William terus bergerak maju mundur cantik di atas tubuh polos Regina. Seperti yang ia ucapkan di mobil tadi, pria itu memberikan hukuman yang sangat menyenangkan kepada sekretarisnya.
“Mmhh.. Will.”
“Sebentar lagi.” Sebuah ciuman ia berikan untuk menenangkan wanita itu.
Entah kenapa Regina tidak menolak saat ia di pojokan oleh William di dinding apartemen pria itu. Pesona pria itu begitu sulit untuk di tolak.
Belum genap 24 jam berkenalan, mereka sudah dua kali berbagi peluh bersama.
William memang memiliki apartemen pribadi, yang ia beli dari hasil usaha klub malamnya. Namun sangat jarang ia tempati.
Pria itu juga tidak pernah membawa wanita sebelumnya ke tempat itu. Ibu dan adiknya pun tidak pernah, Regina wanita pertama dan satu-satunya yang ia bawa.
Untuk wanita yang ia sewa, William mengajaknya di kamar khusus yang ada di klub malam.
“Di luar. Mmhh.” Regina memberi perintah di sela goncangan yang ia rasakan.
William mengangguk. Boy bekerja semakin cepat. Beberapa saat kemudian, William mencabutnya. Dan boy muntah di atas sprei.
Pria itu menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh Regina. Kemudian menarik agar tubuh wanita itu menempel padanya.
Nafas keduanya masih sama-sama tersengal.
“Kamu mau minum sesuatu?” Tanya William sembari mengusap punggung Regina.
“Apa ada anggur?” Canda Regina.
“Tentu.” Di tanggapi serius oleh pria itu.
William bangkit. Dengan tubuh polosnya, ia berjalan ke arah mini bar yang terletak di pojok kamar.
Regina hanya bisa mencebik, bos nya itu benar-benar tidak tau malu.
Wanita itu mengamati ke sekeliling kamar yang cukup luas itu. Dari perkiraannya, kamar itu mungkin seluas ruang tamu kontrakan yang ia tempati.
Di sisi sebelah kanan, jendela besar dengan pintu kaca yang dapat di buka untuk akses ke balkon kamar, menampilkan pemandangan langit yang sedang memerah, tanda matahari telah tenggelam.
Dan di sisi sebelah kiri, juga terdapat jendela dengan pintu kaca yang juga dapat di buka. Dapat Regina pastikan, jika dari jendela itu, ia bisa menikmati sunrise di pagi hari.
“Ini.” William menyodorkan satu gelas anggur merah kehadapan wanita itu. Ia pun kembali duduk di sisi sebelah kanan Regina.
“Thank you.”
“Sepertinya kamu peminum kelas kakap?”
Regina menyunggingkan sudut bibirnya.
“Tidak juga.” Kemudian menyesap pinggiran gelas kaca yang William berikan.
“Jam berapa ini? Aku mau pulang.” Meletakan gelas di atas nakas. Kemudian bergegas turun dari ranjang.
William menarik lengan wanita itu, membuatnya kembali terjatuh di atas ranjang.
“Nanti saja. Ini masih sore. Aku masih ingin bersamamu.”
“Nanti kekasihmu datang.”
“Aku pria single, pria bebas.”
William membenahi posisi. Sehingga mereka tidur dengan posisi miring, dengan Regina yang memunggunginya.
“Gi, jadilah kekasih ku.” Ucapnya sembari mengecup bahu Regina. Tangannya pun tak tinggal diam. Mengusap lembut dua aset Regina secara bergantian.
“Aku belum putus dengan Alvino.”
“Maka jadikan aku yang kedua. Aku akan memberikan apapun padamu.”
Regina memukul tangan William yang pelan-pelan mulai turun.
“Putuskan rahwana itu, Gi. Dan jadilah kekasih ku.”
Regina menggeleng.
“Kamu tidak mau putus darinya? Astaga Regina. Dia sudah mengkhianati mu. Bukannya mata cantikmu sendiri yang melihat rahwana itu menumbuk wanita lain. Kenapa masih mau berhubungan dengannya?”
“Bukannya aku tidak mau putus darinya. Aku pasti akan mengakhiri hubungan ini. Tetapi, untuk menjalani hubungan yang baru, aku belum siap, Will.”
William mengangguk paham. Ia membalik tubuh Regina. Membuat wanita itu menghadap padanya.
Seketika Regina memeluk tubuh kekar pria itu. Membuat kulit polos mereka menempel.
“Aku akan menunggu kamu siap, Gi.”
“Jangan. Nanti kamu bosan.”
