*
*
Wajah Aslan merengut saat melihat Rama berjalan mendekat ke pos keamanan sekolahnya. Setelah dia menunggu hampir sepuluh menit seperti yang selalu ibunya katakan. Apa lagi si penjaga keamanan mengatakan kepadanya seseorang akan menjemputnya hari itu.
"Mama bilang nggak boleh ikut sama orang asing." bocah itu berbicara.
"Om bukan orang asing, kita kan sudah kenal." Rama menjawab.
"Tapi mama nggak pernah nyuruh orang untuk jemput aku." ucap bocah itu lagi.
"Hari ini nyuruh."
"Aku nggak mau, nanti di culik." anak itu bersedekap sambil memalingkan wajah.
"Tidak akan. Kan mama Aslan yang suruh. Lagi pula, mana ads polisi menculik anak-anak?" Rama terkekeh.
Sementara Aslan semakin mengerutkan dahi.
"Sebentar." Rama merogoh ponsel di saku celananya kemudian melakukan panggilan. Setelah itu dia menyerahkannya kepada Aslan.
"Mama?" katanya setelah melihat wajah ibunya terpampang di layar.
"Aslan hari ini om Rama yang jemput ya? mama kebetulan tidak bisa keluar."
"Mama bilang nggak pernah nyuruh orang untuk jemput aku?"
"Iya tahu, tapi kebetulan Om Rama bisa. Makanya dia yang jemput Aslan." Kaysa meyakinkan.
"Jadi aku pulangnya sama Om Rama nih?" Aslan melirik kepada pria dewasa di depannya.
"Iya, langsung pulang ke apartemen ya? jangan ke mana-mana dulu."
"Ya udah."
"Baik kalau begitu, sekarang Aslan ikut Om Rama pulang, oke?"
"Oke mama." jawab Aslan yang kemudian menyerahkan kembali ponsel tersebut kepada Rama.
Sepanjang perjalanan mereka tak terlalu banyak bicara. Rama fokus dengan jalan raya, sementara Aslan sesekali meliriknya masih dengan dahi berkerut. Mencurigai sikap pria asing ini kepadanya. Sinyal tak aman seperti berbunyi nyaring di kepalanya.
"Kamu mau beli sesuatu dulu?" Rama mulai bersuara.
"Nggak mau."
"Beli makanan?" tawar Rama.
"Nggak."
"Jajanan? mumpung kita lewat swalayan." pria itu melirik ke sisi kirinya di mana sebuah swalayan terkenal terlihat ramai.
Pria itu ingat, setiap kali menjemput adik perempuannya pulang dari sekolah pasti menyempatkan diri untuk setidaknya membeli camilan di swalayan yang mereka lewati. Dan bukankah anak-anak biasanya begitu?
"Mama bilang harus langsung pulang, nggak boleh ke mana-mana dulu." bocah itu bereaksi.
"Baiklah, ... hanya takut kamu merasa lapar." dia meneruskan perjalanan. Hingga setelah hampir sepuluh menit kemudian mereka tiba di depan gedung apartemen kelas tiga di pinggiran kota Jakarta.
"Om mau ke mana?" Aslan memutuar tubuh ketika menyadari Rama mengikutinya hingga ke dalam.
"Antar kamu sampai ke atas." jawab pria itu yang menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" Aslan kembali mengerutkan dahi.
"Untuk memastikan kamu sampai di rumah dengan selamat."
"Om lebay!" anak itu memutar bola matanya, kemudian berbalik dan dia melanjutkan langkahnya hingga mereka tiba di unit yang di tinggali Aslan dan Kaysa.
"Udah sampai om." Aslan hampir membuka pintu unitnya ketika dia melirik Rama masih berada di belakangnya.
"Om tahu."
"Terus, kenapa om masih di sini?"
Pria itu terdiam.
"Kan akunya udah sampai?"
"Kamu tahu Aslan, sebagai anak berusia 7 tahun, tingkat kewaspadaanmu ini sangat besar." Rama bersedekap.
"Sebentar lagi 8 tahun om, aku udah besar."
Pria itu terkekeh lagi.
"Mama nggak pernah nyuruh orang lain jemput aku. Aku seringnya pulang sendirian kalau mama nggak bida jemput, dan itu nggak apa-apa. Tapi sekarang tiba-tiba ada om. Ini mencurigakan." anak itu memicingkan matanya.
"Apa? mencurigakan katamu?" Rama sedikit tertawa.
