*
*
"Polisi bersama tim gabungan bea cukai dan BNN berhasil menggagalkan penyelundupan puluhan kilo gram obat-obatan terlarang berasal dari Cina dan meringkus pelaku bersama beberapa orang yang terlibat. Di perkirakan barang haram tersebut akan di sebar pada malam pergantian tahun. Dan sebanyak dua juta remaja bisa menjadi pecandu baru dan menambah daftar panjang kasus penggunaan na*koba di negara ini. Namun berkat kesigapan polisi dan tim gabungan, semuanya masih bisa di selamatkan." seorang pembaca berita berbicara di depan kamera, diikuti dengan diputarnya video penggerebekan gudang n*rkoba semalam sebelumnya.
"Sebanyak enam orang pria yang bekerja sebagai penjaga gudang di ringkus beserta seorang pria asal Cina yang di sinyalir sebagai pemilik barang haram tersebut. Empat di antaranya di tembak di bagian kaki karena melakukan perlawanan kepada petugas. Satu tewas karena berusaha melarikan diri." pembaca berita kembali berbicara. Kemudian berita itu berlanjut pada pembahasan yang lebih rinci tentang penggerebekan tersebut. Yang di hadiri oleh aparat berwenang yang terlibat.
Sementara delapan orang pria di sebuah markas tengah merayakan keberhasilan mereka membongkar kasus penyelundupan tersebut.
"Misi pertama kalian berhasil, selamat." Bima Sakti seperti biasa, hadir di tengah anak buahnya yang dia bentuk sendiri.
"Selanjutnya, semua hal akan berjalan seperti di awal. Panggilan darurat akan di kirim pada pagi, tengah hari, atau di tengah malam. Atau di saat yang tidak kalian sangka-sangka. Tergantung kasus yang terdeteksi intel kita." katanya.
"Dan mungkin kasus lainnya akan lebih besar, lebih berbahaya dan lebih sulit dari ini jadi, ... kalian harus selalu siaga."
"Siap pak." mereka semua manyahut.
"Dan ingat untuk selalu menjaga rahasia identitas dan pekerjaan kalian. Karena resikonya sangat besar. Tidak ada seorang pun yang boleh tahu kalau kalian anggota pasukan hantu."
"Siap!" sahut mereka lagi.
"Baiklah kalau begitu, selamat beristirahat." sang jenderal pergi meninggalkan tempat tersebut.
*
*
"Ah, ... kalau saja aku masih jadi wartawan, pasti akan sangat seru mencari berita ini." Kaysa menyeruput teh hangatnya di sela sarapan mereka pagi itu. Dengan televisi menyala menayangkan berita pagi.
Kaysa sudah mengenakan pakaian hitam putih untuk penghadiri panggilan interview yang lamarannya dia kirim kemarin siang, berbarengan dengan interview sebelumnya yang ternyata gagal.
"Mama mau cari kerja lagi?" Aslan menyuapkan nasi goreng yang ibunya buat beberapa saat sebelumnya.
"Mau interview di kafe di ujung blok sana."
"Padahal hari Sabtu?"
"Hari apa pun, demi pekerjaan mama harus pergi. Siapa tahu kali ini mama lolos interview."
"Kalau nggak lolos?"
"Ya cari kerja lagi, kirim lamaran lagi, datangi panggilan interview lagi."
"Kalau masih nggak dapat?"
"Coba terus sampai dapat, atau sampai mama tidak mampu lagi mencari kerja."
"Kalau minta sama papa?"
"Mama tidak mau minta sama papa, nanti mama akan tergantung kepada papamu, dan itu tidak baik."
"Kalau aku yang minta?"
"Terserah, kan Aslan anaknya papa."
"Jadi sekarang aku boleh kalau mau ketemu papa?"
"Sepertinya mama tidak bisa melarang kalau soal itu. Percuma saja kan? kamu akan tetap ingin bertemu papa, dan papa akan tetap mencarimu. Tapi Aslan harus ingat satu hal."
"Apa?"
"Jangan pernah meninggalkan mama walau papun yang terjadi, karena mama tidak punya siapa-siapa lagi selain Aslan." ucap Kaysa.
"Nggak akan." putranya itu tersenyum lebar. "Kita akan selalu sama-sama kan?" katanya lagi.
"Kalau Aslan tetap sama mama kita akan selalu sama-sama." Kaysa merangkul pundak putranya.
"Oke."
"Terus hari ini bagaimana? Aslan mau ikut mama atau menunggu di sini?"
"Interviewnya lama nggak?"
"Sebentar, paling hanya dua jam."
"Kalau mau ke papa boleh? aku nunggunya sama papa, nanti kalau mama udah selesai jemput aku lagi."
"Ke rumah papa? kamu bilang ada tante galak?"
