Kopassus And Me
*
*
Rama mengendarai mobil dinasnya dengan kencang. Meski mendapat peringatan dari rekannya di bangku penumpang, namun pria itu tak mau mendengar. Seseorang harus menghentikan kriminal di depan sana yamg pasti aka membahayakan keselamatan semua orang di kota.
"Stop Ram! ini bukan tugas kita." Alan berteriak untuk mengingatkan.
"Tidak akan ada penjahat yang lolos jika dia beraksi di depan mataku." Rama balas berteriak.
"Tapi tidak seharusnya kita tangani, sudah ada petugas yang mengejarnya." Alan menoleh ke belakang di mana dua motor petugas dan satu mobil polisi melakukan hal yang seperti mereka lakukan. Mengejar segerombolan perampok bank yang dengan nekatnya beraksi di siang bolong.
"Yeah, .. tapi mereka ada di belakang kita." ucap Rama yang masih tak mengurangi kecepatan mobilnya.
"Ini tugas mereka, bukan kita!" teriak Alan lagi.
"Pers*tan dengan tugas, mereka tidak bisa melakukannya seperti aku." pria itu malah menambah kecepatannya.
"Ram!"
"Kau ambil alih kemudi, aku akan menghentikan baj*ngan-baj*ngan ini!" Rama hampir melepaskan tangannya dari stir.
"Tapi ...
"Ambil alih kemudinya atau aku lakukan sendiri sambil menembaki mereka!" pria itu mengeluarkan revolver dari dashboard.
"Kau gila!" Ucap Alan, namun tak urung juga dia melaksanakan perintah rekan kerjanya tersebut.
"Memang, sejak dulu kau sudah tahu." jawab Rama, yang kemudian menjulurkan kepalanya dari jendela yang terbuka lebar, kemudian mengarahkan pistol di tangannya ke belakang mobil sedan hitam yang di tumpangi empat pria bertopeng tokoh kartun asal negri Jiran.
Dia menarik pelatuknya sambil memicingkan mata, kemudian menembakkan benda tersebut ke arah ban belakang sebanyak tiga kali, membuat mobil di depan sedikit oleng.
"Cukup Ram!" Alan mengingatkan.
"Tidak, mereka belum berhenti." tolak Rama yang kembali mengarahkan pistolnya ke mobil sedan tersebut.
"Seseorang akan menghentikan mereka!"
"Tidak ada," ucap Rama lagi yang kembali menembakkan senjatanya ke ban yang satunya lagi.
Namun hal tersebut membuat salah satu penumpang di depan melakukan perlawanan. Yang kemudian mengarahkan AK-47 nya ke arah mobil yang di tumpangi Rama. Lalu di saat yang bersamaan mereka menembakan senjatanya masing-masing.
Rama menembak ke arah kaca, yang kemudian mengenai salah satu penumpang, sementara pria bertopeng itu mengarahkan tembakanya kepada Rama, namun meleset mengenai atap mobil.
"Sial!" teriak Alan. "Kau akan membuat kita terbunuh Ram!"
"Tutup mulutmu da kendalikan mobilnya dengan benar!" Rama balas berteriak.
Pria di depan kembali mempersiapkan senjatanya untuk memberondong Rama, sementara pria itu tetap mengarahkan senjatanya dengan mata memicing. Mengunci sasaran dengan pasti, dan di detik berikutnya revolver di tangannya memuntahkan dua buah peluru yang melesat menebus kaca sedan.
Satu bersarang di kepala penumpang, dan satu lagi menembus kepala si pengemudi. Membuat mobil tersebut oleng ke samping dan seketika terguling beberapa kali kemudian berhenti setelah menabrak pagar pembatas jalan bebas hambatan tengah kota.
*
*
Sang komandan menggelengkan kepala sambil menatap wajah bawahannya tersebut dengan raut tidak percaya. Meskipun ini bukan pertama kalinya Rama mangkir dari tugasnya dan malah beraksi mengambil alih tugas orang lain, namun itu cukup membuatnya gusar juga.
"Padahal ini kesempatan terakhirmu, Ram." ucap Fandi dengan raut kecewa.
"Tapi saya tidak bisa membiarkan mereka masuk ke tengah kota dan membahayakan orang-orang." pria itu menjawab.
