“Apa kau yakin ingin mendengarnya langsung dari mulutku? Aku sarankan padamu, lebih baik kau tidak usah tahu karena yang akan malu adalah dirimu sendiri nantinya,” ucap Steven tersenyum miring.
Sebenarnya tidak terjadi apa diantara mereka semalam. Steven hanya berusaha mengerjai Fiona karena semalam Fiona terus saja memeluk tubuhnya dengan erat sehingga membuat Steven kalang kabut dengan tingkah Fiona yang tidak sadar itu.
Fiona terdiam sesaat setelah mendengar perkataan Steven. “Maafkan aku Steve. Lebih baik nanti malam aku tidur di kamar tamu. Aku takut diriku berbuat yang tidak seharusnya kepadamu,” ujar Fiona pelan.
Steven menatap Fiona sejenak. “Aku akan meminta pelayan membersihkan kamar tamu,” ujar Steven sambil duduk di tepi tempat tidur seraya merapihkan kemejanya.
“Steve?” panggil Fiona yang sudah beralih menatapnya kembali.
“Hhmm.”
“Hari ini, aku berencana bertemu dengan temanku.”
“Laki-laki atau perempuan?” tanya Steven seraya mememicingkan matanya.
“Dua-duanya. Mungkin aku akan pulang sore hari.”
Steven mengangkat wajahnya lalu menatap Fiona yang tampak berdiri tidak jauh darinya seraya meremas tangannya. Dia merasa seperti sedang meminta ijin pada suaminya. “Baiklah, aku akan meminta Doni untuk mengantarmu.”
Fiona langsung menggelang dengan kuat. “Tidak perlu Steve. Aku bisa naik taksi.”
Steven menatap tajam pada Fiona. ”Aku tidak mengijinkanmu pergi jika tidak diantar oleh Doni,” ucap Steven dengan tegas.
“Tapi steve....” Mulut Fiona terbuka dan tangannya menggantung saat dia ingin membantah, tetapi sudah dipotong terlebih dahulu oleh ucapan Steven
“Pergi dengan Doni atau tidak sama sekali.” Steven menatap Fiona dengan tatapan tajam.
Fiona langsung menciut. Tadinya, dia akan protes, tapi dia urungkan ketika melihat tatapan Steven. Dia kemudian menurunkan tangan serta menghela napas halus. “Baiklah, aku akan pergi dengan Doni,” ucap Fiona pasrah saat melihat wajah Steven yang tampak tidak ingin dibantah. Fiona merasa tidak bisa menang jika berdebat dengan Steven.
Steven kemudian berdiri. "Aku akan langsung menyuruh Doni datang ke sini. Kau mandilah dulu. Baju gantimu ada walk in closet, di lemari paling ujung,” tunjuk Steven sebelum dia berjalan keluar ke arah pintu.
“Terima kasih, Steve.”
“Aku akan menunggumu di bawah untuk sarapan bersama,” ucap Steven yang sudah meraih gagang pintu kemudian menutupnya setelah mendengar jawaban Fiona.
Fiona berjalan menuju ruang makan setelah dia selesai mandi. Terlihat Steven, Erick, dan juga Doni sudah duduk di meja makan.
“Duduklah,” ujar Steven saat melihat Fiona berjalan ke arah meja makan.
Fiona mengangguk dan duduk di sebrang Steven.
“Kau akan bertemu dengan temanmu di mana?” tanya Steven sambil menyendokkan makanan ke mulutnya tanpa menoleh pada Fiona.
Fiona menghentikan gerakan tangannya yang sedang menuangkan makanan ke dalam piringnya setelah mendengar pertanyaan Steven. “Di cafe, tetapi kak Leon memintaku untuk ke rumahnya saja, sekalian menjemput Jesi nanti. Jadi, Doni cukup mengantarkan aku ke rumah kak Leon saja,” jelas Fiona sambil menatap ke Steven
Steven menatap Fiona datar. “Kau tidak perlu ke rumah pria itu. Kau bisa langsung menjemput teman wanitamu lalu bertemu dengan pria itu di cafe.”
