakek adalah benar. Tapi orang-orang nyinyir itu juga tidak bisa membuktikan kalau apa yang dikatakan oleh Kakek adalah salah.
Toh aku bisa merasakannya sendiri.
Melalui metode pengajaran yang Kakek berikan. Walaupun aku tidak bersekolah. Pengetahuanku tidaklah kalah bila dibandingkan dengan anak-anak seusiaku.
Bahkan banyak di antara mereka yang kunilai jauh lebih bodoh daripada diriku yang hanyalah seorang pemulung ini.
Sayangnya kini Kakek Arya sudah meninggal dunia. Dan Bang Bonar menghilang entah kemana. Tanpa mereka berdua aku adalah sebatang kara. Tak memiliki tempat berpulang ataupun tempat untuk berlindung.
Aku hanya berharap...
Jika langkah kaki yang kulakukan saat ini dapat menghapus rasa kehilangan setelah sampai di tanah perantauan. Menyimpan semua kenangan tanpa melupakan.
...— Bersambung —...
Fragmen 3 : Imperia
Apabila kehidupanku sebagai seorang pemulung miskin bisa diibaratkan sebagai hidup yang jauh dari kata ideal.
Maka kalau sekilas kita melihat bumi tempatku berpijak, kuyakin banyak dari kita yang akan merasa bila seluruh duniaku ini berjalan dengan amat sangat ideal.
...— x —...
Duniaku kini telah berhasil dikuasai oleh sebuah kekaisaran raksasa yang disebut Imperia. Dan mata uang yang digunakan pun hanya satu jenis mata uang saja. Namanya adalah Haipur.
Sekarang coba kita bayangkan...
Saat seluruh dunia hanya memiliki satu pemerintahan, satu hukum undang-undang, dan satu mata uang. Tentu tidak akan ada lagi yang namanya peperangan dan juga perebutan kekuasaan di atas muka bumi ini bukan?
Dan dunia yang seperti ini tentu merupakan dunia yang sangat ideal di mata banyak orang.
Tapi ternyata...
Duniaku hanya bisa terlihat ideal apabila dilihat secara sekilas di permukaannya saja.
Karena yang namanya manusia tetaplah manusia. Makhluk yang mudah terkontaminasi oleh racun kekuasaan. Tidak terkecuali dengan Imperia dan juga para petingginya.
Perlahan tapi pasti. Imperia berubah menjadi pemerintahan korup yang hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri.
...— x —...
Tak lama setelah menjadi penguasa dunia. Dengan menggunakan Hak Azazi Manusia, Imperia memberikan semua orang hak yang sama untuk mendirikan kerajaannya sendiri.
Padahal...
Kebijakan yang diberlakukan Imperia ini memiliki tujuan untuk melanggengkan mereka di puncak kekuasaan dunia.
Bayangkan!
Semua orang. Tidak peduli dia baik ataupun jahat. Pintar ataupun bodoh. Selama dia bisa menggalang cukup pengaruh dan kekuasaan. Maka dia dapat mendirikan kerajaannya sendiri.
Alhasil...
Seluruh dunia jadi terpecah belah. Banyak sekali kerajaan kecil yang bermunculan di muka bumi ini.
Dan dengan terlalu banyaknya kerajaan yang muncul, tentu gesekan kepentingan menjadi sangat mudah untuk terjadi.
Para Raja kecil itu pada akhirnya terus bersiasat dan bertikai satu sama lain demi memperluas atau sekedar menguatkan pondasi kekuasaan mereka.
Lupa kalau di atas mereka ada penguasa sebenarnya yang bernama Imperia.
Dan kebijakan ini benar-benar ampuh. Imperia sudah berada di puncak kekuasaannya lebih dari satu milenial lamanya.
Ah... Hak Azazi Manusia...
Sebuah istilah yang selalu dijadikan alasan untuk menggemboskan kemampuan manusia. Melanggengkan kejayaan penguasa yang sebenarnya.
...— x —...
Berantakannya sistem politik di seluruh dunia tentu saja berdampak pada kondisi seluruh rakyat yang tak berdosa.
Karena saat seluruh Fir'aun kecil sibuk memikirkan kekuasaan mereka sendiri, maka otomatis mereka semua tak akan mempedulikan apa yang terjadi dengan rakyatnya.
Sehingga kehidupan masyarakat di tingkat akar rumput menjadi begitu kacau. Tingkat kemananan menjadi sangat rendah. Para penjahat bertebaran. Hukum rimba pun berlaku.
Mereka yang berderajat tinggi seakan memiliki hak untuk menindas mereka yang berderajat rendah.
...— x —...
Sebagai seorang pemulung yang miskin dan juga lemah. Aku pada akhirnya harus menerima nasibku saat ditempatkan di dasar rantai makanan dunia.
Dimana aku kerap ditindas dan diperlakukan dengan semena-mena oleh hampir semua orang yang kutemui.
Bahkan, tak sekali dua kali aku hampir meninggal dunia karena penindasan dan kesemena-menaan yang kerap kualami.
Apakah sekarang kita masih berpendapat kalau dunia seperti ini merupakan dunia yang ideal?
...— Bersambung —...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Kaisar Iblis
serasa baca puisi/syair aku hehhh
2023-05-04
1
🧭 Wong Deso
kalau di Kalimantan disebut Kakek
2023-02-03
1
fathurRa
Dunia nyata sudah seperti fiksi, tetapi bukan kita karakter utamanya
2022-12-10
1