Sebelumnya tidak pernah ada siapa pun yang berani berkata seperti itu kepadanya, terutama anak kecil. Apa lagi jika dirinya dalam keadaan berseragam. Sikap segan dan sungkan sudah pasti segera terlihat, apa lagi di kalangan anak-anak yang terkadang merasa takut kepadanya.
"Om ada apa-apa ya sama mama?" tanya Aslan lagi.
"Apa?" Rama mengerutkan dahi.
"Terus kenapa om baik terus sama mama? sekarang tambah lagi baiknya sama aku? kayaknya ada sesuatu deh."
Pria itu tertawa cukup keras.
"Cara bicara dan berpikirmu tidak seperti anak kelas satu sd."
"Emangnya kalau anak kelas satu sd nggak boleh banyak tanya kayak aku ya?"
"Bukan begitu."
"Terus kenapa?"
"Hah, ... apa gen ibumu yang paling dominan ya? membuatmu banyak bertanya seperti ini?" keluh Rama yang benar-benar merasa di ingatkan kepada sosok Kaysa sebagai wartawan ketika di awal mereka bertemu.
"Iya lah, kan dia mama aku." Aslan menjawab.
"Tentu, tentu."
"Ya udah, aku mau masuk dulu, soalnya udah laper." Aslan mendorong pintu kemudian masuk.
"Memangnya ada makanan?" Rama mengikutinya hingga masuk ke dalam unit sederhana itu.
"Ada lah." Aslan meletakan tas di sofa. Membuka sepatu dan kaus kakinya, kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan kaki juga membasuh wajah. Persis seperti yang sering ibunya perintahkan.
Sesaat kemudian dia mengambil makanan di dekat meja kompor, berupa nasi dan lauk serta sayur, juga segelas air putih, kemudian duduk di sofa depan tivi.
"Om mau ikut makan?" tawarnya kepada Rama yang masih berdiri memperhatikan. Merasa sedikit heran kepada anak yag katanya hampir berusia delapan tahun itu.
"Tidak, om tadi sudah makan di tempat kerja mama mu." tolak Rama yang terus memperhatikan Aslan dan sekitarnya.
Anak kecil berusia hampir delapan tahun yang di tinggal sendirian di rumah sementara ibunya bekerja. Dan dia seperti sudah terbiasa mengurus dirinya sendiri.
Sungguh merupakan pemandangan yang langka, di mana seharusnya anak seusia Aslan masih bersikap manja dan mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, terutama ibu. Tapi karena segala keterbatasan, anak itu harus mengalami hal tersebut.
Yang luar biasanya dia mampu menjalanjnya sendirian. Sepertinya Kaysa mendidiknya dengan cukup keras sehingga segala sesuatunya Aslan terapkan walau perempuan itu tak sedang bersamanya.
"Setiap hari kamu seperti ini, Aslan?" pria itu bertanya.
"Apaan? sendirian?" Aslan menoleh dengan mulut yang penuh dengan makanan, membuat kedua pipinya menggembung dan dia terlihat lucu.
"Ya, ... sementara mama mu bekerja."
"Iya." jawab Aslan, ringan.
"Tidak di titipkan kepada orang lain?"
"Aku nggak suka sama orang asing."
"Bagaimana dengan papamu?"
Aslan menghentikan kegiatan makannya.
"Aku nggak suka sama papa." Aslan merasakan tenggorokkannya seperti tercekat. Saat ini, hal utulah yang terasa paling menyesakkan baginya ketimbang mengalamj kesusahan bersama ibunya. Setidaknya mereka masih tetap bersama walau tak punya apa-apa.
"Oh ya? kenapa?"
"Papa ingkar janji terus." katanya dengan nada kesal
"Ingkar janji soal apa?" pria itu dengan kepenasarannya.
"Katanya aku boleh pergi sama papa, tapi tahunya papa malah pergi sama tante galak?"
"Tante galak? siapa lagi itu?"
"Yang bawa papa kabur." Aslan dengan polosnya, kemudian kembali menyuapkan makanannya dengan cepat.
"Apa?"
"Jadinya mama pergi kan? tapi sekarang ada om. Pasti nanti bawa mama kabur juga." anak itu mendongak.
Dalam pikirannya, orang asing yang mendekati Kaysa bisa di pastikan akan membawa perempuan itu pergi menjauh. Sama halnya seperti Kristina yang menjauhkannya dari Radit sang ayah. Yang membuat pria itu yak memiliki walau hanya sedikit waktu untuk dia habiskan bersamanya. Dan itu rasanya sangat menyakitkan.