Aslan terdiam sebentar.
"Mama telfon papa dulu, siapa tahu ada di kantornya."
"Oke."
***
Dan di sinilah mereka di depan gedung kantor tempat Radit menjalankan bisnis keluarganya. Pria itu menyuruh Kaysa mengantarkan Aslan karena kebetulan dirinya datang ke kantor sejak pagi untuk satu keperluan.
"Nah, itu papa." Kaysa menunjuk pria yang baru saja keluar dari gedung tersebut.
"Papa!" Aslan segera berlari menghampiri ayahnya.
"Ah, ... kalian sudah ke sini?" Radit tampak menepuk keningnya sendiri. "Papa lupa kalau hari ini ada acara, nak. Maafkan papa."
"Hum?"
"Cepatlah sayang, nanti kita ketinggalan pesawat!" seorang perempuan cantik dengan pakaian cukup terbuka keluar dari mobil yang Kaysa kenali milik mantan suaminya. Dan dia mengenali siapa perempuan tersebut.
Kristina, yang dulu dia kenal sebagai teman kuliah suaminya.
Aslan tampak mundur dan bersembunyi di belakang tubuh ibunya. Teringat setiap kali mereka bertemu perempuan itu tidak pernah bersikap baik kepadanya.
"Aku harus terbang ke Singapura." jelas Radit kepada Kaysa, yang di jawab perempuan itu dengan anggukkan.
"Maaf, Aslan." Radit beralih kepada putranya yang masih bersembunyi.
"Lain kali kita bertemu lagi ya?" katanya, namun tak mendapat jawaban dari bocah itu.
"Baiklah, aku pergi Kay." dan dia pun pergi tanpa menunggu jawaban.
Ibu dan anak itu tertegun untuk waktu yang cukup lama, menatap mobil mewah mengkilap itu hingga menghilang di antara mobil-mobil lainnya di jalan raya.
"Aku nanti nggak mau ketemu lagi sama papa ah." Aslan dengan nada kecewa.
"Lho, kenapa?"
"Papa udah nggak sayang aku." katanya, dengan raut sendu.
"Siapa bilang?" Kaysa berjongkok di depannya.
"Itu tadi, papa milih pergi sama tante galak. Padahal udah nyuruh kita datang ke sini?"
Kaysa menatap wajah lugu putranya lekat-lekat.
"Mungkin papa ada kerjaan mendadak." Kaysa dengan penghiburannya.
"Papa kalau kerja suka sendirian. Tapi ini perginya sama tante?"
"Ya mungkin kerjaannya sama tante?"
"Kerja apa?"
"Tidak tahu." Kaysa berdiri lagi, kemudian merogoh ponselnya yang berbunyi.
"Aku sudah transfer uang. Bawalah Aslan jalan-jalan agar dia tidak kecewa." pesan dari mantan suaminya diikuti pesan gambar dengan keterangan pengiriman sejumlah uang ke nomor rekeningnya.
Kaysa mendengus sambil memejamkan mata sebentar. Ini yang paling tak di sukainya dari Radit. Pria itu selalu mengukur segala sesuatunya dengan uang. Dia pikir kekecewaan putranya akan terobati dengan jalan-jalan dan membeli sesuatu. Seperti halnya ketika kasus perselingkuhannya terkuak. Dia menukarnya dengan kemewahan agar dirinya diam.
"Papa kirim uang lagi." Kaysa menunjukkan layar ponselnya. "Aslan mau jalan-jalan?" tawarnya kemudian.
"Jalan-jalan ke mana?" suaranya masih parau.
"Ke mana saja, terserah Aslan. Atau mau ke jagonya ayam?"
Bocah itu menatap wajah ibunya. Perempuan yang selalu ada untuknya, mengusahakan segalan hal demi dirinya, dan selalu berusaha membahagiakannya dengan cara apa pun.
"Kan mama mau interview?"
"Interview bisa lain kali."
"Nanti nggak dapat kerjaan itu?"
"Mama bisa cari lagi."
Aslan terdiam untuk beberapa saat.
"Aku mau ikut mama interview aja."
"Lho?"
"Ayo, kita interview!" Aslan meraih tangan ibunya, kemudian menariknya keluar dari area tersebut.
***
"Nah, tunggu di sini. Mama yakin tidak akan lama." Kaysa meletakan kantong kresek berisi makanan yang mereka beli di swalayan terdekat.
Kafe tempat dia akan menajalani interview tak jauh dari taman kota ini, juga hanya berjarak beberapa blok dari apartemennya.
"Oke."
"Aslan ingat kan nggak boleh apa saja?"
