Kenyataan

*

*

"Kenapa belum siap?" Kaysa mendapati Aslan yang masih berpakaian biasa, padahal pagi itu sudah saatnya mereka pergi.

"Aku ... mau pakai seragam yang biasanya aja." jawab Aslan yang meraih seragam merah putih yang tergantung di pintu lemari.

"Kenapa? bukannya hari ini jadwal memakai batik?"

Aslan terdiam sebentar.

"Cepat, nanti kesiangan. Hari ini mama banyak pekerjaan." ucap Kaysa yang menyodorkan seragam batik pemberian mantan suaminya kepada Aslan.

"Tapi itu papa yang beli." bocah itu menatap wajah sang ibu dengan raut takut-takut.

"Memangnya kenapa? kan kamu yang minta? cepat pakai." Kaysa dengan nada dingin. Dia masih merasa kesal dengan kejadian kemarin, apa lagi melihat beberapa barang yang di belikan oleh mantan suaminya.

"Nggak mau." tolak Aslan yang dengan cepat mengenakan seragamnya.

"Kenapa? Aslan, jangan macam-macam! kamu sudah memintanya kepada papa, jadi jangan membuatnya menjadi mubadzir!"

"Tapi nanti bikin mama marah." anak itu dengan suara parau. Rasa takut membuat sang ibu marah lebih besar dari kebahagiaannya bertemu dengan ayahnya kemari. Dia tahu ada yang tak beres dengan hubungan kedua orang tuanya yang menyebabkan mereka berpisah. Meskipun membuatnya bingung, tapi dirinya juga ingin bersama ayahnya. Namun keinginan bersama ibunya pun lebih besar.

Kaysa tertegun, dia menyadari sikapnya mungkin berlebihan, tapi ketakutan akan perpisahan dengan Aslan menjadi hal yang paling mengganggunya. Apa lagi jika berhubungan dengan Radit, sang mantan suami.

Ketakutan akan ketergantungan kepadanya akan menyakiti mereka. Karena hal itu akan membuat Radit semena-mena terhadapnya. Dan tak mudah untuk melupakan rasa sakit dari luka perceraian yang menganga.

Dia mencoba untuk tegar walau sulit, dan terus bertahan walau tidak tahu apa mereka bisa. Menyebabkannya mengeraskan hati agar dapat menghadapi hari-hari yang sulit ini. Namun hal itu membuatnya bersikap keras juga terhadap Aslan.

Padahal dirinya tahu, Radit tak mungkin menyakiti putra mereka, tapi yang paling di takutinya adalah anak itu akan merasa terlalu nyaman dengan ayahnya sehingga akan memilih meninggalkannya.

Kaysa menghela napas pelan dan mencoba untuk meredam kekesalannya.

"Aslan, mama tidak marah. Maafkan, mama hanya kesal."

Anak itu terisak.

"Mama hanya khawatir Aslan akan pergi,"

"Maaf, harusnya kemarin nggak ikut papa. Tapi papa bilang cuma mau antar aku pulang. Tapi papa ngajak dulu makan, abis itu ...

"Sudah, cepat pakai batiknya. Nanti kamu terlambat."

"Mama udah nggak marah?" dia menatap wajah sang ibu.

"Tidak."

Aslan masih terdiam.

"Aslan?"

Kemudian anak itu mengenakan batiknya seperti yang di perintahkan. Membawa tas dan buku baru, bahkan sepatu yang juga dibelikan ayahnya kemarin sebelum dia mengantarkannya pulang.

*

*

Seseorang mengetuk body mobil milik Rama yang tengah di perbaiki pria itu. Membuatnya cepat memalingkan perhatian, dan mendapati atasannya di kesatuan tengah berdiri di samping mobilnya.

"Aku kira kau punya kesibukan lain?" Fandi melepas kaca mata hitamnya.

"Apa lagi?" Rama menghetikan kegiatannya.

"Aku menghubungimu tapi tidak kau jawab?"

"Benarkah?" Rama melirik ponselnya yang tengah di isi daya di sisi lain garasinya.

Fandi kemudian menyerahkan sebuah amplop dengan ukuran cukup besar, yang tidak langsung di terima oleh Rama. Namun membuat bawahannya itu mengerutkan dahi.

"Surat pemecatan?" ucap Rama yang tak lama kemudian menerima benda tersebut.

"Pemecatan kepalamu? kau pikir kami akan membebaskanmu begitu saja setelah kekacauan yang kau buat?" jawab Fandi dengan suara datarnya.

Rama tertawa hingga kepalanya terdongak ke atas.

