*
*
Kaysa berjalan keluar dari gedung TV 7 dengan tergesa. Amarahnya memuncak dengan cepat dan dia tak dapat menahan diri. Tentu saja, susah payah dia membuat berita yang menurutnya berkualitas, namun dengan mudahnya di rubah, dikurangi, bahkan di tambahkan dengan fakta-fakta yang bahkan tidak ada hubungannya dengan topik utama. Bahkan sampai menyerang objek pemberitaan secara pribadi. Dalam hal ini Rama, yang membuatnya tak bertindak di luar kebiasaan.
Namun perempuan itu membeku di depan gedung ketika sosok yang di khawatirkannya sudah berdiri di sana, dengan raut wajah tidak senang dan tampak marah. Dia pasti sudah melihat berita itu, dan tamatlah riwayatnya setelah ini.
Kaysa tersadar, dan dia segera berjalan ke arahnya. Dengan takut-takut, dia menghampiri Rama yang hanya mengenakan celana pdl dan kaus hitam, belum sempat pulang setelah menjalani tes fisiknya.
"Rama?" Kaysa memberanikan diri.
Pria itu menatap tajam namun tetap menutup mulutnya rapat-rapat.
"Kamu ... sudah lihat beritanya?" dia ragu-ragu.
"Oh, tentu saja. Bagus Kay, kamu kreatif juga ya?" pria itu menjawab.
"Ram, sebenarnya berita itu tidak seperti yang kita lihat. Sebenarnya aku tidak membuatnya seperti itu." Kaysa mencoba menjelaskan.
"Benarkah? apa lebih buruk dari itu?"
"Ti-tidak Ram, tapi ...
Suara dering telefon terus terdengar dari dalam mobil, membuat Rama dengan terpaksa mengangkatnya walau merasa kesal. Dan nama Fandi lah yang memanggil.
"Ya pak?"
"Kembali ke markas!"
"Saya harus menyelesaikan sesuatu pak." jawab Rama.
"Tidak perlu, kau hanya harus kembali, jangan bertindak gegabah."
"Ini masalah pribadi pak."
"Pribadi atau pun tidak, kita semua sudah terseret, jadi mau tidak mau kau harus kembali ke markas. Tidak boleh bertindak sendirian."
"Tapi pak?"
"Pasukan Khusus membutuhkanmu, kau lolos seleksi jadi jangan mengacaukan yang satu ini. Biarkan kami mengurus hal kecil dan kau menjalankan misi penting untuk negaramu."
"Pak?" Rama merasakan euforia di dalam dadanya, seketika kemarahannya sirna, dan niatnya untuk mengobrak-abrik tempat itu menguap entah ke mana.
"Jadi, cepatlah kembali ke markas atau kau di coret dari daftar." ucap Fandi lagi lalu memutuskan sambungan.
Rama menghembuskan napas cepat, lalu perhatiannya kembali kepada Kaysa yang tampak menunggu reaksi selanjutnya.
"Kamu tahu, kamu beruntung karena aku sedang tak berniat mengacaukan hariku dengan tindakan keras. Kali ini kamu selamat." geram Rama, yang kemudian segera masuk ke dalam mobilnya.
"Ram, tunggu. Dengarkan penjelasanku!" Kaysa mengejar dan berniat menghentikannya, namun Rama tak menggubrisnya sama sekali, dan dia segera memacu kendaraannya keluar dari tempat tersebut.
"Ah, sialan!" perempuan itu berteriak, kemudian memegangi kakinya yang terasa nyeri. Dia baru menyadari cedera yang di alaminya setelah semuanya berakhir.
***
Kantor polisi terlihat ramai pada hampir tengah malam itu. Awak media dari beberapa kantor berita televisi nasional ataupun radio dan berita online sudah menunggu untuk konferensi pers perihal pemberitaan pada petang sebelumnya. Dan Rama hanya melewatinya sekilas.
"Tidak usah di hiraukan, biarkan mereka yang menangani." Fandi mengantarnya hingga dia masuk kedalam mobilnya. Setelah berbincang beberapa saat dan membicarakan benyak hal.