"Kenapa om harus membawa kabur mama mu?"
"Nggak tahu, tapi nanti kayak tante galak yang bawa kabur papa. Jadinya aku nanti sendirian deh." akhirnya Aslan menghabiskan makanan di piringnya, kemudian menenggak air minumnya hingga tandas.
"Tidak mungkin." Rama berjongkok di sampingnya.
"Masa?"
"Iya. Masa om mau membawa kabur mama mu?"
"Ya kan siapa tahu?"
"Tidak mungkin." ulang Rama.
Aslan menatap wajah pria itu yang akhir-akhir ini sering dia lihat menemui ibunya. Dan pikirannya sedang mengira-ngira. Apakah pria ini berbicara tentang hal yang benar atau tidak, karena sangat sulit untuk melihat bedanya.
Sama halnya seperti Kristina yang awalnya bersikap begitu baik kepadanya. Tapi setelah perempuan itu tinggal di rumah yang dulu dia tinggali bersama Kaysa, keadaan mulai berubah.
Kristina sering mengancamnya, dan mengucapkan kata-kata menakutkan untuknya. Tapi juga terkadang tak mengajaknya bicara sama-sekali kecuali di depan Radit.
Apa lagi setelah peristiwa tempo hari ketika ayahnya memilih untuk pergi bersama perempuan itu ketimbang dengannya. Yang akhirnya membuat dia kecewa dan merasa kehilangan kepercayaan kepadanya.
"Kamu tidak percaya orang lain selain mama mu ya?"
Aslan menggelengkan kepala.
"Sekarang kamu juga bisa percaya om." katanya lagi.
"Kenapa aku harus percaya sama om? emang om siapanya aku?"
"Kita berteman mulai sekarang." kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya.
"Mana ada anak kecil temenan sama orang dewasa? on aneh!"
"Kamu bilang kamu ini sudah besar, sebentar lagi delapan tahun? lalu apa bedanya dengan om?" Rama duduk di sofa di samping bocah itu. Entah mengapa dia merasa harus mendekatinya, dan membuat Aslan percaya kepadanya.
Aslan tampak berpikir. Baru kali ini juga ada orang asing yang gigih mendekatinya seperti itu. Dan pertama kali juga dia berbicara dengan orang dewasa selain ibunya, guru, petugas keamanan dan juga ayahnya.
"Om galak nggak? om kan polisi?" pertanyaan yang membuat Rama kembali tertawa.
"Memangnya polisi harus galak?" katanya, menjeda tawanya sendiri.
"Ya biasanya kan gitu."
"Apa om harus jujur?"
"Iya dong, kata mama nggak boleh bohong. Dosa."
"Baiklah."
"Om galak?"
"Iya, om galak."
"Tuh kan?" Aslan tampak menegakkan tubuh kecilnya.
"Om galak kepada orang-orang jahat. Apa Aslan jahat?"
"Nggak dong, aku anak baik kok. Aku nurut sama mama, dengerin guru sama pak satpam juga. Aku nggak pernah bully temen-temen aku biarpun mereka semua sering ledekin aku." ucap Aslan dengan begitu polos, membuat Rama terdiam untuk beberapa saat.
"Kenapa teman kamu melakukan itu?" kemudian dia bertanya.
"Nggak tahu." Aslan menggendikkan bahu.
"Nah, om akan galak kepada anak-anak seperti itu. Tapi kalau Aslan baik, om pasti tidak akan galak." Rama meyakinkan.
"Masa?"
"Serius?"
"Hu'um." pria itu pun menganggukkan kepala.
Aslan tampak berpikir lagi.
"Jadi, apa kita bisa berteman?"
"Kalau Om maunya gitu ya udah."
"Oke." Rama mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Dia merasa lega setelah mendapat kepercayaan anak itu untuk alasan yang tak dimengertinya.
*
*
*
Bersambung ...
ecie cieeeee, ... udah dapetin kepercayaan anaknya. Otewe ke emaknya nih😂😂
cus like komen sama hadiahnya di kirim buat lang Korma biar dia lebih semangat.
lope lope sekebon korma😘😘
Aslan seneng karena punya temen baru 😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Hearty 💕
alasannya Mama Aslan
2023-10-21
0
Kustri
biasa'a klu berteman menautkan jari klingking
2023-07-14
1
afrena
iya polisi semua galak dan sangat manis ketika ada maunya. mungkin tk semua begitu tpi itulah kenyataannya tdk bisa dijadikan teman mereka kaya bunglon, sungguh miris.😂😂
2023-03-16
2