Sore harinya Regina sedang menunggu angkutan umum, di sebuah halte yang tak jauh dari gedung Sanjaya Group.
Wanita itu memang bukan dari kalangan atas. Ayahnya hanya seorang pengusaha di bidang mebel, di sebuah kota kecil yang menjadi kampung halamannya.
Saat memutuskan merantau ke ibukota. Regina di bekali sejumlah uang oleh sang ayah, yang cukup untuk membeli sebuah mobil sedan tipe lama, dan mengontrak sebuah rumah.
Sudah 5 tahun wanita itu merantau, 5 tahun pula ia bekerja di Sanjaya Group, di awali dengan menjadi pegawai administrasi selama 3 tahun, dan 2 tahun lalu ia di angkat menjadi sekretaris direktur oleh pak Antony, karena melihat ketekunan dan ketrampilan yang dimilikinya.
Selain rajin, pintar, tekun, dan ulet, Regina juga memiliki penampilan yang menarik. Cantik sudah pasti, tubuh tinggi semampai, dan nilai plusnya adalah Regina memiliki dada dan bokong yang berisi.
Hampir 10 menit wanita itu duduk di bangku besi, ia merasa bosan. Karena angkutan umum yang di tunggu tak kunjung datang.
Biasanya, Regina berangkat ke kantor dengan mengendarai mobil sedan tuanya, namun kemarin sore mobil yang ia sebut barang sisa penjajahan itu, tiba-tiba mogok, sehingga mengharuskan kereta besi itu untuk check up ke bengkel.
Mencebik kesal, Regina memutuskan berdiri, hendak meninggalkan tempat itu. Empat langkah kedepan, sebuah mobil sedan hitam mengkilap berhenti di samping wanita itu.
Regina menoleh, kemudian berdecak kesal. Wanita itu sangat hafal dengan mobil itu.
“Sayang?” Alvino keluar dari pintu depan sebelah kanan mobil, kemudian mendekat pada Regina.
Alvino Mahendra, pria berusia 30 tahun yang dulunya adalah senior Regina saat masih kuliah. Mereka tanpa sengaja bertemu 4 tahun lalu. Membuat mereka semakin dekat, dan memutuskan menjalin kasih sejak 3 tahun lalu.
Alvino merupakan pengusaha di bidang desain interior. Ia meneruskan usaha yang di bangun oleh papanya.
“Sayang, maafkan aku. Tidak bermaksud melupakan hari penting kita. Aku kemarin benar-benar sibuk, sayang.” Pria itu menyerahkan sebuah buket bunga pada Regina.
Dan wanita itu hanya mencebik.
‘Sibuk? Ya, kamu sibuk berbagi peluh dengan sekretaris mu.’
Regina menerima bunga itu dengan malas.
“Tidak apa-apa, sayang. Aku tidak mempermasalahkan itu.”
“Terima kasih, sayang. Bagaimana jika sekarang kita berkencan? Aku akan membelikan apapun yang kamu inginkan.”
“Benarkah?” Regina berpura-pura antusias.
Selama 3 tahun berpacaran, Alvino memang selalu memanjakannya. Memberikan apa yang wanita itu inginkan bahkan tanpa meminta.
Selama ini, Alvino juga tidak pernah terlalu menuntut Regina. Hanya saja, beberapa minggu lalu, pria itu meminta hal lebih pada Regina, namun wanita itu menolak. Karena ia berencana menyerahkan diri tepat di hari jadi mereka. Sebagai sebuah kejutan, supaya terkesan lebih romantis.
Namun apa yang wanita itu dapatkan? Bukan kesan romantis, tetapi justru sebuah kenyataan pahit.
“Benar, sayang. Kita tebus hari kemarin dengan hari ini.” Alvino meraih jemari kekasihnya.
Tak jauh dari sana, William mengamati semua itu dari dalam mobilnya. Sebenarnya ia sudah mengamati sang sekretaris lebih dulu, sebelum Alvino datang.
Maksud hati ingin menawari wanita itu tumpangan, ia justru melihat pemandangan yang membuatnya mual.
“Cih, wanita itu. Sudah di khianati, masih saja mau di pegang-pegang. Apa dia lupa, pria itu bekas wanita lain?”
William pun lupa jika dirinya juga bekas wanita lain, meski hanya sekedar jasa mulut.
“Kita kemana, bos?” Sang sopir sekaligus asisten pribadi William bertanya. Sudah hampir 30 menit mereka menepi, untung saja tidak ada rambu larangan parkir disana.
“Maju, aku mau merebut Dewi Sita dari rahwana.”
Pria bernama Jimmy itu menurut. Menginjak pedal gas, kemudian berhenti tepat di depan dua orang yang tengah berdiri di pinggir jalan.
Dengan gagah, William keluar dari dalam mobil Rolls-Royce Ghost nya.