"Yang perlu kau lakukan hanya jalani pelatihan selama tiga bulan, setelahnya kau resmi jadi anggota pasukan khusus dan akan menjalani banyak misi. Kau tidak akan di repotkan oleh hal-hal remeh semacam ini. Hanya tugas negara, dan kau sendirian."
"Baik pak."
"Kemampuanmu akan di uji di sana, dan kau hanya harus bertahan sampai pelatihannya selesai. Aku percaya, kau pasti mampu melakukannya."
Rama mengangguk.
*
*
Kaysa tiba di depan kantor polisi, setelah memastikan Aslan masuk ke area sekolah terlebih dahulu. Dia tak bisa membiarkan hal ini berlangsung berlarut-larut, terutama setelah menyimak tayangan konferensi pers semalam. Yang membuat rasa bersalahnya bertambah karena Rama tak di izinkan untuk hadir dan memberikan klarifikasi.
Dia masuk ke dalam bangunan untuk mencari wajah yang mungkin di kenalnya. Namun nalah mendapatkan tatapan curiga dari beberapa orang yang mengenalinya sebagai wartawan yang melakukan wawancara kepada tiga petugas, yang akhirnya menimbulkan kegaduhan sejak semalam.
"Selamat pagi pak?" sapanya kepada petugas piket pagi.
"Pagi bu? ada yang bisa di bantu lagi?" petugas jaga tersebut menatap tak suka.
"Mmm ... saya ... mau bertemu pak Rama. Apa sudah datang?"
"Pak Rama sedang di bebas tugaskan Bu." jawab petugas tersebut.
"Kalau begitu Pak Fandi?"
"Pak Fandi sedang ada tugas khusus, jadi beliau tidak ada di tempat."
"Benarkah?"
"Iya bu."
"Baiklah, ..." Kaysa berniat pergi, namun kemudian dia berbalik. "Tapi bisakah saya minta alamat rumahnya pak Rama?" dia kembali.
"Maaf bu, kami tidak di perkenankan memberikan alamat anggota kepada orang sembarangan." jawab petugas
"Oh?" Kaysa tertegun.
Orang sembarangan katanya? batinnya bergumam.
"Baiklah kalau begitu." dia berbalik lagi, dan berjalan gontai keluar dari area itu.
***
"Kaysa?" seseorang mengenalinya ketika Kaysa termenung di halte bis. Melewatkan beberapa bis kota yang melintas dengan pikirannya yang berkecamuk.
Dia mendongak, dan sebuah motor berhenti tepat di depannya.
"Ya?" dia menjawab sapaannya. "Pak ... Alan?" katanya, setelah melihat nama di dada sebelah kanannya.
"Apa yang kamu lakukan di halte? bukannya seorang wartawan itu pekerjaannya mencari berita?" pria itu bertanya.
Kaysa yak langsung menjawab, tapi sebuah ide muncul di kepalanya.
"Bisakah bapak memberi tahu saya alamat rumahnya pak Rama? saya tidak bisa menghubungi ponsel beliau." katanya, tanpa basa-basi.
"Untuk apa?"
"Untuk ...
"Naiklah, kita bicara di tempat lain." ucap Alan setelahnya. Dan tak ada hal lain yang di lakukan perempuan itu selain mengikuti perkataannya.
***
"Saya cuma mau minta maaf pak, dan menjelaskan sesuatu kepada pak Rama." Kisya memulai percakapan setelah seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka. Segelas minuman dingin untuknya, dan kopi untuk Alan.
"Minta maaf untuk apa?" pria itu menyesap kopinya yang masih panas.
"Untuk beritanya pak."
"Oh, ... itu." Alan terkekeh. "Kamu tidak tahu sedang berurusan dengan siapa Kay, dan membuat masalah dengan Rama sama artinya dengan cari mati."
Kaysa mengerutkan dahi.
"Kamu tahu kenapa dia disebut petugas bermasalah? karena segala hal dia selesaikan dengan kekerasan. Terkadang di luar prosedur kepolisian." jelas Alan yang kembali menyesap kopinya.
"Dan kamu punya nyali yang besar jika berani membuat masalah dengannya."
"Saya tidak sedang membuat masalah pak, makanya saya mau meminta maaf dan menjelaskan situasi yang sebenarnya."
