"Lepaskan aku, Steve. Biarkan aku pergi." Fiona terus saja memberontak.
Steven berhenti tepat di samping tempat tidur lalu membungkam mulut Fiona dengan bibirnya.
Mendadak pikiran Fiona menjadi kosong dan matanya terlihat membelalak. Dia tercengang karena Steven tiba-tiba menciumnya. Setelah kesadarannya kembali, Fiona berusaha menjauhkan tubuhnya dari Steven, tapi ditahan olehnya.
Fiona memukul Steven agar dia menghentikan ciumannya, tapi nampaknya Steven tidak memperdulikan pukulan Fiona yang mengenai dadanya. Dia terus melu-mat bibir manis Fiona dengan nafas yang memburu sambil memegang tengkuknya. Saat Fiona berhenti memberontak, Steven memperdalam pagutannya.
Disela-sela pagutanya, Steven tersenyum saat Fiona memegang kedua sisi bajunya dan perlahan membalasnya. Pagutan mereka berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya Steven melepaskan tautan mereka.
"Jangan pergi, tetaplah di sini." Steven menempelkan dahi mereka berdua seraya memeluk pinggang Fiona.
Fiona langsung mengalihkan pandangannya ke samping karena merasa malu dengan apa yang baru saja terjadi. Dia tidak tahu harus menjawab apa dan berbuat apa. Dia bahkan tidak sadar saat membalas pagutan Steven tadi.
"Dia bukan pacarku. Percayalah padaku," tambah Steven lagi saat melihat Fiona hanya diam saja.
"Kau tidak perlu menjelaskan apapun padaku." Tiba-tiba Steven menyandarkan kepalanya di bahu Fiona dengan tubuh lemas, "kau kenapa, Steve?" tanya Fiona sambil menoleh pada Steven.
"Aku merasa pusing," jawab Steven dengan suara pelan tanpa memindahkan kepalanya.
Fiona meraih kepala Steven, mengangkatnya lalu memegang dahi Steven kembali. "Badanmu masih panas, Steve, berbaringlah."
Steven menggeleng lemah sambil menatap Fiona dengan mata sayu. "Aku tidak mau. Kamu pasti akan pergi ke rumah pria itu saat aku tidur nanti."
Fiona melingkarkan tangannya ke tubuh Steven lalu berkata, "Aku tidak akan ke mana-mana. Kau harus istirahat, Steve." Fiona membantu Steven untuk berbaring ke tempat tidur.
"Temani aku tidur," pinta Steven setelah dirinya sudah berbaring di tempat tidur sambil memegang tangan Fiona.
Fiona tampak berpikir sebentar, dia merasa bingung dengan permintaan Steven. Fiona merasa sedikit canggung karena dia dan Steven tidak memiliki hubungan apa-apa saat ini, tapi mereka terlihat seperti pasangan kekasih.
"Aku mohon," pinta Steven lagi saat melihat Fiona belum juga beranjak dari tempatnya berdiri.
"Baiklah, tetapi setelah itu kamu harus segera tidur," ujar Fiona sambil menaikkan tubuhnya ke tempat tidur, bersebelahan dengan Steven.
Steven tersenyum senang saat melihat Fiona sudah berbaring di sampingnya. Steven meraih tubuh Fiona lalu berkata, "Biarkan begini. Aku merasa nyaman saat berada di dekatmu." Steven memeluk tubuh Fiona dengan erat sambil memejamkan matanya.
Kalau terus begini, lama-lama aku bisa jatuh cinta padamu, Steve.
Fiona merasa detak jantungnya berdetak lebih cepat. Dia mencoba memegang dadanya dan mengatur nafasnya. "Tidurlah," ucap Fiona pelan.
"Yaa."
Steven memejamkan matanya. Setelah cukup lama berada dipelukan Steven, Fiona akhirnya ikut terlelap juga bersama Steven. Dia merasa mengantuk karena semalam dia kurang tidur.
Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang, setelah tidur selama 2 jam. Steven kembali terbangun dari tidurnya. Dia sedang menatap wajah Fiona yang berada di bawah dagunya. Tangannya pun masih berada di pinggang kecil Fiona. Steven tampak enggan untuk memindahkan tangannya.
Kenapa aku merasa nyaman berada di dekatmu, Fio?
Tiba-tiba saja Steven tersenyum saat mengingat kejadian tadi. Dia juga heran, kenapa dia bisa berbuat seperti itu kepada Fiona. Terlebih lagi, wanita yang ada di depannya saat ini belum lama dikenalnya. Steven tanpa sadar mencium Fiona karena dia merasa emosi membayangkan saat Fiona berencana pergi dari rumahnya.