"Mungkin di sana kau akan menemukan dirimu sendiri." lanjut Fandi yang menatap wajah bawahan sekaligus anak dari sahabatnya itu. Yang ayahnya titipkan sebelum dia meninggal karena suatu penyakit yang cukup parah.

"Apa ini pak? tidak mungkin undangan untuk mendaftar Kopassus bukan?" pria muda itu kembali tertawa sambil membuka amplopnya dan mengeluarkan isinya.

"Tiga kali gagal berturut-turut tidak mungkin mendapatkan kesempatan lagi."

Rama kemudian membacanya pelan-pelan, dan hingga dua kali mengulanginya untuk memastikan. Lalu kembali menatap Fandi setelahnya.

"Rekanku di Pasukan Khusus sedang membentuk sebuah tim rahasia yang dibutuhkan negara. Mereka mengundang prajurit dan perwira dari beberapa kesatuan yang berbeda untuk mengikuti seleksi." jelas sang atasan dengan jelas.

"Kopassus?"

"Kau bisa menyebutnya begitu tapi ...

"Apa?" Rama mengerutkan dahi.

"Hal ini lebih besar dari yang kau kira."

"Maksudnya?"

"Kau akan tahu setelah masuk ke dalamnya nanti," Fandi kembali mengenakan kaca mata hitamnya, kemudian melenggang ke arah kendarannya.

"Jika kau berminat datanglah untuk seleksi pertama minggu depan, sementara kami akan memilih secara acak. Dan aku yakin kau memenuhi kriteria karena reputasimu sudah sampai terlebih dahulu ke telinga mereka. Itu sebabnya kau mendapatkan undangan secara khusus." pria 52 tahun itu masuk ke dalam mobilnya.

Sementara Rama terdiam tanpa berkata apa pun.

"Pikirkanlah Ram, cita-citamu mungkin tidak bisa kau wujudkan, tapi mimpimu akan menjadi nyata di tempat lain." katanya lagi, sebelum akhirnya pria itu pun pergi.

*

*

"Kay, sudah aku katakan jika tak ada berita bagus janga datang dulu kemari. Apa lagi membawa berita recehan seperti yang biasanya kau bawa. Waktuku sangat padat sekarang ini." Frans menggeser flashdisk yang di serahkan Kaysa.

"Saya yakin bapak akan tertarik dengan yang satu ini, stasiun tivi lain belum pernah menayangkannya."

"Soal apa ini Kay? paling hanya cerita hidup anak-anak jalanan atau kaum pinggir jalan. Itu sudah biasa."

"Bukan pak."

"Sudah biasanya kau membawa berita semacam itu."

"Yang ini berbeda pak."

"Aku tidak yakin soal ini."

"Percayalah pak, anda akan terkesan. Atau lihat saja dulu rekamannya. Sudah saya edit agar lebih layak tayang dengan sedikit tambahan di beberapa bagian."

Frans mendengus keras.

"Ini soal perampokan bank dua minggu lalu yang beritanya langsung tenggelam."

"Perampokan bank?"

"Bapak tahu, yang rekaman kejar-kejarannya sempat viral di internet, lalu entah kenapa media seperti langsung di bungkam sehingga pemberitaannya tidak terlalu mencuat."

"Kau serius Kay?"

"Bapak lihat saja dulu, saya berhasil mewawancarai tiga polisi yang terlibat waktu itu."

Frans terdiam sebentar, kemudian dia memutuskan untuk melakukan apa yang di katakan oleh Kaysa.

Pria itu memasukan fashdisk ke dalam player di dekat komputer, kemudian memutarnya. Tampak Kaysa tengah berperan sebagai reporter dan menjelaskan beberapa hal. Diselingi potongan video yang dia dapat dari beberapa sumber.

Hingga akhirnya muncul wawancara dengan dua orang pria berseragam polisi yang menjelaskan tentang kejadian yang sempat menjadi trending topik di kalangan masyarakat.

Kaysa tampak pandai menjelaskan di depan kamera, sudah seperti pembaca berita profesional saja.

"Di flashhdisk yang satunya wawancara dengan satu perwira yang terkena sanksi karena menjalankan tugas yang tidak seharusnya. Tapi tindakannya berhasil menghentikan para pelaku." Kaysa menunjukkan satu falshdiask lainnya, yang segera Frans putar juga.

Pria itu terdiam, dan dia menyimak hal tersebut dengan serius hingga videonya berakhir. Kemudian dia melirik ke arah Kaysa yang menunggu dengan sabar.

"Bagaimana pak?" perempuan itu berucap.

"Dari mana kau dapat ini semua?"