"Menjelaskan soal apa? sudah jelas kamu memberitakan hal yang tidak seharusnya. Tidak sesuai dengan wawancara yang kamu lakukan, dan itu fatal. Masih beruntung kami tidak kamu libatkan, kalau tidak kamu akan mendapat perlakuan yang sama dari saya dan Garin."
"Itulah pak, makanya saya harus menjelaskan. Karena apa yang di tayangkan tidak sesuai dengan yang saya buat."
"Benarkah?"
"Tentu saja. Susah payah saya edit semua bahan dengan baik agar begitu saya storkan beritanya siap tayang, tapi ternyata mereka merubah semuanya menjadi apa yang bapak ketahui, dan mungkin satu negara menyimaknya kemarin."
"Fatal, Kay."
"Saya tahu."
"Tapi kenyataannya seperti itu."
"Tapi bukan buatan saya pak. Mereka merubah dan menambahkan banyak hal di sana, terutama serangan untuk Pak Rama."
"Mereka itu siapa?" Alan bersedekap.
"Editor utama di TV 7."
"Frans?"
"Bapak kenal?"
"Tentu saja, seorang baj*ngan di dunia berita. Tapi karena kemampuan dan kekuasaan keluarganya dia memegang posisi penting di TV 7."
"Dan saya salah telah menyerahkan beritanya kepada mereka."
Alan tampak menggelengkan kepala.
"Jadi bagaimana pak?" kini Kaysa yang bertanya.
"Apanya?"
"Alamat Pak Rama. Bisakan bapak membantu saya?"
"Tidak bisa Kay, tidak boleh memberikan ...
"Alamat anggota kepada orang sembarangan. Iya saya tahu, tapi ini sangat penting." Kaysa memotong kalimat yang di ucapkan Alan.
"Saya mohon pak."
Alan menghembuskan napas pelan.
"Pak?"
"Kalaupun saya berikan alamatnya tetap percuma." Alan kembali bersuara.
"Kenapa begitu pak?"
"Rama tidak ada di tempat."
"Bukannya pak Rama sedang cuti?"
"Ya, di kantor kepolisian setempat."
"Lalu?"
"Dia sudah berangkat untuk menjalani pelatihan khusus tadi subuh."
"Oh ya?"
Alan menganggukkan kepala.
"Pelatihan di mana?"
"Di markas khusus."
"Di mana?"
Alan terdiam sejenak.
"Pak?"
"Tidak tahu."
"Lho? masa bapak tidak tahu?"
"Ya memang tidak tahu, itu kan markas untuk pelatihan khusus. Hanya petugas tertentu saja yang tahu, sementara petugas biasa seperti saya tidak akan tahu. Itu semacam rahasia kesatuan."
Kaysa menatap wajah pria itu dengan raut tak percaya. Tapi dirinya tak juga bisa memaksa, karena sudah di pastikan Alan tidak akan buka suara mengenai hal itu.
"Lalu kapan pak Rama kembali? berapa lama dia menjalani pelatihannya?"
"Tidak tahu. Karena pelatihan itu berlangsung setidaknya sampai tiga bulan ke depan." jawab Alan.
"Apa? Lama pak!" perempuan itu menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.
"Begitulah, tunggu saja kalau kamu bisa." Alan berucap.
"Lalu saya harus apa pak?" Kaysa dengan raut kecewa.
"Entahlah, ..." Alan kembali menyesap kopinya hingga habis tak bersisa.
*
*
*
Bersambung ...
oemjiii, ... lama amat nunggu tiga bulan, apa bisa? wkwkwkwk 😂😂
biasa atuh like komen sama hadiahnya biar terus semangat up.
lope lope sekebok korma 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Kardi Kardi
sing sabar missss. ngisink sabarrrr
2023-05-21
0
Pepen Sumarna
Waduh jangankan 3 bulan sejam saja kalau nunggu kesel.......kasihan..
2023-03-20
2
Cipika Cipiki
menyimpan masalah dalam seharipun rasanya udah lama banget apalagi ini harus menyimpannya dalam 3 bulan kedepan
2022-09-11
1