“Nona Regina, ikut saya. Masih ada pekerjaan yang harus kita selesaikan.”
“Maaf, anda siapa?” Alvino bertanya.
“Saya?” William menunjuk wajahnya sendiri.
“Saya William Antony. Atasan dari nona Regina Prayoga.” Jawab William angkuh, sembari menunjuk Regina.
“Pak, tetapi—,”
“Kamu mau di mutasi menjadi pegawai admin lagi?”
Kepala Regina menggeleng, menjadi pegawai administrasi bukanlah hal yang buruk, namun gaji menjadi sekretaris direktur sangat memuaskan, bahkan ia sudah bisa mengembalikan uang pemberian sang ayah.
“Kalau begitu ikut aku.” William berbalik kembali ke mobilnya.
Regina tau, ini hanya akal-akalan pria licik itu. Namun ia harus tetap menurut. Pekerjaannya menjadi taruhan.
“Sayang, maaf. Aku harus ikut dia, jika tidak, aku bisa di pecat.” Tak lupa Regina mengembalikan buket bunga itu pada Alvino. Ia juga tidak sudi menerima pemberian pria itu lagi.
*****
“Apa kamu tidak merasa jijik? Dia itu habis di jamah wanita lain. Masih saja mau di pegang-pegang.”
William mengambil tissue basah yang selalu tersedia di mobilnya. Kemudian ia gunakan untuk membersihkan telapak tangan Regina.
Wanita itu hanya mampu menganga melihat perlakuan atasan barunya itu.
“Kamu juga bekas wanita lain.” Ucapnya lirih namun masih di dengar oleh William.
Pria itu berdecak kesal.
“Sudah aku katakan, hanya jasa mulut, tidak lebih.” William menyudahi kegiatan membersihkan telapak tangan Regina, kemudian membuang tissue bekas itu, pada tempat sampah kecil yang tersedia di dekat kakinya.
“Sama saja.”
“Tidak! Aku bahkan tidak membuka pakaianku saat dengan wanita-wanita itu.”
“Apa itu artinya kamu masih berhubungan dengan pria itu?” Tanya William dengan menatap lekat wajah sekretarisnya.
Regina mengangguk.
“Kami belum putus.”
“Astaga.” Pria itu kesal, dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Jim, selidiki gerak-gerik rahwana itu, ambil gambar saat dia bersama selingkuhannya. Agar wanita ini sadar, siapa sebenarnya kekasihnya itu.”
“Siapa Rahwana?” Tanya Regina. Ia lebih tertarik dengan nama itu, daripada perintah yang William ucapkan.
“Siapa lagi jika bukan pria tadi.”
Regina pun terbahak. Ia seketika membayangkan Alvino dalam wujud rahwana.
William ikut mencebikan bibirnya.
“Baik bos.” Jawab Jimmy yang tetap fokus dengan kemudinya.
“Kemarilah.” William menarik bahu Regina dan menyadarkan kepala wanita itu pada pundaknya.
“Kita kemana bos?”
“Ke Hastina pura.” Jimmy menoleh dari kaca spion, dengan alis yang terangkat.
“Hastina pura itu istananya para Pandawa dan Kurawa, bos.” Beritahu Jimmy. Tadi bukannya sang atasan menyebut rahwana? Itu artinya mereka bermain peran epos Ramayana, kan? Kenapa justru Mahabarata?
“Apa bedanya?”
“Jelas berbeda, Pandawa dan kurawa itu dari cerita Mahabarata, sementara Rahwana dan Dewi Sita itu dari cerita Ramayana.”
“Lalu dimana Rama tinggal?”
“Rama tinggal di Ayodya pura, Will.” Regina ikut menjawab. Entah pembicaraan apa yang kini mereka bahas.
“Baiklah Hanoman, bawa Rama dan Sita ke Ayodya pura.”
“Siapa yang bos sebut Hanoman?”
“Kamu lah, bukannya asisten dari Rama itu Hanoman?”
“Tetapi Rama tidak memiliki adik perempuan, bos. Adiknya laki-laki semua. Sementara bos?”
“Ah sudah, cukup!” Regina tiba-tiba berteriak.
“Pembicaraan macam apa ini? Sudah, hentikan! Pak Jimmy, tolong antar aku ke kontrakan ku.” Regina menyebutkan alamat tempat tinggalnya.
“Tidak, bawa kami ke apartemen, Jim. Aku akan menghukum Dewi Sita, karena masih berhubungan dengan Rahwana.”
“Astaga. Masih saja.” Regina menggerutu. Ingin sekali ia menjambak rambut William yang masih terlihat rapi itu.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Suzanne Shine Cha
/Facepalm/🤣🤣🤣🤣/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/
2025-03-27
0
JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊
aduinaaa🤣🤣🤣
2025-03-23
0
Fajar Khanaya
perutku sampek sakit, ketawa ngakak mbaca ini🙏☺️🤭
2024-07-15
2