Steven mencibir. "Apa kau pikir mereka akan memberitahumu? Apa kau belum sadar juga kalau ibumu itu membencimu."
Fiona terdiam sesaat kemudian menunduk. "Aku tahu, tapi bagaimana pun juga, aku harus bertanya di mana ayahku di makamkan," jawab Fiona.
Steven menatap Fiona dengan tatapan dalam. "Aku tahu tempatnya. Aku bisa mengantarmu kalau kau mau."
Fiona mengalihkan pandangannya pada Steven. "Benarkah?"
"Ya," jawab Steven singkat.
Wajah Fiona berubah menjadi muram. "Tapi aku tidak bisa merepotkanmu terus-menerus. Aku tidak tahu bagaimana caranya membalas budimu ini," ujar Fiona menunduk.
"Kau bisa memikirikannya nanti." Steven menarik tangan Fiona tiba-tiba. Fiona yang terkejut, hanya bisa mengikuti Steven yang sudah menariknya keluar dari ruangan tersebut.
******
Fiona terus memandangi makam ayahnya dengan wajah yang kembali sembab. Dia menangis tersedu-sedu di atas makam ayahnya. "Pa... Kenapa kau pergi begitu cepat? Bagaimana aku harus menjalani hidupku sekarang? Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi." Terdengar suara rintihan Fiona yang menyayat hati.
Fiona terus saja menangis, di atas pusara ayahnya. Berbagai macam kata-kata di keluarkannya. Dari kejauhan, Steven hanya berdiri menatap Fiona didampingi Erick di belakangannya.
Lama Fiona termenung di makam ayahnya. Dia tampak sudah tidak mengeluarkan suara lagi, hanya duduk menatap lurus ke depan. Entah apa yang ada di benaknya sekarang. Dia masih tidak percaya jika ayahnya sudah pergi meninggalkan dunia yang fana ini.
Langit tampak mulai gelap, matahari sudah tidak menampakkan sinarnya lagi. Steven lalu menghampiri Fiona. "Kita harus pulang, hari sudah mulai gelap." Fiona tampak tidak merespon, pikirannya tampak berkelana entah kemana.
Steven yang menyadari tatapan kosong Fiona kemudian menyentuh bahu kiri Fiona. "Fio, kau bisa datang lagi besok, sekarang kita harus pulang."
Fiona menoleh. Dia melihat Steven tampak sedikit membungkuk sambil memegang bahunya. "Tapi...." Ucapan Fiona terpotong saat Steven berkata, "Besok kau bisa ke sini lagi. Aku akan menyuruh Erick mengantarmu."
Fiona mengangguk lalu bangun dari duduknya. Dia juga berpikir kalau dia memang harus pulang apalagi dia sudah banyak merepotkan Steven dan Erick hari ini. Fiona akhirnya mengikuti langkah Steven menuju mobil.
Saat di dalam mobil, Fiona tampak menyandarkan tubuhnya. Dia merasa sangat lelah hari ini. Tatapan matanya menyiratkan luka yang sangat dalam. Perlahan dia memejamkan matanya. Steven hanya melirik Fiona dengan tatapan yang sulit diartikan. Mobil melaju meninggalkan pemakaman tersebut.
"Tuan, kita akan mengantar nona Fiona ke mana?" tanya Erick seraya melirik bosnya lewat kaca spion depan.
"Bawa ke mansionku," jawab Steven singkat.
Hampir saja Erick menabrak pembatas jalan di depannya, saat mendengar perkataan Steven. Beruntung, dia dengan cepat sadar dari keterkejutannya. Bagaimana tidak, mansion itu adalah daerah pribadi bosnya. Belum pernah ada yang pernah menginjakkan kaki ke mansion itu selain dia dan bosnya. Bahkan keluarganya sendiripun tidak pernah ke sana.
Hanya butuh waktu beberapa detik untuk tersadar kembali dari keterkejutannya. Erick kemudian mengangguk tanda mengerti. Sebenarnya yang dia heran adalah kenapa tidak membawa Fiona ke salah satu apartemen miliknya, atau bisa juga membawanya ke salah satu hotel miliknya.
Mansion pribadi Steven benar-benar belum pernah terjamah oleh orang lain, karena dia tidak suka ada orang lain yang memasuki daerah pribadinya.
Steven pernah mengatakan, kalau mansionnya hanya boleh dimasuki oleh istrinya. Steven memang sengaja membangun mansion itu untuk dia tinggali setelah menikah nanti.
"Jangan sampai ada yang tahu kalau aku membawa Fiona ke sana termasuk kekuargaku dan keluarganya."
Steven punya alasan kenapa dia tidak mengantar Fiona pulang ke rumahnya saat ini. Dia yakin ibunya akan langsung mengusirnya dari rumah, melihat bagaimana perlakuan kasar ibu Fiona tadi siang.
"Baik Tuan."
Mobil melaju tanpa hambatan apapun. Tiba di depan mansion, sudah ada seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu untuk menyapa Steven. Erick memang sudah menghubungi bi Neni yang bekerja di mansion bosnya terlebih dahulu sebelum dia menuju ke sana.
