Erick yang baru saja ingin masuk ke ruang ICU, terhenti saat melihat bosnya sedang menggedong Fiona dengan terburu-buru. Dia merasa heran dengan tingkah bosnnya. Dia bahkan sempat mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya barusan.
Erick terdiam selama beberapa saat. Dia sangat terkejut saat melihat bosnya menggendong wanita yang baru dikenalnya. Pasalnya, bosnya itu tidak pernah peduli dengan wanita manapun selama ini.
Bagaimana bisa wanita yang baru saja ditemui hari ini, bisa mendapatkan perlakuan istimewa dari bosnya tersebut. Dia dibuat heran akan tingkah bosnya hari ini. Setelah tadi membatalkan meeting, sekarang dia bahkan menggedong sendiri wanita itu. Bosnya bukan tipe orang yang suka membuang waktunya untuk orang yang tidak dikenalnya.
Setelah berada di IGD, Steven meletakkan tubuh Fiona dengan hati-hati di ranjang pasien. Dia kemudian meminta dokter untuk segera memeriksanya. Dia berdiri tidak jauh dari Fiona dan sedang memperhatikan dokter yang memeriksa kondisi Fiona.
"Tuan, maaf mengganggu anda. Tadi nyonya besar menelpon dan menanyakan anda sedang berada di mana. Nyonya besar meminta Tuan menghubunginya segera." Erick berbicara pelan kepada Steven.
"Apa kau memberitahu ibuku kalau aku berada di sini?" Steven melirik Erick sekilas.
"Tidak Tuan. Saya hanya mengatakan kalau Tuan sedang ada keperluan penting, jadi tidak bisa diganggu untuk saat ini."
"Bagus, jangan beritahu apa-apa kepada ibuku. Aku yang akan mengurusnya nanti." Steven mengalihkan pandangannya lagi ke Fiona.
"Baik Tuan," ujar Erick sambil menganggukkan kepalanya, "saya menemukan ini tertinggal di ruangan ICU tadi Tuan." Erick menyerahkan paperbag yang diminta oleh Steven tadi.
Steven menoleh dan mengulurkan tangan mengambilnya. "Kau urus kepindahan wanita ini ke ruang perawatan. Di sini terlalu banyak orang, tidak nyaman untuknya berada di sini terlalu lama. Pesan ruang VVIP untuknya," perintah Steven kepada Erick.
Erick tecengang sesaat. Hari ini, tidak hentinya dia dibuat terkejut dengan sikap Steven. Dia menyadari ada yang aneh dengan bosnya hari ini. Apakah kepala bosnya habis terbentur? Atau bosnya salah minum obat? Entahlah, yang pastu banyak sekali keanehan yang ditunjukkan hari ini.
Steven yang menyadari tidak ada pergerakan dari Erick lalu menoleh kemudian berkata, "Kenapa kau masih di sini? Kau tidak dengar apa yang barusan aku katakan padamu?"
Erick langsung sadar dari keterkejutannya. "Maaf Tuan, saya akan langsung mengurusnya." Erick berjalan cepat keluar dari ruang IGD.
"Apa kau keluarga pasien?" tanya dokter yang memeriksa Fiona tadi dan saat ini sedang berdiri di depan Steven.
"Bukan," jawab Steven pendek.
Alis dokter itu mengerut. "Baiklah kalau bagitu, aku akan meminta perawat menghubungi keluarganya." Dokter tersebut ingin berjalan tapi dihentikan oleh Steven.
"Apakah ada hal yang serius dengannya?" tanya Steven.
Dokter itu menatap Steven dengan heran. "Bukankah kau bilang bukan keluarganya? Aku tidak bisa memberitahumu kalau begitu."
Steven menghalangi dokter yang akan melewatinya. "Aku memang bukan keluarganya, tapi aku kekasihnya."
Dokter itu sedikit terkejut. "Kenapa kau tidak bilang dari tadi. Dia hanya kelelahan, tubuhnya lemah, mungkin karena dia belum makan. Ditambah lagi pakaian basah yang terlalu lama melekat di tubuhnya. Sepetinya dia juga sedang terguncang. Sebagai kekasihnya, kau harus lebih memperhatikannya. Kau harusnya tidak membiarkan dia kehujanan dan memakai baju basah tanpa menggantinya," ujar dokter itu panjang lebar sambil menggelengkan kepalanya.
"Maaf Dokter, aku akan lebih memperhatikannya," ucap Steven.
Erick yang baru saja selesai mengurus administrasi kamar untuk Fiona, lagi-lagi dibuat tercengang saat mendengar Steven meminta maaf kepada dokter itu.
“Apa dokter itu tidak mengenal Steven? Apa dia sudah gila beraninya mengomeli bosku? Kalau dia tahu siapa sebenarnya bosku, pasti dia akan gemetaran dengan wajah pucat," gumam Erick di dalam hati.
Erick lalu berjalan mendekati bosnya. "Tuan, saya sudah mengurus kamar untuk nona ini," ujar Erick.
Steven menoleh sejenak. "Minta perawat untuk memindahkannya sekarang juga dan minta perawat wanita untuk mengganti pakaian wanita itu dengan pakaian yang tadi kau bawa," perintah Steven cepat.
"Baik, Tuan." Erick berjalan meninggalkan Steven yang terlihat masih berdiri memandangi Fiona.
