"Aku tidak butuh disukai banyak orang. Aku hanya ingin disukai oleh satu orang," jawab Steven acuh.
"Siapa?"
Steven menghentikan langkahnya sambil menatap Fiona. "Kau." Steven kembali melangkahkan kakinya setelah menjawab pertanyaan Fiona.
Fiona langsung terpaku di tempat. Dia berusaha untuk mengembalikan kesadarannya yang sempat hilang karena perkataan Steven. "Aku? Apa maksud dari perkataanya? Apa dia baru saja memberitaku tentang perasaannya padaku?" gumam Fiona dalam hati. "Apa itu berarti dia menyukaiku?" batin Fiona.
"Apa kau akan terus berdiri di situ seperti patung?" tanya Steven sambil menoleh pada D
Fiona ketika melihatnya belum juga melangkah dari tempatnya berdiri.
"Haah..?? Iyaaa.. Maaf Steve." Fiona lalu berjalan menyusul langkah Steven terlihat sudah kembali berjalan meninggalkannya.
Fiona terus tersenyum sambil memasuki gedung fakultasnya. "Kenapa kau tersenyum terus dari tadi?" tanya Steven dengan wajah heran. "Apa kau sedang membayangkan hal aneh di kepalamu?"
"Tidak. Aku hanya merasa senang karena bisa datang ke kampus lagi," elak Fiona.
Dia terus melangkah memasuki Unit Peyanan Akademik Fakultasnya, sementara Steven menunggu Fiona sambil duduk tidak jauh dari ruangan itu.
Steven berdiri saat melihat Fiona keluar dari ruangan itu, setelah menyelesaikan semua urusannya. Mereka berjalan keluar dari gedung Fakultas Fiona untuk segera pulang karena waktu sudah menunjukkan 3 sore.
“Fionaaaa!” Terdengar seseorang tengah memanggil nama Fiona saat mereka sudah keluar dari gedung fakultas Fiona. Steven dan Fiona menoleh bersamaan. “Bram,” ucap Fiona saat melihat seeorang laki-laki tengah berjalan cepat menghampirinya.
“Kamu kemana aja? Kenapa baru datang ke kampus?” tanya Bram khawatir saat dia sudah berada di depan Fiona. Steven terlihat tenang sambil menatap lurus pada laki-laki yang sedang berbicara dengan Fiona.
Fiona tersenyum canggung. “Aku sedang ada banyak urusan, Bram,” jawab Fiona sekenanya.
Bram menatap Steven sekilas lalu berpindah menatap Fiona. “Kenapa kamu tidak pernah mengangkat telponku? Kamu juga tidak membalas pesan dariku. Aku sangat khawatir denganmu.” Bram adalah teman satu jurusan Fiona. Mereka memang dekat karena Fiona sering meminta bantuan Bram jika ada tugas kuliah yang tidak dia mengerti.
“Maaf Bram, aku belum sempat membalas pesanmu. Aku sedang terkena musibah, jadi pikiranku sedang tidak fokus.”
Semenjak ayahnya meninggal, Fiona memang jarang sekali memegang ponselnya. Dia lebih banyak melamun atau berdiam diri jika Steven sedang tidak ada di mansionnya.
Bram mendekati Fiona. “Musibah apa? Apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?” cecar Bram dengan wajah cemas.
"Ayahku meninggal beberapa hari yang lalu." Fiona terlihat kembali bersedih.
"Maafkan aku Fio. Aku tidak tahu kalau ayahmu meninggal," ucap Bram dengan wajah bersalah.
Fiona berusaha untuk tersenyum. "Tidak apa-apa, Bram."
"Jadi, kau sudah kembali masuk lagi?" tanya Bram dengan wajah penasaran.
Fiona menggeleng lemah. "Tidak Bram. Aku mengajukan cuti," jawab Fiona dengam suara pelan.
"Kenapa?" tanya Bram dengan wajah heran.
"Aku harus mengurus perusahaan ayahku."
Bram terlihat mengangguk kepalanya. "Aku mengerti."