Setelah memandang wajah Fiona selama beberapa saat, Steven mensejajarkan wajahnya dengan Fiona lalu mengangkat tangannya dan menyingkirkan rambut-rambut kecil yang menutupi wajah Fiona dan menatap wajahnya dari dekat.
"Kamu sudah bangun?" tanya Steven saat melihat Fiona membuka matanya. Tatapan mereka langsung bertemu dan mereka beratatapan sejenak.
"Panasmu sudah turun," ucap Fiona setelah dia memegang dahi Steven.
Steven hanya diam sambil menatap terus wajah Fiona. "Steve," pekik Fiona saat Steven mengecup singkat bibirnya.
Steven tersenyum lalu menjauhkan tubuhnya dari Fiona. "Bangunlah. Aku takut akan hilang kendali nanti." Dia kemudian berjalan menuju kamar mandi setelah melihat wajah Fiona memerah setelah dia menciumnya tadi.
Setelah pintu kamar mandi tertutup, Fiona memegang bibirnya. Tiba-tiba saja, dia merasa malu. Meskipun begitu, entah mengapa, dia merasa senang saat mengingat perlakuan Steven hari ini, apalagi saat Steven menciumnya tadi.
Membayangkan apa yang mereka lakukan tadi, membuat Fiona malu. Dia menggelengkan kepala, menghilangkan pikiran yang ada di kepalanya. Dia memutuskan untuk turun dari ranjang, berjalan menuju sofa single yang ada di kamar Steven.
"Kenapa kamu diam saja?" Terdengar suara Steven dari belakang. Fiona tidak menyadari kalau Steven sedang berjalan mendekatinya.
"Ti-tidak apa-apa." Seketika Fiona sedikit gugup saat Steven sudah duduk di depannya.
Steven menatap Fiona yang sedang menunduk. "Kenapa kamu gugup? Wajahmu juga memerah. Apa kamu masih malu karena aku menciummu tadi?" Steven terus saja menatap Fiona.
"Steve, berhenti membahasnya." Fiona memalingkan wajahnya ke samping karena merasa wajahnya memanas.
Steven meneliti wajah Fiona sejenak sambil berpikir. "Kau malu karena aku menciummu?" Steven mengangkat sebelas alisnya. "Apa aku yang sudah mengambil ciuman pertamamu?"
"Da-dari mana kamu tahu kalau itu ciuman pertamaku?" tanya Fiona dengan terbata-bata.
Steven tersenyum tipis saat mengetahui kalau dialah yang mendapatkan ciuman pertama Fiona. "Tentu saja aku tahu. Aku bisa menebak hanya dengan melihat reaksimu setiap kali aku habis menciummu," ujar Steven percaya diri.
"Ak-aku... aku hanya merasa malu."
"Seharusnya kamu tidak perlu malu lagi. Kita bahkan sudah melakukan hal yang lebih dari itu."
Fiona menoleh pada Steven dengan cepat. "Ap-apa maksudmu?"
Steven menatap Fiona dengan senyuman jahatnya. "Apa kamu sudah lupa kalau kita sudah pernah menghabiskan malam panas bersama waktu itu? Kamu bahkan sudah menyentuh semua tubuhku."
Fiona menatap Steven dengan cepat. "Kamu jangan mengada-ada Steve. Aku tahu kalau tidak terjadi apa-apa malam itu."
Steven memajukan tubuhnya dan menatap lekat mata Fiona "Aku berkata yang sebenarnya. Kamu sudah menjadi milikku pada malam itu, Fio. Kamu tidak bisa lari lagi dariku. Mulai dari sekarang, jangan harap kamu bisa berdekatan dengan pria lain lagi."
Fiona menggelengkan kepala dengan kuat. "Tidak mungkin. Aku tidak mengingat apapun pada malam itu."
Steven menyeringai. "Aku hanyalah korban. Kamu yang memaksaku malam itu sehingga terjadilah semuanya. Bahkan aku sudah menolaknya berkali-kali karena takut kamu akan menyesal nanti."
Fiona tampak berpikir sambil menunduk. Dia berusaha mengingat kejadian malam itu. "Tetapi aku tidak merasakan sakit setelah kejadian malam itu. Aku hanya merasakan pegal-pegal saja di seluruh tubuhku. Kata orang, akan menyakitkan kalau melakukan untuk pertama kalinya," ucap Fiona pelan.
