*
*
Rama memicingkan sebelah matanya, melihat lewat teropong kecil yang menempel di atas senapan semi otomatisnya. Mengintai sasaran yang tengah berjalan mondar-mandir di depan sebuah bangunan usang. Suasana memang sudah sepi pada lewat tengah malam itu, dan mereka baru saja mulai menjalankan misi.
Pria itu mengangkat tangannya untuk memberi isyarat kepada rekan-rekannya agar mereka menahan gerakan ketika sebuah mobil tiba di depan bangunan tersebut.
"Tunggu sampai mereka masuk." Rama berbisik.
Dua orang pria tampak turun dari mobil hitam tersebut diikuti beberapa orang perempuan.
"Itu mereka!" Garin ikut berbisik, dan seketika mereka bersiaga.
Pengawasan telah di lakukan beberapa hari sebelumnya begitu tersiar kabar tentang beberapa kasus penculikan yang terkait dengan jaringan perdagangan manusia internasional dengan pelaku yang sangat sulit di bekuk. Mereka selalu mempunyai alibi kuat untuk menyanggah segala tuduhan. Namun kali ini dipastikan mereka tidak akan lolos.
Semua orang telah masuk ke dalam gudang, dan tinggallah si penjaga yang tetap mengawasi keadaan. Lalu Rama mulai melancarkan aksinya dengan menembakkan peluru kecil berisi obat bius dosis tinggi yang mengenai leher pria tersebut, sehingga membuatnya seketika jatuh tak sadarkan diri.
Rama kembali menggerakkan tangannya, memerintahkan rekan-rekannya untuk bergerak.
"Garin dan Juno awasi keadaan, dan kita turun sekarang." katanya, yang kemudian bangkit dari posisi semula.
Mereka berenam melesat tanpa suara, menuruni bukit terjal berbatu. Menyelinap di antara pepohonan yang menjadi benteng persembunyian para pelaku kejahatan kemanusiaan tersebut.
Rama menyentuh tubuh si penjaga dengan ujung sepatunya, hanya untuk memastikan jika pria itu benar-benar tak sadarkan diri. Kemudian mengangguk samar sebagai tanda bahwa keadaan aman. Lalu dua rekannya menyeret tubuh pria itu ke tempat gelap untuk menyembunyikannya.
Mereka berpencar ke segala penjuru, kemudian kembali melakukan pengintaian. Mengintip dari sela-sela dinding kayu ke dalam di mana keadaan cukup membuat dada sesak.
Belasan perempuan di sekap di bawah ancaman tanpa memiliki kesempatan untuk melarikan diri karena ternyata penjagaan di dalam lebih rapat. Terlihat lima orang pria lainnya yang juga mengamankan tempat itu.
"Usahakan untuk mengeluarkan korban terlebih dahulu, baru melakukan tindakan." suara Bima Sakti menginstruksikan.
Mereka berpikir keras.
Perempua-perempuan itu tampak di pisahkan dalam ruangan-ruagan tertentu, yang cukup menyulitkan bagi mereka untuk dikeluarkan. Sementara para penjaga terlihat tidak melepaskan pengawasannya.
"Tembakkan suar!" Rama memerintahkan, yang segera diikuti oleh salah satu rekannya.
Suara menggelegar tentu saja membuat siapa pun yang berada di tempat terpencil tersebut mengalihkan perhatian, tak terkecuali orang-orang di dalam gudang.
"Lagi!" Rama kembali memerintahkan, yang kembali di laksanakan oleh rekannya. Dan hal itu benar-benar membuat orang di dalam gudang bertindak.
Dua orang keluar untuk memeriksa keadaan sementara yang lainnya tetap tinggal di dalam. Lalu merasa heran ketika tak menemukan penjaga pertama di depan pintu.
Mereka hampir saja berteriak untuk meminta bantuan katika terlebih dahulu dua anggota pasukan hantu melumpuhkannya dengan sekali pukulan. Kemudian hal yang sama pula di lakukan. Mereka di seret ke tempat gelap di satukan dengan pria sebelumnya dalam keadaan terikat.
Karena dua penjaga sebelumnya tak kunjung kembali, maka penjaga lainnya ikut memeriksa. Dan hal yang sama pun mereka alami. Dua duanya kembali dapat di lumpuhkan dengan mudah oleh dua anggota lainnya.
Keadaan kini lebih menguntungkan, karena hanya tersisa tiga pria di dalam sana yang tengah melakukan pengecekan pada perempuan-perempuan yang siap mereka selundupkan ke luar negeri untuk di jual dan di pekerjakan sebagai PSK. Seperti yang sudah di ketahui, kelompok ini terkait dengan jaringan perdaganan manusia internasional yang telah melakukan banyak penipuan dan pencukilikan terhadap perempuan-perempuan dengan pendidikan rendah dan berasal dari tempat terpencil. Yang sebagian dari mereka datang ke ibu kota untuk mengadu nasib merubah kehidupan keluarga. Namun tanpa sengaja terjebak dengan sindikat yang berkedok sebagai penyalur tenaga kerja ini.