"Saya mengejar mereka hingga ke tempat yang tidak bapak sangka-sangka."

"Gigih juga kau ya?"

"Tentu saja, bapak sudah tahu bagaimana saya." jawab Kaysa, dengan bersemangat. Feelingnya bagus kali ini, dan dia yakin pria di hadapannya akan menerima berita ini untuk di tayangkan.

"Jadi, bagaimana pak?" tanya Kaysa lagi.

"Baik, akan aku pertimbangkan." akhirnya Frans menjawab.

"Benarkah?"

"Yeah, ... kalau ratingnya bagus akan aku tayangkan juga berita yang satunya."

"Baik pak, terimakasih."

"Kau senang heh?"

"Tentu saja, apa lagi? usaha saya tidak sia-sia."

"Betul, dan kegigihanmu membuktikan segalanya." ucap Frans, yang kemudian bangkit dari kursinya.

"Kapan harus aku tayangkan berita ini?" seperti biasa, dia duduk si pinggiran meja.

"Terserah bapak, kalau bisa secepatnya itu lebih baik." jawab Kaysa.

"Itu ... bisa di atur Kay."

Kaysa mencurigai sesuatu.

"Mungkin dalam waktu dekat jika kau mau ...

"Santai saja pak, kalau misalnya ada yang lebih dulu mengirim berita, tidak apa-apa."

"Tidak, kau bisa aku dahulukan, jika menerima tawaranku hari ini."

"Ap-apa?"

"Kau tahu, kita sudah sama-sama dewasa, aku juga sudah memberikanmu penawaran sebelumnya dan kau pasti mengerti maksudku." pria itu seperti biasa menggodanya.

"Tidak, bapak tahu sendiri bagaimana saya. Sejak awal tidak ada tawaran yang saya terima kecuali membuat berita, dan sudah seperti itu ketentuannya. Saya tidak mau terlibat hal lainnya lagi."

"Kay, Kay ... kenapa kau tidak seperti orang lain yang menerima tawaranku dengan mudah? mereka bahkan belum berpengalaman sepertimu tapi memiliki pikiran yang terbuka. Kau tahu, berapa orang kontributor sepertimu yang sekarang sudah menjadi reporter resmi pembaca berita? dan mereka berhasil dengan mudah karena menerima tawaranku. Dan lihat, sekarang hidup mereka tidak sulit seperti dirimu."

"Saya rasa kami hanya berbeda pak dan ...

"Dan kau bodoh, memilih cara yang sulit untuk hidup."

Kaysa terdiam sebentar. Cukup sudah, ini harus menjadi yang terakhir. Penghinaan ini terasa nyata dan dia sudah tidak tahan. Statusnya sebagai janda memang terkadang di sepelekan dan di anggap mudah oleh sebagian orang berpikiran dangkal. Mereka mengira dia akan mudah luluh hanya dengan iming-iming uang dan popularitas asalkan mau menyerahkan diri begitu saja. Tapi tidak, dia adalah Kaysa Mella yang tidak mungkin melakukan hal tersebut. Meski kesulitan hidup semakin menghimpitnya secara bertubi-tubi.

"Baik, pak kalau begitu." Kaysa bangkit dan meraih dua flashdisk di atas meja.

"Jika berita saya tidak layak untuk di tayangkan di TV 7, maka saya mengundurkan diri sebagai kontributor TV 7. Saya akan membawanya ke tempat lain, dan ...

"Kenapa begitu Kay? seharusnya kamu berpikir lagi." Frans menarik lengan perempuan itu untuk menghentikannya.

"Terimakasih pak, saya lebih baik memulai dari nol di tempat lain dari pada harus selalu mendapat perlakuan seperti ini lagi. Saya tidak bisa." katanya lagi, kemudian menyentakkan tangannya hingga membuat genggaman tangan Frans terlepas darinya. Air matanya tiba-tiba saja meluncur seiring harapannnya yang mulai hancur. Dan dia berjalan menuju pintu untuk keluar.

Namun di saat yang bersamaan seorang perempuan berstelan cukup rapi masuk, membuat Kaysa hampir menabraknya.

"Maaf." dia mundur dan menyeka pipinya yang basah, lalu tanpa sengaja menjatuhkan flashdisk di tangannya.

"Oh, hai Kay? sudah dapat berita barunya?" perempuan itu bertanya. Dia merupakan salah satu editor yang juga sering menerima kiriman berita dari banyak sumber.

"Sepertinya berita yang saya bawa tidak layak tayang di TV 7 bu, seperti berita-berita sebelumnya, jadi ...