"Ingat. Nggak boleh ngobrol sama orang nggak di kenal, nggak boleh ikut sama yang nggak di kenal, dan nggak boleh makan makanan dari orang yang nggak kenal." bocah itu dengan tenang.
"Pintar. Dan jangan pergi sebelum mama kembali ya? mama interviewnya di kafe itu." Kaysa menunjuk sebuah bangunan yang masih sepi di seberang kursi taman yang di duduki Aslan.
"Siap!"
"Kalian sedang apa di sini?" suara bariton yang di kenalnya terdengar menginterupsi. Dan wajah familiar itu yang mendominasi saat Kaysa berbalik.
"Oh, hai? aku ... mau interview."
"Interview lagi?" Rama mengerutkan dahi. Sudah dia duga, perempuan itu masih sibuk mencari pekerjaan, dan dia merasa tak tahan untuk tidak menyapanya. Saat melihat Kaysa dalam perjalanan pulangnya dari markas.
"Iya. Yang kemarin itu tidak lolos." perempuan itu tertawa. "Tapi untungnya aku memasukan lamaran ke banyak tempat. Jadi setiap hari ada saja panggilan interview, walau belum ada yang berhasil." katanya.
"Dan membawa anakmu?" Rama beralih kepada Aslan yang sibuk dengan susu kotaknya.
"Terpaksa. Dia tidak mau di tinggal di rumah sendirian." jawab Kaysa, yang seketika mendapat ide di kepalanya.
"Oh ..."
"Kamu mau pergi?" perempuan itu bertanya. Melihat penampilan Rama dengan seragam lengkap yang membuatnya terlihat tampan.
Tampan? Kaysa mengerutkan dahi. Sepertinya otaknya mulai terganggu.
"Tidak, aku mau pulang."
"Pulang?" Kaysa melihat jam di layar ponselnya. "Tugas malam?"
"Begitulah." Rama menganggukkan kepala.
"Oh, ...
"Kamu interviewnya di mana?" Rama bertanya lagi, meski niatnya hanya menyapa, tapi jujur saja dirinya ingin berlama-lama berada di sana.
"Di depan." Kaysa menunjuk ke seberang.
"Kafe itu?"
"Iya."
"Lalu anak ini?" Rama kemudian menunjuk Aslan.
"Namanya Aslan." Kaysa tampak mendelik, merasa tak senang seseorang menunjuk putranya seperti itu.
"Ah, iya. Maaf. Bagaimana dengan Aslan?"
"Mungkin aku tinggal di sini." jawab Kaysa.
"Apa? mau kamu tinggal?"
"Iya."
"Dia masih kecil, berapa umurnya?"
"Tujuh tahun, dan aku biasa meninggalkannya sendirian seminggu ini sementara aku menghadiri wawancara kerja."
"Apa?" Rama bereaksi.
"Kamu kenapa sih teriak-teriak? berisik!" pekik Kaysa yang mengusap telinganya.
"Kamu meninggalkannya sendirian sementara kamu sendiri menghadiri wawancara kerja?" Rama mengulang ucapannya.
"Iya."
"Kenapa?"
"Karena dia mau, dan karena tidak ada yang bisa di titipi." Kaysa dengan entengnya.
"Papanya?"
"Sibuk kerja."
"Tetangga?"
"Aslan tidak mau di titipkan ke tetangga, dia pasti memilih tinggal di apartemen sendirian dari pada aku titipkan ke tetangga."
Rama terdiam dan dia menatap ibu dan anak itu bergantian.
"Mama, udah siang. Nanti interviewnya terlambat?" Aslan mengingatkan.
"Ah, iya astaga! mama pergi ya, tidak apa-apa kan Aslan mama tinggal di sini? cuma sebentar." Kisya mengulangi kata-katanya lagi.
"Pergilah, Aslan aku yang jaga." Rama tiba-tiba.
"Apa?" Kaysa dan Aslan secara bersamaan.
"Pergilah, Aslan aku yang jaga." ulang Rama.
"Serius? kamu nggak ada kerjaan?"
"Aku tugas malam, ingat?" ucap Rama.
"Oh iya."
"Sudah, sana pergi. Nanti terlambat."
Kaysa terdiam sebentar.
"Kamu bisa mempercayai aku. Atau kalau aku membawanya kabur, kamu bisa melaporkanku kepada komandan di kantor." pria itu berujar. Melihat raut ragu dari wajah perempuan cantik ini.
Cantik? astaga, aku mulai ngawur. batinnya.
"Aslan nggak apa-apa mama tinggal dengan om Rama?" Kaysa beralih kepada putranya.
Sekilas bocah itu melirik.
"Om Rama nya baik nggak? kalau galak aku nggak mau." jawab Aslan sekenanya.
"Eee ... baik kok, om Rama baik. Iya kan om?" Kaysa memiringkan kepalanya sambil tersenyum, yang entah mengapa membuat Rama merasa wajahnya memanas.