Setelah beberapa saat perawat pun datang dan segera memindahkan Fiona ke ruang perawatan diikuti oleh Steven dan Erick dari belakang.
Saat ini, mereka sedang berdiri di depan pintu ruangan VVIP milik Fiona, perawat sedang mengganti pakaian basahnya dengan pakaian yang baru saja dibeli oleh Erick.
Steven dan Erick menoleh ketika pintu terbuka. Seorang perawat baru saja keluar dari ruangan itu. "Sudah selesai Tuan, anda bisa masuk sekarang," ujar perawat itu sopan.
"Terima kasih," ucap Erick.
Perawat itu mengangguk kemudian berjalan meninggalkan ruangan Fiona. Steven sudah masuk terlebih dahulu tanpa memperdulikan Erick yang masih berdiri di depan pintu.
Steven duduk di kursi yang berada di samping tempat tidur Fiona. Dia hanya diam memandangi wajah Fiona yang terlihat pucat.
Erick memperhatikan gerak-gerik bosnya dari kejauhan. Dia tidak berani mendekat apalagi mengganggu bosnya. Dia memilih duduk di sofa menunggu perintah dari bosnya.
Lama Steven memandang wajah Fiona, tangannya mulai terulur ke wajah Fiona mencoba merapikan rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Dia baru bisa memperhatikan dengan detail wajah wanita di depannya. Wajah polos, hidung mancung, alis tebal, bibir tipis yang terlihat pucat. Ada perasaan aneh yang dirasakan saat memandang wanita di depannya.
Steven mengalihkan pandangannya pada Erick. "Rick, cari tahu siapa keluarganya. Segera hubungi mereka." Erick langsung berdiri setelah mendengar perintah bosnya.
"Baik Tuan." Erick kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.
Steven memutuskan untuk berjalan ke sofa. Dia ingin merebahkan tubuhnya yang lelah, entah kenapa hari ini dia sama sekali tidak punya semangat. Setelah duduk, Steven menyandarkan tubuhnya lalu memejamkan matanya.
Ketika Erick kembali, dia melihat bosnya sedang memejamkan matanya. Dia berjalan dengan sangat pelan karea takut membangunkan bosnya. Dia kemudian duduk di sofa yang berada di samping Steven.
Setengah jam sudah dia menunggu bosnya. Terlihat tidak ada pergerakan sama sekali dari Steven sedari tadi. Erick hanya diam sambil memandang bosnya. Tidak biasanya bosnya itu bisa tidur saat seperti ini. Bahkan bosnya terbiasa lembur, dan hanya tidur beberapa jam saja.
"Apa kau sudah menghubungi keluarganya?"
Terdengar suara serak Steven yang seketika membuyarkan lamunan Erick dan langsubf mengubah posisi duduknya saat melihat Steven baru saja membuka matanya.
"Pihak rumah sakit sudah menghubungi keluargannya perihal kematian ayahnya. Saya juga sudah meminta perawat untuk memberitahu keluarganya bahwa nona Fiona dirawat di ruangan ini," terang Erick.
"Fiona? Apakah Fiona nama gadis itu?" Steven memandang Fiona dari kejauhan.
Erick mengangguk cepat. "Benar Tuan. Dia anak kedua dari keluarga Widhiawangsa."
Dahi Steven mengerut sesaat. "Widhiawangsa?"
"Benar Tuan," jawab Erick seraya mengangguk mantap.
"Apakah keluarganya sudah datang?" tanya Steven lagi.
"Belum Tuan. Mereka sedang dalam perjalanan dari luar kota. Kemungkinan memakan waktu 2 jam," jelas Erick.
Melihat Steven hanya diam, Erick berkata lagi, "Apakah Tuan akan pergi? Aku bisa meminta perawat untuk standby menjaga nona Fiona di sini."
Steven berdiri. "Tidak perlu, aku akan menjaganya. Kau pergilah membeli makan untuknya." Steven kembali duduk di kursi samping ranjang Fiona.
"Baik, Tuan." Erick segera meninggalkan ruangan tersebut.
*****
Steven menoleh saat Erick kembali masuk ke ruangan Fiona dengan membawa buah dan banyak makanan. Dia meletaklan di atas meja, kemudian kembali duduk di sofa.
"Tuan bisa makan terlebih dahulu sambil menunggu nona Fiona sadar. Ini sudah lewat dari jam makan siang," ujar Erick mengingatkan.
"Kau makanlah dulu, jangan sampai kau juga pingsan. Aku tidak mau direpotkan olehmu. Aku akan makan setelah dia sadar," ucap Steven yang sudah mengalihkan pandangannya ke Fiona.
"Baik Tuan." Erick mulai makan tanpa membantah bosnya.
Melihat ada pergerakan dari ranjang Fiona, Steven bergegas menghampirinya. "Kau sudah sadar?" tanya Steven ketika melihat mata Fiona yang terbuka.
Bersambung..
Bantu berikan dukungan untuk author dengan cara Komen, Vote, Favorite dan Like setiap bab ya. Kasih hadiah juga boleh..Dukungan kalian sangat berarti bagi Author. Terima Kasih..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Pasti bos mu mengalami Cinta pandang pertama nih keknya..😅
2023-05-10
2
Putri Minwa
💪💪💪
2023-04-25
0
Irwin Mmf
judul k 2 dr karya mu yg AQ bc Thor👍
2023-04-06
0