"Dan kau pikir telah berbuat benar dengan menembakkan senjatamu secara sembarang di jalan raya?" Fandi bersedekap.
"Saya tidak menembakan senjata sembarangan pak, dua dari mereka mati, dan saya menghentikan kebut-kebutan tersebut. Membuat tim URC bisa menangkap mereka dengan mudah." Rama membela diri.
"Dan kau kira itu bagus?"
Rama terdiam.
"Kau tahu, kami berusaha menangkap para perampok itu hidup-hidup agar bisa menginterogasi mereka. Dan mengorek keterangan untuk siapa saja mereka bekerja. Apa kau tak tahu itu?"
"Siap pak, saya tahu."
"Lalu mengapa kau malah menembaki mereka seolah kau tak tahu?" Fandi dengan gusar.
"Lagi pula kenapa juga kau harus ikut campur. Ini bahkan bukan tugasmu, kau hanya kebetulan saja ada di sana. Kenapa kau tidak pergi saja?"
"Siap pak, maaf. Saya hanya merasa rekan-rekan kesulitan menangkap para perampok itu."
"Tahu apa kau soal kesulitan kami? kami hanya sedang berusaha untuk hati-hati agar bisa menangkap mereka hidup-hidup. Tapi kau datang dan malah mengacaukan semuanya." Garin muncul dengan rasa kesalnya. Tentu saja, misinya kali ini gagal total karena aksi dari rekan sekaligus rivalnya yang telah Fandi pindahkan ke bagian lain.
Rama terdiam.
"Kau tahu, kami sedang memperbaiki citra kepolisian agar lebih baik di mata masyarakat. Tapi orang sepertimu malah mengacaukannya, seperti biasa." lanjut Garin, dan dia berbicara tepat di depan wajah Rama.
"Aku rasa seharusnya kau mengundurkan diri dari kepolisian agar tak ada lagi yang mencoreng citra lembaga dengan aksi brutalnya. Kau tahu, seharusnya polisi itu sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Bukannya ugal-ugalan sepertimu."
"Tutup mulutmu! tentu saja caramu dan caraku berbeda. Aku tidak bisa bergerak lambat sepertimu dengan alasan menjaga citra kepolisian. Aku hanya tidak bisa membiarkan kejahatan berjalan mulus di depan mataku." sergah Rama dengan suara yang keras.
"Hey, ini pertarunganku bukan pertaunganmu. Jadi biarkam aku yang melalukannya dengan caraku. Kau tahu, masamu sudah habis sejak kau memutuskan untuk tak menjalankan tugasmu sesuai perintah."
"Aku akan menjalankan tugasku sesuai perintah jika itu tepat, tapi jika ...
"Ini bukan ajang balas dendam, Ram. Tapi penegakkan keadilan. Jangan samakan semua penjahat dengan mereka yang telah membumuh adikmu. Karena jelas mereka berbeda."
"Jangan bahas adikku!" Rama memperingatkan.
"Kau tahu, seharusnya kau lupakan kejadian itu agar dendammu tak semakin besar. Dan tidak mengacauka kami. Suka atau tidak adikmu sudah mati, dan kau harus menerimanya."
"Aku peringatkan kau, dan ini tidak ada hubungannya dengan adikku."
"Sudah jelas kau mengaitkan segala hal dengan kematian adikmu, jadi ..
"Kau sudah ku peringatkan!" Rama melayangkan tinjunya ke wajah Garin hingga pria itu terjengkang ke belakang.
Ketidak siapannya menerima pukulan Rama membuat Garin segera tumbang, dan itu membuat Rama dengan leluasa memukulnya lagi. Jika saja Fandi tak menghentikannya sudah bisa di pastikan Garin babak belur karenanya.
"Hentikan kalian ini, astaga! kalian ini petugas, pelayan masyarakat. Tidak seharusnya seperti ini!" pria berusia 40 tahun itu memperingatkan saat Garin mampu melawan, dan terjadilah perkelahian di ruangannya. Hingga akhirnya beberapa orang petugas lain muncul untuk memisahkan mereka yang bertikai.