Erick dan Doni saling berpandangan saat mendengar perkataan bosnya. Ada tanda tanya besar di benak mereka saat mendengar percakapaan Fiona dan Steven apalagi setelah mendengar perkataan bosnya yang melarang Fiona untuk ke rumah pria lain. Dalam diam mereka memperhatikan ekspresi bosnya yang tampak sedang menatap tajam pada Fiona.
“Tapi, aku sudah berjanji dengan kak Leon akan ke sana terlebih dahulu,” ujar Fiona.
“Ikuti perkataanku atau kau tidak boleh pergi,” ujar Steven dengan tegas.
Suasana berubah menjadi dingin. Alis Erick menyatu saat mendengar perkataan Steven. Erick yang sudah lama ikut dengan Steven merasa sedikit heran dengan sikap bosnya. Dia merasa kalau Steven memperlakukan Fiona seperti kekasihnya. Terbukti, saat dia melarang Fiona untuk bertemu dengan laki-laki lain.
Doni dan Erick kembali saling melirik tanpa berkata apaapun. Mereka masih diam sambil meneliti setiap gerak-gerik bosnya. Mereka tidak berani mengeluarkan suara sedikitpun.
“Iya Steve, aku akan langsung menjemput Jesi,” ujar Fiona dengan suara lemah saat melihat tatapan tajam Steven.
Steven menyeka sudut bibirnya setelah selesai makan. “Bagus. Aku akan berangkat sekarang." Steven berdiri, diikuti oleh Erick dan Doni yang sudah menyelesaikan sarapan mereka juga.
“Hati-hati Steve,” ucap Fiona yang diangguki oleh Steven. Fiona mengikuti langkah Steven yang terlihat berjalan keluar mansionnya.
Steven dan Erick berhenti sejenak tepat di sebelah Doni yang terlihat sedang berdiri dengan sedikit menunduk. “Pastikan kau mengantarnya sampai cafe itu. Awasi dia dan laporkan kepadaku nanti,” ucap Steven pelan tanpa menoleh pada Doni. Fiona hanya memperhatikan dari kejauhan saat Steven berhenti tampak berbicara sesuatu pada Doni. Sebenarnya Fiona penasaran dengan apa
“Baik Tuan,” ucap Doni sambil membungkuk sebelum Steven berjalan menuju mobilnya diikuti Erick di belakangnya.
Fiona hanya memandang kepergian Steven dari depan pintu. Setelah mobil Steven tidak terlihat lagi, Fiona memutuskan untuk pergi bersama Doni. Tidak lupa dia mengabari Leon untuk langsung bertemu di cafe.
Setelah selesai menjemput Jesi, Fiona langsung menuju cafe. Sesampainya di sana, terlihat Leon sudah tiba terlebih dahulu. Dia mengenakan setelan kemeja putih dengan lengan kemeja yang digulung sampai siku yang dipadukan dengan celana jeans berwarna dark blue. Leon terlihat keren hari ini spalagi saat dia tersenyum, terlihat dua lesung pipit yang dalam menghiasi wajah tampannya. Membuat siapa saja yang melihatnya menjadi meleleh karena senyuman manisnya itu.
“Kalian sudah datang?” tanya Leon saat melihat Fiona dan Jesi berjalan ke arahnya.
“Iyaa,” jawab Fiona dan Jesi serempak sambil duduk di tempat duduk yang kosong.
“Maaf kak, tadi aku tidak jadi mampir ke rumahmu. Ibu memintaku untuk pergi dengan supir,” ucap Fiona berbohong. Dia merasa tidak enak karena tidak jadi ke rumah Leon.
Leon tersenyum manis. “Tidak apa-apa, yang terpenting kita bisa bertemu di sini,” ujar Leon sambil menatap wajah Fiona yang terlihat merasa bersalah.