"Fio, lebih baik kita pulang ke rumah sekarang. Aku sedikit pusing," sela Steven. Dia tidak bisa lagi mendengarkan pembicaraan Fiona dengan pria di depannya yang terlihat sangat akrab dengan Fiona.
"Dia siapa?" Perkataan Steven terasa janggal di telinga Bram. Steven seolah sedang memberitahukan padanya kalau Fiona tinggal bersamanya.
Fiona menoleh sekilas pada Steven. "Dia adalah kekasihku," jawab Steven cepat sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Fiona. Dia sengaja menyela sebelum Fiona menjawab pertanyaan Bram.
Fiona langung menoleh pada Steven dengan wajah terkejut. “Apa benar yang dikatakan dia Fiona? Kenapa kamu tidak pernah mengatakan padaku kalau kamu sudah memiliki kekasih?” tanya Bram dengan wajah kecewa.
Fiona berusaha untuk melepaskan tangan Steven dari pinggangnya. Dia merasa risih dengan perlakuan Steven. "Bukan. Dia mengarang cerita. Dia hanya temanku. Kami tidak memiliki hubungan apapun," jelas Fiona pada Bram.
"Jadi, dia hanya mengaku-ngaku jadi kekasihmu?" tanya Bram dengan wajah mengejek.
Steven menunduk menatap Fiona. "Kau bilang kita tidak memiliki hubungan apapun? Kau sudah menyentuhku, Fio. Bahkan aku sudah berniat untuk menikahimu, jadi ini jawaban atas pertanyaanku waktu itu? Kau menolakku?" tanya Steven dengan wajah kecewa.
Kedekatannya selama ini ternyata tidak berarti apa-apa untuk Fiona. Itulah yang membuat Steven kecewa.
Fiona nampak bingung sesaat. "Steve, pertanyaanmu waktu itu dengan ini berbeda. Kita memang tidak memiliki hubungan apapun saat karena aku belum menjaw ...."
"Apa maksud dari perkataanya, Fio?" Alis Bram saling bertautan karena tidak mengerti dengan situasi saat ini.
"Steve!" Fiona tampak panik ketika melihat Steven sudah berjalan menjauhinya. "Aku akan menjelaskannya nanti. Aku sedang terburu-buru saat ini,” ucap Fiona pada Bram dengan wajah tidak enak.
“Baiklah, nanti aku hubungi kau lagi, tapi ingat kau harus mengangkat telponku dan membalas pesanku,” ucap Bram cepat.
Fiona langsung mengangguk. “Steve tunggu dulu. Aku belum selesai bicara!” teriak Fiona dengan suara keras saat Steven tidak terus berjalan menjauhinya.
Steven tidak menggubris ucapan Fiona dan terus berjalan menuju parkiran.nDahi Erick mengernyit saat melihat bosnya datang dengan wajah yang terlihat sedang marah. Steven membuka pintu lalu duduk di kursi belakang sambil memejamkan matanya.
Fiona berlari dengan cepat lalu ikut duduk di belakang, tepat di samping Steven diikutoi Erick yang duduk di depan. Suasana berubah menjadi dingin. Erick langsung melajukan mobilnya tanpa banyak tanya menjauh dari kampus Fiona. Selama dalam perjalanan, Fiona tidak berani membuka suara sama sekali. Dia hanya sesekali melirik pada Steven yang terlihat masih memejamkan matanya.
Setibanya di mansionnya, Steven langsung turun dan masuk ke dalam mansionnya tanpa berkata apapun. Erick memandang punggung Steven yang terlihat sudah jauh. Dia terlihat bingung dengan sikap bosnya belakangan ini. Fiona mengikuti langkah Steven setelah berterima kasih dengan Erick.
Erick menghela napas melihat tingkah bosnya yang tidak seperti biasanta. Dia memutuskan untuk pulang karena tidak menerima perintah apapun dari Steven. Dia berpikir Steven pasti akan menghubungi kalau dia memerlukan bantuannya.