"Apa?"

"Mungkin saya tidak akan lagi mengirim berita ke sini, jadi ...

"Berita yang mana? memangnya kau sudah mengirim berita lagi?"

"Minggu lalu saya kirim tiga berita dan semuanya di tolak. Dan hari ini pun sama."

"Oh, benarkah? aku tidak tahu soal itu." perempuan itu melirik kepada Frans.

"Kau sedang tidak di tempat Jane,"

"Tapi bukankah tahapannya seperti itu? berita masuk lewat aku, baru kita tentukan layak atau tidaknya?"

"Ya, tapi ini ...

"Kau tidak boleh jalan sendiri, Frans. Tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak. Aku juga tahu bagaimana Kaysa, berita-berita yang dia bawa selalu bagus dan berbobot. Lalu apa yang menurutmu kali ini berita yang dia bawa tidak layak?"

Kaysa mendongakkan wajahnya.

"Editor Jane?"

"Berikan beritamu kepadaku Kay, akan aku lihat." Jane menengadahkan tangannya.

"Tapi ...

"Aku akan lihat dulu, seperti apa beritanya. Masa seorang Kaysa memberikan berita yang tidak berbobot? aneh sekali." dia merebut flshdisk dari tangan Kaysa.

"Pergilah kalau ada urusan, bukankah kau harus menjemput anakmu? sekarang sudah waktunya." dia melihat jam tangannya.

"Mm ...

"Pergilah, biar aku yang tangani." katanya lagi.

"Oh, tunggu sebentar." Jane berjalan ke meja Frans, kemudian menuliskan sesuatu di selembar nota.

"Berapa berita yang kau bawa ini Kay?"

"Dua Bu."

"Baik." dia menulis lagi, lalu menyerahkan kertas tersebut kepada Kaysa.

"Seperti biasa, kau bisa ambil honormu di depan." katanya, dengan senyuman tersungging di bibirnya.

Kaysa menatap kertas tersebut dengan tulisan sejumlah uang. Satu juta rupiah untuk dua berita yang dia buat. Tapi itu cukup untuk menyambung hidupnya dua minggu ke depan.

"Pergilah Kay, nanti jika beritanya sangat bagus kami akan menambakannya lagi, seperti biasa." katanya, dan tanpa menunggu lebih lama lagi Kaysa pun pergi.

*

*

*

Bersambung ...

udah hari Senin aja nin gaess, waktunya vote. Masih ada kah?

jangan lupa like komen sama kiriman hadiahnya juga ya?

Terpopuler

Comments

Rhe

Rhe

anehh bukannya usia fandi 40 yahh.

2023-07-29

0

Kustri

Kustri

syukurlah msh ada yg percaya Kay,

2023-07-14

0

Dewi Tarra

Dewi Tarra

sebener nya sah" aja sih klo radit kasih itu semua ke aslan toh dia ayah kandung nya ,,dan emang kewajiban radit membiayai aslan,, tpi dsini aq ngerti posisi kaysa gmna,, pasti dia takut suatu saat aslan lebih pilih ikut ayah nya yg bisa cukupin semua,,dilema bnget pasti kaysa..