"Kita masuk." perintah Rama dari ujung sana, yang membuat ke lima rekannya kembali bersiap, lalu dengan cepat masuk ke dalam bangunan dan melumpuhkan satu-satunya penjaga yang tersisa dengan mudah.
Mereka mengendap-endap di antara tumpukan barang dan kayu. Melewati ruangan-ruangan di mana perempuan-perempuan itu berada. Hingga akhirnya Rama tiba di depan kamar yang pintunya terbuka, dan harus melihat apa yang takn pernah dia sangka sama sekali.
Ketika satu dari perempuan yang baru saja tiba sedang di lecehkan oleh dua pria yang membawanya. Tubuhnya di sentuh dan di perlakukan secara tidak senonoh namun perempuan tersebut tak melakukan perlawanan. Dia tampak tak sadarkan diri, kemungkinan di buat tidur atau di bius terlebih dahulu.
Seketika emosinya memuncak saat tiba-tiba saja dia teringat Livia yang di temukan tewas dalam keadaan kegadisannya sudah terenggut.
Rama menodongkan senjatanya sambil berjalan mendekat. Dan tanpa ampun menghantamkan benda tersebut ke kepala dua pria tersebut yang tengah asyik dengan kegiatan mereka.
Tak cukup sampai di situ, Rama bahkan sempat menendang dan menginjak keduanya hingga akhirnya, dua rekannya menghentikan tindakan tersebut.
"Cukup Ram!" katanya, yang menarik Rama ke belakang. Pria itu hampir saja mengeluarkan revolvernya jika tak di tahan oleh yang lainnya.
"Amankan para korban, dan panggil bantuan sekarang!" Rama dengan napas menderu-deru menahan amarah ketika bayangan Livia yang mungkin saja mengalami hal yang sama terus berkelebat di pelupuk mata.
Kemudian mereka pun pergi setelah polisi tiba, dan mengambil alih penanganan kasus, seperti biasa. Setelah memastikan para korban selamat dan dalam keadaan baik-baik saja.
*
*
Kaysa mengantarkan pesanan ke setiap meja, lalu merapikan tempat yang sudah selesai di gunakan dengan cekatan. Seperti dia sudah terbiasa melakukannya.
Perempuan itu dapat menyesuaikan diri dengan cepat, dan tanpa rasa canggung mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Tidak heran jika dalam waktu tiga hari saja sejak awal bekerja dia sudah bisa di andalkan di barisan depan.
"Selamat siang, selamat datang di Major Kafe, mau pesan sekarang?" sapanya kepada pengunjung yang baru saja tiba.
Seorang pria dengan stelan dinas hitam-hitam yang membaca buku menu dengan serius.
"Kamu." katanya setelah dia menyadari pria tersebut adalah Rama.
"Hai." Rama balik menyapanya.
"Pulang tugas pak?" katanya, dengan senyum yang tiba-tiba saja terbit di sudut bibirnya.
"Begitulah."
"Bagaimana pekerjaanmu?" dia berbasa-basi.
"Lancar."
"Syukurlah."
"Dan bagimana pula dengan pekerjaanmu?" Rama balik bertanya.
"Lancar juga."
"Syukurlah." kata-kata yang sama juga pria itu ucapkan yang membuat keduanya seketika tertawa.
"Baiklah pak, sepertinya kamu sedang kelaparan. Jadi mau pesan apa?"
"Benarkah? apa kelihatan begitu?" Rama menaggapinya, sengaja mencari kesempatan untuk berbicara lebih lama dengan perempuan itu.
"Yeah, ... apa semalam tidak menemukan makanan di tempat kerja?" jawab Kaysa, yang juga menambah topik pembicaraan. Dia tahu, dan merasa senang dengan pertemuan ini.
"Tidak. Di tempat kerjaku tidak ada makanan seperti di sini."
"Oh ya? kasihan sekali, kenapa tidak memakai jasa pesan antar saja?" Kaysa dengan raut wajah yang imut-imut.
"Sulit."
"Sulitnya di mana?"
Rama terdiam.
"Rahasia pekerjaan ya? baiklah pak polisi, sekarang katakan apa yang mau kamu pesan?" ucap Kaysa lagi.
"Entahlah, menu apa yang paling laris di sini?" pria itu menutup buku menunya, dia memilih menatap wajah Kaysa dan mendengarkan dia berbicara. Tiba-tiba saja seperti menemukan hal baru yang sangat di sukainya.
"Banyak." lalu Kaysa menyebutkan beberapa makanan terkenal di kafe tersebut.
"Wow, kamu sudah hafal semua menu ya? padahal baru tiga hari bekerja?" pujinya.