“Aku tidak akan bosan. Asal setiap hari mendapat jatah darimu.”
Mendengar itu, Regina mencubit pinggang William. Yang membuat pria itu terbahak karena merasa geli.
“Kamu bisa memasak?”
“Ya.”
“Kita makan malam disini ya. Di dapur ada banyak bahan makanan.”
“Aku tidak membawa pakaian ganti.”
“Pakai saja kemejaku. Tidak perlu menggunakan bawahan. Siapa tau, nanti di dapur boy bangun.”
Regina memutar matanya malas. Putra pak Antony itu benar-benar nakal.
*****
Benar saja, Regina memasak hanya dengan menggunakan kemeja yang tadi pagi di pakai William ke kantor.
Sementara pria itu hanya menggunakan handuk untuk menutupi si boy.
William hanya mampu menggigit bibir bawah. Saat melihat pemandangan yang begitu mengiur kan di balik meja dapurnya.
Kini mereka tengah berada di lantai satu apartemen itu. Dapur dan ruang tamu yang terhubung tanpa sekat. Sehingga lantai satu itu masih terlihat luas.
Apartemen ini bisa di bilang mewah, meski hanya berisi dua kamar tidur. Satu di dekat ruang tamu, satunya lagi di lantai dua.
William tidak tahan. Ia kemudian mendekat, dan mendekap tubuh semampai sang sekretaris.
“Sebentar, ini belum selesai.” Regina memberontak. Namun William tetap menempel.
“Kerjakan saja, aku tidak akan menganggu.”
Menghela nafasnya pelan. Regina kembali menata makanan yang telah siap di atas piring saji, sebelum di bawa ke meja makan.
Melabuhkan sebuah kecupan pada pipi wanita itu, William kemudian melepas pelukannya. Mengambil makanan yang telah tersaji, lalu membawa ke meja makan.
Setelah semuanya siap, mereka pun makan dengan santai. Dan di selingi obrolan ringan.
“Apa kamu tinggal disini?”
“Tidak sering. Aku lebih sering tinggal di rumah papa, biasalah, yang mulia ratu selalu cerewet jika aku lama tidak pulang.”
Regina mengangguk. Ia pernah beberapa kali mengunjungi rumah atasannya, namun tak pernah melihat William.
“Apa kamu mau tinggal disini?”
Regina menggeleng. Kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Kenapa?”
“Aku tidak punya uang untuk membayar sewanya.”
“Tidak perlu membayar, cukup beri aku jatah setiap hari.” William berucap tanpa dosa.
Hal itu membuat Regina memutar matanya malas.
Selesai makan malam, mereka berdua membersihkan diri terlebih dulu. William memberikan kemeja dan celana bahan yang baru pada Regina.
Meski tanpa underwear, Regina tetap memakainya. Toh dia akan berada di dalam mobil. Siapa yang akan melihat? Selain pria nakal yang bersamanya.
Mereka keluar dari unit apartemen itu, memasuki lift, menuju basemen.
William menekan tombol pada kontak mobilnya, salah satu mobil mewah yang berderet itu berbunyi.
Regina menelan ludahnya kasar. Sebuah mobil sport, yang ia tau namanya hanya Lamborghini, sedang mengedipkan mata padanya.
“Ayo.” William menuntun Regina memasuki pintu penumpang. Sementara ia memasuki pintu sopir.
“Dimana mobil yang tadi sore?” Tanya wanita itu dengan polos.
“Ada. Itu.” William menujuk mobil Rolls-Royce Ghost, yang terparkir di samping mobil yang mereka tumpangi.
Lagi-lagi, Regina susah untuk menelan ludahnya.
“Aku hanya punya dua mobil, yang aku beli dengan uangku. Yang dari papa, lain lagi di rumah.”
Regina hanya bisa mencebik.
William memasangkan sabuk pengaman pada Regina, tak lupa pria itu mencuri sebuah kecupan dari bibir tipis Regina.
Membuat wanita itu mendelik.
“Dasar anak nakal.” Seperti tersugesti oleh ucapan pak Antony, Regina pun menjewer telinga William.
“Aw, sakit Gi. Jangan menjewer telinga aku. Mending kamu jewer si boy saja.”
“William..”
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Jean Wonga
kok regina gitu ya karakternya...gmpang d ajak ena2 tnpa status...pcar kagak....istri bukn...mcem jalang sja...ato memang su kebelet lumpangnya dmsuki alu ya....jdi iya2 wae...thirr jgn gitulah permpuannya cem g da hrga diri
2022-10-19
1
runma
😍😍😍
2022-10-11
0
Imas Maela
anak nakal...
2022-09-14
0