Hubungan gelapnya dengan Alvino memang telah berjalan selama dua tahun. Selama itu pula, Alvino memberikan uang untuk biaya pengobatan sang nenek.
Tamara sadar, apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan. Namun, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan nyawa sang nenek selain menerima tawaran Alvino.
Kesepakatan pun di buat, tidak boleh ada cinta di antara mereka, karena Alvino sangat mencintai Regina. Hubungan Tamara dan Alvino hanya sebatas saling menguntungkan, meski terkadang, saat berkomunikasi mereka memanggil sayang, satu sama lain. Bukan berarti ada cinta di antara mereka.
Namun semuanya berubah, hati yang awalnya teguh untuk tidak jatuh cinta, kepada pria yang telah memiliki kekasih itu, kini telah kalah dengan rasa yang mampu melumpuhkan logika.
Tanpa diminta, cinta itu tumbuh di hati Tamara untuk pria yang hanya menginginkan tubuhnya saja. Wanita berusia 26 tahun itu hanya mampu tersenyum getir, saat Alvino bersikap mesra kepada dirinya. Karena di balik itu, Alvino pasti meminta sesuatu.
“Ta?” Alvino mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Tamara yang sedang melamun.
Mereka baru saja sampai, tetapi sang sekretaris justru terpaku di dalam lift, saat mereka menuju ruangan Alvino.
“Ah, i-iya, pak.” Lamunannya buyar, Tamara pun melangkah menuju meja kerjanya yang berada tepat di depan ruangan Alvino.
“Kamu sakit?” Alvino mendekat, kemudian meraba kening wanita itu.
Tamara menggeleng. Ia kemudian duduk di atas kursi kerjanya.
“Oh ya, ini untuk sarapan anda, pak.” Tamara menyerahkan tas kain yang berisi kotak bekalnya kepada Alvino. Sudah menjadi perjanjian, jika di kantor mereka berdua akan bersikap profesional. Layaknya atasan dan bawahan yang tidak ada hubungan.
Alvino mengangguk, kemudian meraih tas kain itu. Namun ia tetap memperhatikan wajah Tamara yang terlihat kurang bersemangat pagi ini.
Pria itu menikmati sarapan yang seharusnya menjadi makan siang untuk sekretarisnya. Tadi rencananya ia ingin mengajak Regina sarapan bubur ayam langganan mereka. Namun wanita itu tidak ada di rumahnya.
Alvino memang sangat mencintai Regina, karena itu ia tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada wanita itu. Di tolak sekali, membuat Alvino tidak ingin meminta kembali. Karena ia takut Regina mengira dirinya hanya menginginkan tubuh wanita itu.
Namun Alvino tetaplah pria normal yang memiliki kebutuhan yang harus di penuhi. Dan disaat sang sekretaris datang meminta pinjaman uang kepadanya, terlintas lah ide untuk menjadikan wanita itu sebagai pemenuh kebutuhannya.
Ia tidak menyadari perbuatannya itu sebuah kesalahan yang mungkin akan menjadi boomerang, untuknya suatu hari nanti.
Bersama Tamara, ia mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini. Kehangatan yang tidak ia dapat akan dari Regina. Meski Alvino harus mengeluarkan banyak uang untuk wanita itu. Sementara, dari Regina ia mendapatkan cinta yang begitu besar.
Namun itu dulu, Alvino tidak tau jika Regina telah melihat kelakuannya bersama sang sekretaris. Dan Regina pun kini telah berpaling darinya.
****
“Pak, hari ini, kita ada pertemuan dengan perwakilan PT. Nirwana di jam makan siang.” Regina berucap kepada William yang tengah membaca sebuah berkas di meja kerjanya.
“Hon, saat berdua begini, panggil nama saja. Aku tidak setua itu, sampai setiap saat kamu harus memanggilku bapak.”
Regina mencebik, ia kemudian duduk di seberang meja kerja William.
“Disini ada CCTV. Suaranya juga ikut terekam. Aku takut jika pak Antony tau. Bisa di pecat aku karena tidak sopan.” Wanita itu berbicara sembari menumpu dagunya dengan satu tangan di atas meja.
“Cih, tidak perlu berdrama. Sambungan CCTV itu ada pada laptop yang kamu gunakan. Papa tidak mungkin tau.” William ikut menumpu dagunya dengan kedua tangan di atas meja.