Fiona tidak berani menyusul Steven di kamarnya. Dia memilih untuk masuk ke dalam kamar tamu yang di tempati semalam dan merebahkan tubuhnya setelah mencuci kaki dan membasuh wajahnya di kamar mandi.
******
Pagi ini, Fiona berjalan menuju kamar Steven. Dia berniat untuk meluruskan permasalahan mereka kemarin. Kemarin Fiona sengaja memberikan waktu untuk Steven menenangkan diri, itulah sebabnya dia baru menemui Steven pagi ini.
Fiona mengetuk pintu kamar Steven berkali-kali sambil memanggil nama Steven, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Fiona lalu mencobanya lagi. "Steve, aku buka pintunya ya?" teriak Fiona sedikit keras. Dia menduga mungkin Steven masih tertidur.
Tidak juga mendapatkan jawaban dari dalan kamar, Fiona lalu meraih handle pintu dan membukanya. "Steve," panggil Fiona sambil memasuki kamar Steve.
Kamar tidur terlihat kosong. Fiona berjalan ke arah kamar mandi dan mendapati kamar mandi juga kosong. Dia kemudian keluar dari kamar dan mencarinya ke seluruh ruangan tapi tidak menemukan keberadaan Steven.
"Bi, apakah bibi melihat Steven?" tanya Fiona pada wanita paruh baya tersebut. Bi Asih salah satu orang yang bertugas untuk membersihkan mansion Steven.
"Tuan Steven sudah berangkat kerja, Nona," jawab Bi Asih sopan.
Dahi Fiona langsung berkerut. "Sudah berangkat kerja? Sepagi ini?" Fiona hanya tidak menduga kalau Steven sudah berangkat kerja pada pukul 05.37 pagi.
"Iyaa Nona," jawab Bi Asih cepat. "Tuan Steven berpesan untuk menghubungi nomor ini kalau Nona ingin pulang ke rumah." Bi Asih memberikan kartu nama Doni pada Fiona.
"Terima kasih, Bi," ucap Fiona setelah menerima kartu nama Doni. Ternyata Steven ingat kalau hari inu dia berencana untuk pulang. Fiona sedikit kecewa karena Steven tidak menemuinya sebelum dia berangkat kerja.
Fiona yang tadinya berencana untuk pulang seketika mengurungkan niatnya karena dia ingin menyelesaikan permasalahannya dengan Steven terlebih dahulu.
Fiona menunggu sampai malam hari tetapi Steven tidak kunjunng kembali. Fiona mulai cemas. Dia akhirnya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu lalu kembali esok hari untuk menyelesaikan permasalahannya dengan Steven.
Fiona menghubungi seseorang setelah itu dia mulai berkemas. Fiona terlihat berdiri di depan mansion Steven dengan barang bawaan di tangannya.
Fiona langsung tersenyum sambil memasuki mobil ketika dia melihat mobil yang dikenalnya. Bersamaan dengan itu, mobil Steven datang dari arah belakang.
Steven melihat jelas Fiona yang baru saja masuk ke sebuah mobil berwarna putih. Steven meminta Erick untuk mengikuti mobil tersebut hingga mobil itu tiba di depan sebuah rumah mewah yang berada di perumahan elit yang ada di daerah selatan kota.
Tidak lama setelah mobil itu berhenti, terlihat seorang pria keluar dari sisi kanan, sementara Fiona keluar dari sisi kiri mobil. Steven meminta Erick untuk berhenti tidak jauh dari mobil itu.
Steven terus menatap Fiona yang sedang mengobrol dengan seorang pria yang mengantarnya tadi. Wajah Steven menjadi suram dan rahangnya mengeras ketika melihat kedekatan mereka berdua.
Setelah pria itu pulang, Fiona masuk ke dalam rumahnya. Steven masih di sana. Memandang rumah Fiona tanpa melalukan apapun. Tidak lama berselang mobil Steven meninggalkan rumah Fiona.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Edah J
Yeyyyy akhirnya othor up lg 👏👏👏
makasih author 😘
2022-05-12
1