Steven kembali terkejut saat mendengar perkataan Fiona. Dia tidak menyangka kalau Fiona masih menjaga kesuciannya sampai sekarang. Steven terlihat masih tetap tenang.
"Tentu saja kamu tidak merasakan sakit karena aku melakukannya dengan sangat lembut dan penuh cinta. Ap...."
"Hentikan Steve! Aku tidak mau dengar lagi," pekik Fiona sambil menutup kedua telinganya.
Steven terseyum miring. "Aku hanya memberitahumu agar kamu tahu bagaimana kita melewati malam itu."
"Sudah cukup. Bagaimana bisa kamu dengan santainya membahas masalah itu. Kita bahkan bukan sepasang suami istri." Fiona tampak merasa malu mendengar perkataan Steven. "Padahal aku sudah susah payah menjaganya selama ini," ucap Fiona dengan wajah sedih.
Steven meraih dagu Fiona, menundukkan kepalanya agar bisa bertatapan langsung dengan mata Fiona. "Sudah kubilang, aku akan bertanggung jawab padamu. Kau tidak perlu khawatir." Steven lalu melepaskan tangannya dari Fiona dan kembali lagi ke tempat duduknya.
Fiona mengalihkan pandangannya. "Ini salahku karena aku yang telah memancingmu lebih dulu. Kamu hanya korban di sini. Kau tidak perlu merasa bersalah padaku."
Rahang Steven mengeras saat mendengar ucapan Fiona. "Apa kamu berencana melarikan diri dariku?"
Fiona tidak berani memandang Steven. "Aku hanya tidak ingin menjadi bebanmu, Steve. Kamu tidak perlu memikirkan aku. Kamu berhak menikah dengan wanita yang kamu cintai."
Steven menatap Fiona dengan wajah tenang. "Aku belum pernah disentuh oleh wanita manapun. Kamu adalah wanita pertamaku, begitupun sebaliknya. Akan lebih baik kalau aku bertanggung jawab padamu."
Fiona menatap wajah Steven dengan bingung. "Apa kau tidak takut padaku?"
"Takut kenapa?" tanya Steven dengan dahi berkerut.
"Bagaimana kalau bukan wanita baik-baik? Apa kau tidak takut kalau aku akan memanfaatkanmu?"
Steven menahan senyumnya. "Manfaatkanlah aku kalau kau bisa. Aku justru senang jika kau bisa memanfaatkan aku. Kau bisa melakukan apapun sesuka hatimu karena aku sudah menjadi milikmu," ucap Steven dengan senyum jahilnya.
"Aku bisa saja membuatmu miskin seketika, Steve. Aku adalah wanita yang boros." Fiona sebenarnya hanya mencari alasan agar tidak terikat dengan Steven.
Steven tersenyum tipis. "Kau tidak akan bisa membuatku miskin, Fio."
"Aku adalah wanita yang pintar menghabiskan uang."
"Coba saja kalau kau bisa," tantang Steven dengan wajah santai.
"Bagaimana kalau mansion ini aku jual? Aku rasa nilainya sekitar 500 Miliar kalau aku tidak salah."
Kau salah Fio, nilainya bukan 600 Miliar tetapi 1,3 Triliun.
Steven menyungging sudut bibirnya sebelah. "Silahkan saja." Steven mendekatkan wajahnya pada Fiona. "Itu berarti kau sudah siap menjadi milikku dan hidup denganku selamanya."
Steven menjauhkan wajahnya lalu menatap Fiona dengan sambil tersenyum penuh arti.
Bersambung.....
Steven Antonio Pradigta.
Fiona
Leon
Ini dia adalah penampakan visual dari cerita Goresan Luka di Hati Fiona. Author harap sesuai dengan karakter dalam ceritanya. Mohon dukunganya dengan cara tekan tanda Favorite, Comment, Vote dan Like pada setiap bab.
Dukungan kalian sangat berarti untuk Author. Terima Kasih untuk semua yang sudah membaca cerita ini dan yang sudah mendukung cerita ini......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Bunga Ros
visualnya masih kekuatan anak anak bangat thoooooor ganti sink yg lebih hot
2024-08-26
0
Asmar Siahaan
mantap
2024-01-27
0
Qaisaa Nazarudin
Kamu jgn terlalu cepat luluh Fio,Haris tegas,jangan sampai kamu hanya di anggap pelariannya saja,Biasanya orng yg mengigau karena itulah yg dia rasa dan di pendam,Kamu juga belum kenal banget siapa Steven,Mungkin kamu hanya mirip dgn Gwen makanya dia posesif ke kamu..
2023-05-11
0