"Mmm ...
"Baik kok, om Rama kan polisi yang suka nolongin mama. Jadi pasti baik lah." lanjut Kaysa.
"Ya udah." ucap bocah itu, yang membuat Kaysa merasa tenang untuk meninggalkan putranya bersama Rama.
***
Dua orang yang berbeda usia ini sama-sama terdiam. Rama yang berdiri tegap di samping kursi taman di mana Aslan duduk menatapnya dari bawah ke atas. Tatapan yang penuh dengan kecurigaan dan antisipasi.
Seorang pria berseragam polisi yang kenal dengan ibunya? sepertinya keadaannya gawat. Setelah ayahnya yang di rampas perempuan menyebalkan yang galak bernama Ktistina itu, sekarang giliran ibunya yang mungkin akan di rebut oleh pria ini. Dan hal itu tidak boleh terjadi.
"Om pacarnya mama ya?" Aslan berbicara setelah mereka terdiam cukup lama.
"Kamu bicara sama saya?" Rama menoleh.
"Emang di sini ada orang selain om ya?" bocah itu balik bertanya, sementara Rama mendengus pelan.
"Om pacarnya mama bukan?" Aslan mengulangi pertanyaan.
"Bukan." Rama menggelengkan kepala.
"Terus kenapa baik sama mama?"
"Apa?" pria itu hampir saja tertawa. "Umur kamu berapa tahun tadi? kenapa sudah tahu soal pacaran? anak kecil!"
"Sebentar lagi aku delapan tahun, udah gede tahu?"
"Baiklah, terserah kamu." Rama menggedikkan bahu.
"Aku tadi tanya, om ini pacarnya mama atau bukan?" suara Aslan meninggi.
"Bukan, kan tadi sudah om jawab?"
"Tapi kenapa baik sama mama?"
"Memangnya kalau mau berbuat baik harus sama pacar?" kini Rama yang membalikan kertanyaan. Ini terasa konyol karena dirinya mulai berdebat dengan seorang anak kecil tapi rasanya mereka seperti seumuran.
Aslan terdiam.
"Kalau mau berbuat baik kepada orang lain tidak perlu ada hubungan khusus. Karena itu adalah hal yang bagus, dan kamu harus berbuat baik kepada siapa pun. Mau kenal atau pun tidak. Dekat atau pun tidak."
"Masa?"
"Iya."
"Jadi om ini bukan pacarnya mama?"
"Bukan."
"Okelah kalau gitu."
"Maksudnya?"
"Kalau pacarnya mama nggak akan aku ijinin deketin mama lagi." Aslan dengan polosnya.
"Hah? kenapa?"
"Nanti mama aku om bawa pergi, kayak papa yang di bawa tante galak. Padahal kan udah janji mau ketemuan sama aku." bocah itu terus berbicara.
Sementara Rama terdiam menatapnya yang terlihat sendu.
"Kalian sedang membicarakan apa sih, sepertinya serius?" Kaysa yang tiba setelah kurang lebih satu jam di dalam kafe.
"Mama udah beres?" Aslan beralih kepadanya.
"Sudah." jawab Kaysa dengan wajah sumringah.
"Terus?" Rama menyela.
"Coba tebak?" Kaysa hampir saja tertawa.
"Apa?" Rama dan Aslan bersamaan.
"interviewnya lolos, dan besok langsung kerja!" pekik Kaysa, kegirangan.
"Alhamdulillah!" Aslan bereaksi, dia turun dari kursinya dan segera mengahambur memeluk ibunya.
"Iya, besok siang mama sudah mulai bekerja." Kaysa balas meluknya. "Aslan senang kan?"
"Hu'um." anak itu mengangguk pelan.
Kaysa beralih menatap Rama sambil tertawa pelan.
"Selamat." ucap pria itu kemudian.
"Terimakasih." jawab Kaysa yang mengeratkan pelukan kepada putranya.
*
*
*
Bersambung ...
ugh, senengnya mama Kay udah dapat kerjaan 😂😂
terus habis ini Om Rama mau ngapain? 🤭🤭
cuss lah like komen sama kasih hadiahnya dulu, biar novel ini naik ke permukaan.
lope lope sekebon korma 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
cakrawala haramain 🌹
aku ngebayangin mreka kayak LUKE n CASSANDRA di film purple heart 💕💕💕 kayaknya lebih cocok 😍😍
2022-12-28
1
Devi Handayani
hayooo lohh.. polisi sedang diinterogasi bocahhh😆😅😆😆😆😆😆😆
2022-08-31
1
Yenny Mok
Aku padamu Aslannnn 😘😘💜💜💜💜
2022-08-26
1