“Tapi, semenjak kapan kamu ganti supir?” tanya Jesi dengan dahi yang mengerut. Jesi merasa herab saat dia melihat wajah asing Doni tadi. Jesi adalah sahabat terdekat Fiona, jadi dia mengetahui sengala sesuatu tentang Fiona termasuk dengan supir yang biasa mengantarnya.
“Emmhh, itu supir baruku Jes yang lama sekarang menjadi supirnya kak Cindy.” Fiona sengaja menutupi identitas Doni yang sebenarnya. Dia belum siap untuk menceritakan kepada Jesi karena ada keberadaan Leoan di sana.
Jesi mangut-mangut. “Kalian mau pesan apa?” tanya Leon sambil menatap kedua wanita di depannya.
“Seperti biasa aja kak,” jawab Jesi yang diangguki oleh Fiona. Leon langsung memanggil pegawai cafe lalu memesan makanan favorit mereka jika sedang berkumpul di cafe itu. Setelah pesanan mereka datang, mereka melanjutkan dengan berbincang.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang, Fio?” tanya Leon saat Fiona sedang menyeruput minumanya.
Fiona tampak menatap ke atas sebentar. “Entahlah aku juga belum memikirkannya.”
“Apa kau akan tetap melanjutkan pendidikan pasca sarjanmu?” tanya Jesi saat melihat kebingungan di wajah Fiona.
“Sepertinya aku harus cuti sementara. Perusahaan papa pasti membutuhkan aku karena selama ini hanya aku yang membantu papa mengelola perusahaannya. Kalian tahu sendiri kak Cindy hanya bisa menghabiskan uang saja tanpa mau ikut terlibat dalam urusan perusahaan,” ucap Fiona seraya memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.
Leon mengangkat cangkir kopinya kemudian menyesapnya. “Jika ada yang tidak kau mengerti, kau bisa bertanya padaku. Aku akan berusaha membantumu sebisaku,” tawar Leon. Leon merupakan pemilik dari mall terbesar yang ada di kota J. Dia juga memiliki resort dan tempat wisata yang berada di kota B dan D.
Fiona tersenyum manis. “Terima kasih kak. Aku pasti akan banyak merepotkanmu ke depannya karena aku juga belum banyak mengerti tentang mengelola perusahaan sendiri.”
“Tidak masalah. Aku senang bisa membantumu. Kau tidak perlu sungkan kepadaku,” ujar Leon sambil menikmati makanannya.
“Bagaimana kalau habis ini kita jalan-jalan ke mall? Aku sudah lama tidak jalan-jalan. Otakku sepertinya lelah karena terlalu sering digunakan untuk berpikir keras,” ucap wanita berambut sebahu dengan badan sedikit berisi, mata bulat dan pipi sedikit chubby. Jesi memiliki beberapa restoran yang tersebar di ibu kota.
“Lebih baik kita pergi ke mallku saja, itu lebih nyaman dari pada ke tempat lain,” usul Leon saat melihat wajah kusut Jesi.
“Aku setuju sekali, sekalian kau belanjakan kami ya kak. Kau kan sudah lama tidak mengajak kami pergi ke mall milikmu,” pinta Jesi dengan enteng.
Sebagai sepupunya, Jesi sering meminta berbagai macam pada Leon. Leon tidak pernah keberatan dengan permintaan Jesi. Leon yang tidak memiliki saudara kandung, sudah menganggap Jesi seperti adiknya sendiri. Dia juga sering menuruti segala permintaan Jesi.
Leon mengangguk pelan. “Baiklah, habiskan dulu makananmu, setelah itu kita baru pergi jalan-jalan ke tampatku." Leon memperhatikan Jesi yang tampak belum berhenti memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Sementara Fiona hanya tersenyum melihat tingkah Jesi yang seperti anak kecil yang sedang mengunyah dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Fiona dan Jesi langsung mengangguk senang. Karena sudah menjadi kebiasaan mereka jika Leon sudah mengajaknya. Segala permintaan mereka pasti akan dituruti oleh Leon, termasuk permintaan Fiona.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Edah J
Semoga yg menyayangi Fiona selalu tetap bersama
2022-05-05
0