“Bagaimana jika suatu hari nanti pak Antony datang, dan meminta rekaman di ruangan ini? Gawat kan?”
William berpikir sejenak. Benar juga yang di ucapkan Regina. Akan bahaya jika sang papa tau tentang kelakuannya dengan Regina. Salah satu dari mereka bisa di keluarkan dari perusahaan itu.
“Jangan menakuti ku, Honey. Bukan kamu yang di pecat, tetapi aku.”
Regina terkekeh mendengar ucapan William, ia pun bangkit, dan undur diri kembali ke mejanya.
Waktu pun terus bergulir, hingga jam makan siang kini segera tiba. Mengambil jas yang tersampir pada sandaran kursi kerjanya, William kemudian bergegas menemui sang sekretaris cantik yang sedang menantinya di depan ruangan.
Memasukkan ponsel ke dalam saku jas, tak lupa pria tampan itu menggunakan kacamata hitam sebagai penyempurna penampilannya.
“Honey, ayo kita makan siang. Bukannya kita ada janji dengan PT. Nirwana?” Seru pria itu sembari membuka pintu.
Regina melihat jam tangan mahal yang baru kemarin di belikan oleh Alvino. Wanita itu bergegas merapikan meja kerjanya.
“Aku sudah meminta Jimmy membelikan kebutuhanmu untuk di apartemen, supaya kamu tidak memakai pemberian si rahwana itu.” Ucap William memperhatikan penampilan Regina dari atas sampai ke bawah.
“Apa?” Regina tersentak mendengar ucapan William. Pria itu menyuruh Jimmy membelikan segala kebutuhannya? Yang benar saja?!
“Will, kamu bercanda, kan? Yang benar saja kamu menyuruh pak Jimmy membelikan semua kebutuhanku?” Tangan wanita itu refleks menutupi bagian dadanya.
William pun mendekat, kemudian meraih pinggang Regina, membuat tubuh wanita itu menempel pada tubuhnya.
“Jimmy punya istri seusiamu. Aku juga tidak mungkin membiarkan pria lain tau ukuran mu, nona.”
Mendengar itu, membuat Regina bernafas lega.
“Ayo kita berangkat. Jangan sampai klien lebih dulu tiba di sana.” Ucap William menarik tubuh Regina menuju lift.
“Tunggu, pak. Aku ambil tas dan berkasnya dulu.”
William dan Regina berjalan bersisian menuju mobil yang terparkir di parkir bawah tanah gedung Sanjaya. Beberapa karyawan yang berpapasan dengan mereka, sedikit menundukkan kepala memberi hormat.
Ada juga yang kagum, Regina dan William terlihat serasi.
William menekan kontak mobilnya untuk membuka pintu.
“Apa boleh aku yang menyetir, pak?” Tanya Regina.
William menaikan satu alisnya. Setelah itu menyunggingkan sudut bibirnya.
“Sure.” Mereka lantas berukar posisi. Regina memasuki pintu sebelah kanan, dan William memasuki pintu sebelah kiri.
Ternyata kemampuan menyetir Regina boleh juga. Hal itu semakin membuat William ingin membelikan mobil baru untuk wanita itu.
Setelah 20 menit berkendara, mereka tiba di salah satu restoran bintang lima yang telah di reservasi, oleh Regina terlebih dulu.
Sambil menunggu kliennya datang, Regina memesan beberap menu yang nantinya akan di suguhkan untuk kliennya. Hal seperti itu sudah sering ia lakukan saat pak Antony masih menjadi atasannya.
Saat sedang menunggu, mata William tanpa sengaja melihat ke arah pintu masuk restoran itu.
“Wah.. pucuk di cinta, ulam pun tiba.” Pria itu berseloroh. Regina mengira ungkapan yang William ucapkan, di maksudkan untuk klien mereka. Wanita itu pun ikut melihat ke arah pintu masuk.
Namun, bukan klien mereka yang datang. Tetapi Alvino bersama sekretarisnya. Dan yang paling membuat Regina tercengang, tangan Alvino yang bertautan dengan tangan wanita itu.
“Alvino?”
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
🌺awan's wife🌺
nah loh,,,,sama2 kan,,,,
2022-07-10
1
Moms Rafialhusaini 🌺
alvino ketauan 😂😂
2022-07-09
1
Fay
lanjut thor 🙄
2022-07-07
1