Cukup sepele, memang, namun membuat perempuan di depannya tersipu-sipu.
Duh, kenapa ya ini? batin Kaysa.
"Harus hafal pak," dia tersenyum.
"Baiklah, buatkan aku itu saja." Rama akhirnya memutuskan.
"Yang mana?"
"Itu ... yang gampang dan cepat saja, soalnya aku sudah lapar. Kira-kira mana yang enak?"
"Semuanya enak."
"Boleh aku minta kamu pilihkan?"
"Baik, kalau jadi kamu aku akan memilih nasi rempah dengan ayam woku saja. Itu enak sekali."
"Ayam woku? bukankah itu pedas?"
"Ya ... lumayan."
"Aku tidak suka pedas, tapi aku mau nasi rempahnya."
"Baik, tambah ayam goreng saja?" Kaysa mencatat pesanannya.
"Itu juga boleh, asal tidak pedas."
"Ish, ... apa enaknya makan makanan tidak pedas?"
"Hanya tidak suka." Rama tersenyum.
"Baiklah pak. Minumnya?"
"Kelapa jeruk ada?"
"Ada, di sini semuanya ada."
"Baik, itu saja."
"Oke. Tunggu sebentar ya? nanti aku antarkan pesanamu."
"Baik bu." Rama tersenyum lagi.
***
Rama menikmati makanannya sambil sesekali melirik ke arah perempuan itu yang sedang bekerja. Pengunjung kafe pada hampir siang itu terlihat sangat ramai, dan Kaysa menanganinya dengan baik. Namun dia terlihat memeriksa jam sesekali.
Pria itu kembali memanggilnya setelah menyelesaikan kegiatan makannya.
"Cukup sibuk ya?" pria itu mengeluarkan selembar uang biru dari dompetnya dan meletakannya di trey bill.
"Lumayan, padahal biasanya tidak seperti ini." katanya, yang kembali melirik jam dinding dengan raut gelisah.
"Ada masalah?" Rama penasaran untuk tak bertanya.
"Tidak, hanya ingat jam pulang Aslan sebentar lagi." jawab Kaysa.
"Dia sekolah?"
"Iya. Seharusnya sekarang aku pergi menjemputnya, tapi kafe sedang ramai. Aku tidak enak, mereka sudah dangat baik kepadaku."
"Setiap hari kamu antar jemput?"
"Iya."
"Lalu jika kamu bekerja, dia dengan siapa?"
"Sendirian."
"Di apartemen?"
"Iya."
"Dia bisa?"
"Bisa. Aslan sudah terbiasa aku tinggal bekerja, jadi ya ... bisa."
Rama tampak tertegun.
"Apa dari sekolah ke apartemen jauh?"
"Lumayan kalau dia jalan sendiri."
"Naik angkutan?"
"Dia tidak suka naik angkutan umum. Selain lama sampai di apartemen juga Aslan tidak suka keadaannya. Jadi dia sering memilih berjalan kaki."
"Lalu sekarang?"
"Mungkin sebentar lagi dia pulang sendiri kalau dalam sepuluh menit aku tidak datang." Kaysa kembali melirik jam dinding.
"Apa kamu tahu itu sangat berbahaya? ini kota besar, dan kamu membiarkan anak seumuran Aslan pulang sendiri berjalan kaki? apa saja bisa terjadi."
"Tidak ada pilihan lain. Sepertinya hari ini aku tidak bisa menjemputnya. Lagi pula aku sudah mengajarinya banyak hal."
"Apa?"
"Tidak boleh bicara dan pergi dengan orang asing."
"Itu tidak cukup." Rama pun bagkit. "Sesuatu yang buruk bisa terjadi kapan saja, apa lagi kepada anak seumuran Aslan."
Kaysa terdiam.
"Kirim alamat sekolahnya kepadaku, dan beritahukan kepada penjaga sekolah bahwa aku akan mejemputnya sekarang juga."
"Ap-apa?"
"Aku yang akan menjemputnya ke sekolah, katakan kepada penjaganya agar dia tak membiarkan Aslan pulang sebelum aku datang." ucap Rama lagi.
"Serius?"
"Tentu saja, apa kamu pikir aku main-main?"
"Bukan begitu."
"Aku pergi, janga lupa kirim alamat sekolahnya ke nomorku dan telfon penjaganya." pria itu pun pergi tanpa menunggu jawaban dari Kaysa yang terpaku denga dahi berkerut.
*
*
*
Bersambung ...
selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin gaess.
jangan lupa tap love, like, komen dan kirim hadiahnya. Plus votenya juga ya, buat Kang Korma yang lagi semangat 😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Kustri
klu pasukan kusus bukan'a nama suka diganti ya
2023-07-14
0
Ard@n
bang rama calon suami halu😂😂😂
2022-12-28
1
mama kennand
kang korma ganteng'ya kelewatan mak 😘😘😘
2022-12-08
1