2023-01-26

1

lihat semua
Episodes
1 Chaos
2 Mimpi Buruk
3 Kehidupan Lain
4 Percobaan Pertama
5 Percobaan Kedua
6 Wawancara
7 Aslan
8 Kenyataan
9 Ledakan
10 Rumah Sakit
11 Orang Baik
12 Tes
13 Usaha Kaysa
14 Pelatihan Khusus
15 Pasukan Hantu
16 Pulang
17 Misi Pertama
18 Pekerjaan
19 Misi Kedua
20 Berteman Dengan Aslan
21 Aslan Dan Rama
22 Kecurigaan
23 Intel
24 Ketahuan
25 Pria Sejati
26 Prosedur
27 Aslan #2
28 Bullying
29 Pemicu
30 Rama Dan Kaysa
31 Antara Misi Dan Cari Jodoh
32 Perdebatan
33 Tanggung Jawab
34 Membujuk Aslan
35 Keputusan
36 Kepulangan Rama
37 Pertahanan Rama
38 SAH!!
39 Malam Pengantin
40 Rumah Tangga
41 Sarapan Bersama
42 Cuti
43 Cuti #2
44 Alasan
45 Orang Tua
46 Imbalan
47 Gemas
48 Bertugas Lagi
49 Olah Raga
50 Balada Kucing Dan Anjing
51 Back To Mission
52 Tahanan Khusus
53 Misi Yang Berbahaya
54 At The Red Line
55 Behind Enemy Lines
56 Selamat
57 Penghargaan
58 Rumah Baru
59 Pangkat Dan Keluarga
60 Kegigihan Kaysa
61 Latihan Lagi
62 Aman
63 Mawar Putih Di Makam Livia
64 Psycho Thing
65 Percakapan Larut Malam
66 Mimpi Buruk #2
67 Rencana
68 Rencana Dan Makanan Pedas
69 Penyelidikan
70 Something
71 Sebuah Ancaman
72 Revealed
73 Pertukaran
74 Mercy
75 Urusan Pribadi
76 Siaran Langsung
77 Hari Pembalasan
78 Livia
79 Kelegaan
80 Masa Tenang
81 Aslan #3
82 Latihan Tinju
83 Balada Testpack
84 Mood
85 Balada Testpack #2
86 Adiknya Aslan
87 Pengunduran Diri
88 Breaking News
89 Proses
90 Keuntungan
91 Aslan Dan Wawancara
92 Wawancara Kedua
93 Gugup
94 Persidangan Pertama
95 Liputan Khusus
96 Sidang Kedua
97 Polisi Garang
98 Bukti Tambahan
99 Penyelidikan Kaysa
100 Heart Breaking
101 Sidang Ketiga
102 Kemarahan Rama
103 Kekacauan
104 The Dark Side
105 Pembicaraan Serius
106 Wawancara Terakhir
107 Sidang Putusan
108 Keluarga
109 Extrapart #1
110 Extrapart #2
111 Extrapart #3
112 Ekstrapart #4
113 Extrapart #5
Episodes

Updated 113 Episodes

1
Chaos
2
Mimpi Buruk
3
Kehidupan Lain
4
Percobaan Pertama
5
Percobaan Kedua
6
Wawancara
7
Aslan
8
Kenyataan
9
Ledakan
10
Rumah Sakit
11
Orang Baik
12
Tes
13
Usaha Kaysa
14
Pelatihan Khusus
15
Pasukan Hantu
16
Pulang
17
Misi Pertama
18
Pekerjaan
19
Misi Kedua
20
Berteman Dengan Aslan
21
Aslan Dan Rama
22
Kecurigaan
23
Intel
24
Ketahuan
25
Pria Sejati
26
Prosedur
27
Aslan #2
28
Bullying
29
Pemicu
30
Rama Dan Kaysa
31
Antara Misi Dan Cari Jodoh
32
Perdebatan
33
Tanggung Jawab
34
Membujuk Aslan
35
Keputusan
36
Kepulangan Rama
37
Pertahanan Rama
38
SAH!!
39
Malam Pengantin
40
Rumah Tangga
41
Sarapan Bersama
42
Cuti
43
Cuti #2
44
Alasan
45
Orang Tua
46
Imbalan
47
Gemas
48
Bertugas Lagi
49
Olah Raga
50
Balada Kucing Dan Anjing
51
Back To Mission
52
Tahanan Khusus
53
Misi Yang Berbahaya
54
At The Red Line
55
Behind Enemy Lines
56
Selamat
57
Penghargaan
58
Rumah Baru
59
Pangkat Dan Keluarga
60
Kegigihan Kaysa
61
Latihan Lagi
62
Aman
63
Mawar Putih Di Makam Livia
64
Psycho Thing
65
Percakapan Larut Malam
66
Mimpi Buruk #2
67
Rencana
68
Rencana Dan Makanan Pedas
69
Penyelidikan
70
Something
71
Sebuah Ancaman
72
Revealed
73
Pertukaran
74
Mercy
75
Urusan Pribadi
76
Siaran Langsung
77
Hari Pembalasan
78
Livia
79
Kelegaan
80
Masa Tenang
81
Aslan #3
82
Latihan Tinju
83
Balada Testpack
84
Mood
85
Balada Testpack #2
86
Adiknya Aslan
87
Pengunduran Diri
88
Breaking News
89
Proses
90
Keuntungan
91
Aslan Dan Wawancara
92
Wawancara Kedua
93
Gugup
94
Persidangan Pertama
95
Liputan Khusus
96
Sidang Kedua
97
Polisi Garang
98
Bukti Tambahan
99
Penyelidikan Kaysa
100
Heart Breaking
101
Sidang Ketiga
102
Kemarahan Rama
103
Kekacauan
104
The Dark Side
105
Pembicaraan Serius
106
Wawancara Terakhir
107
Sidang Putusan
108
Keluarga
109
Extrapart #1
110
Extrapart #2
111
Extrapart #3
112
Ekstrapart #4
113
Extrapart #5

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!