"Stop! Rama, Garin! berhenti atau kalian dipecat secara tidak hormat!" Fandi berteriak, yang berhasil menghentikan perkelahian tersebut.
"Keluarlah, Garin. Kau mengacaukan semuanya." ucap Fandi.
"Garin!" dia berteriak saat bawahannya itu masih berada di sana.
"Bawa dia keluar!" perintahnya, kepada bawahannya yang lain.
Mereka pun menyeret Garin hingga akhirnya pria itu pun keluar dari ruangan tersebut.
"Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan kepadamu, Ram." Fandi memijit pelipisnya yang terasa nyeri.
"Kau tahu, berapa kesempatan sudah aku berikan kepadamu dengan harapan kau mampu memperbaiki diri. Tapi ternyata aku salah."
"Ke mana Rama yang dulu? pria hebat yang membuatku bangga karena menjadi lulusan akademi kepolisian termuda?"
"Kemana dirimu menghilang hingga menjadi seperti ini Ram?" Fandi memegang kedua bahu bawahannya itu.
"Aku kecewa Ram. Mengapa sebuah peristiwa membuat seorang perwira sepertimu berubah drastis seperti ini?"
Rama bergeming. Kelebatan bayangan kejadian dua tahun yang lalu melintas di pelupuk mata. Ketika adik perempuan satu-satunya di temukan sudah tak bernyawa setelah tiga hari menghilang. Dalam kondisi mengenaskan dengan bekas cekikan dan kegadisannya yang direnggut paksa. Namun sang pelaku belum di temukan hingga kini.
"Kau aku skors, Ram." ucap Fandi setelah terdiam beberapa saat, membuat Rama terhenyak.
"Pak?"
"Sudah aku sarankan kau untuk mengambil cuti dan memulihkan kesehatanmu tapi kau tak mengindahkannya, jadi aku terpaksa mengskorsmu. Terlebih kau telah beberapa kali melanggar tugas."
"Tapi tugas iti tidak sesuai dengan saya, dan lagi ...
"Aku tahu. Tapi itu hukuman untuk pelanggaran lainnya. Aku pikir kau akan mengerti tapi tetap saja, ...
"Pak, saya mohon ...
"Tidak Ram. Kali ini aku tidak bisa mengabulkan permohonanmu. Satu-satunya jalan aku harus memberhentikanmu sementara sampai kau benar-benar bisa mengendalikan diri."
"Pak."
"Maaf Rama. Sebenarnya kesempatanmu sudah habis, dan seharusnya aku memecatmu dan mengeluarkanmu dari kesatuan tapi aku masih menpertimbangkan prestasi dan pengabdianmu kepada negara, jadi aku putuskan untuk memberikanmu skorsing saja." pria itu menyerahkan surat-surat kepada Rama yang berisi keterangan pemberhentian dirinya untuk sementara yang telah di tanda tangani oleh petinggi kepolisian setempat di mana dia bertugas.
"Senjatamu, lencana dan semua peralatan?" Fandi meminta segala hal yang ada pada Rama.
"Rama!"
Dengan terpaksa pria itu menyerahkan segalanya, kecuali seragam yang menempel di tubuhnya.
"Sekarang pulanglah, dan pergilah berlibur. Atau kerjakan apapun yang tidak berhubungan denga kepolisian."
Rama bungkam.
"Dan sembuhkan dirimu, temui psikiater, psikolog atau apa pun."
"Saya tidak gila pak."
"Menemui para ahli buka karena kau gila, hanya saja sepertinya kau butuh pertolongan.."
Rama mendengus kasar.
"Pergilah, Ram." ucap Fandi lagi, membuat Rama dengan terpaksa meninggalkan gedung tersebut, dan sepertinya untuk waktu yang cukup lama.
*
*
*
Bersambung ...
siap untuk petualangan baru?
kirim dulu like komen sama hadiahnya. Vote kalau ada, dan jangan lupa klik love biar kalian dapat notifikasi kalau novel ini up lagi.
meet Mas Rama Hadinata 😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Maulidina
maaf kok ga bisa, buka visualnya 😭
2024-07-01
0
Emy Leo
aduh gnteng bngiitttt aa Rama 😍😍🤭🤭
2023-08-12
1
Kardi Kardi
wake up mannn
2023-05-20
0