Melihat Fiona masih terlelap. Steven menggendong Fiona dalam pelukannya. Erick dibuat terkejut lagi dengan tingkah tidak biasa bosnya itu. Dia hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Steven melangkah dengan langkah pelan karena takut membangunkan Fiona. Bi Neni hanya mengikuti dari belakang, disusul oleh Erick yang baru saja memarkirkan mobilnya. Bi Neni kemudian berjalan menuju belakang saat melihat Steven berjalan menuju tangga.
Steven menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Erick hampir saja terjatuh di tangga terakhir ketika melihat Steven membawa Fiona masuk ke kamar pribadinya, bukannya ke kamar tamu yang berada di sebelah kamarnya. Erick mengucek matanya dengan cepat, guna memastikan apa yang baru saja dia lihat.
Terlihat pintu sudah tertutup sempurna. Dia tidak melihat tanda-tanda bosnya akan keluar. Erick kemudian menunggu di ruang santai yang ada di lantai 2. Dia duduk di sofa seraya menyandarkan tubuhnya sambil menunggu bosnya keluar.
Steven meletakkan Fiona dengan hati-hati di tempat tidur king size miliknya. Dia lalu duduk di samping Fiona memadang wajahnya yang terlihat pucat. Tangannya terulur merapikan rambut yang menutupi wajah kecilnya. Cukup lama Steven memandangi wajah Fiona hingga akhirnya dia berdiri.
Saat akan berjalan tangannya ditarik oleh Fiona. "Papa jangan pergi. Jangan tinggalkan Fiona. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Siapa yang akan menjagaku, jika papa pergi," gumam Fiona dalam tidurnya.
Steven yang menyadari kalau Fiona sedang mengigau. Dia kembali duduk di tepi tempat tidur, di samping tubuh Fiona. Steven menggunakan tangan satu lagi untuk mengambil ponsel di sakunya, lalu menelpon Erick untuk menyuruhnya pulang dan kembali besok pagi-pagi sekali.
Setelah selesai menelpon, Steven meletakkan ponselnya di atas nakas di samping tempat tidurnya. Fiona yang terus saja menggenggam tangannya dengan erat sehingga membuat Steven tidak bisa berdiri untuk mengganti pakaiannya. Dia memutuskan untuk melepaskan dasi yang melilit kerah bajunya. Setelah itu, dia membuka 3 kancing kemejanya. Dia merasa sesak seharian berpakaian kerja.
Steven yang merasa lelah, akhirnya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di dekat Fiona. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat dia berada tepat di samping Fiona. Karena Steven meletakkan tubuh Fiona tidak di tengah sehingga hanya menyisakan sedikit ruang kosong untuknya berbaring. Bisa dibilang tidak ada jarak sama sekali antara mereka.
Saat ini, Steven tidak bisa berbuat apa-apa selain diam. Dia tidak bisa mengangkat tubuh Fiona ke tengah tempat tidur karena Fiona menggenggam erat tangannya. Dia takut jika dia banyak bergerak akan membuat Fiona terbangun.
Steven terus saja mengatur napasnya yang tidak beraturan. Dia seperti kesulitan untuk bernapas. Dia hanya bisa diam. Dia tidak berani menggerakkan tubuhnya. Dia kemudian melirik Fiona yang terlelap dengan nyaman di tempat tidurnya.
Tidak lama kemudian Fiona melepaskan tangan Steven. Belum sempat Steven bernapas lega, Fiona kemudian memiringkan tubuhnya ke arah Steven dan langsung memeluknya seperti sedang memeluk guling.
Steven langsung terdiam dengan wajah frustasi. Dia hanya bisa melirik Fiona yang terlihat tidur dengan nyaman tanpa memperdulikan reaksi pemilik dari tubuh yang dia peluk itu.
Steven merasa sekujur tubuhnya memanas. Dia buru-buru membuka semua kancing kemejanya, memperlihatkan tubuh proporsionalnya. Dengan dada bidang, dan perut sixpack yang terlihat menggoda bagi siapa saja yang melihatnya.
Terlihat Steven melepaskan baju kemejanya dengan gerakan pelan agar Fiona tidak terbangun. Dia merasa harus mandi air dingin karena merasa badannya dipenuhi hawa panas akibat Fiona memeluknya dengan bebasnya.
“Apa gadis ini tidak memiliki rasa waspada sama sekali terhadapku? Aku bisa saja menerkamnya hingga tidak tersisa jika aku tidak menahan diriku saat ini,” gumam Steven dalam hati sambil melirik ke arah Fiona.
Bersambung...
Bantu berikan dukungan untuk author dengan cara Komen, Vote, Favorite dan Like setiap bab ya. Kasih hadiah juga boleh..Dukungan kalian sangat berarti bagi Author. Terima Kasih..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Dyah Oktina
namanya orang tidur steve.. bagaimana mau waspada..🤭
2024-12-19
0
Asmar Siahaan
lanjut tor
2024-01-26
0
tari
bagussss
2023-07-27
0