Hanna duduk memeluk lutut di atas ranjangnya. Matanya masih enggan terpejam walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ia dan Felix sudah pulang sejak sejam yang lalu dan mereka langsung masuk kamar masing-masing tanpa berujar satu sama lain. Namun, selama di perjalanan pulang tadi, Hanna masih bisa melihat dengan jelas amarah yang dirasakan Felix akibat perkataan Jonathan. Ia benar-benar tidak menyangka kalau hubungan antara Felix dan Jonathan sangat buruk.
Sebenarnya, tadi saat masih di hotel, ia ingin sekali mengetahui apa yang pernah terjadi pada Felix dan Jonathan di masa lalu hingga membuat hubungan mereka begitu buruk. Namun, ia tidak berani pada siapapun diantara Leo, Kevin, ataupun Sean karena ketiga sahabat itu tadi sibuk menenangkan Felix.
Sungguh, ia benar-benar penasaran!
Hanna meremas helai-helai rambutnya. Kepalanya terasa mau pecah karena memikirkan kejadian yang terjadi padanya hari ini yang membuatnya terus bertanya-tanya. Dimulai dari pernyataan Michelle yang mengatakan bahwa Felix telah membunuh Michael dan pertengkaran Felix dengan Jonathan. Ia mengira keluar sebentar dari kurungan mansion Felix bisa membuatnya sedikit merasakan udara bebas, tetapi justru ia semakin merasa sesak.
Kenapa hidupnya makin pelik setiap harinya?
Hanna mengacak rambutnya kemudian menjejakkan kakinya ke atas lantai marmer yang dingin. Mungkin dengan minum air dingin bisa mendinginkan otaknya juga. Maka dari itu, ia bergegas ke dapur untuk mengambilnya.
Namun, saat melewati kamar Felix, entah kenapa ia justru merasa gugup. Apa mungkin karena efek melihat adegan panas Felix bersama PSK kemarin malam? Entahlah. Sambil berusaha menenangkan diri, ia pun bergegas melewati kamar Felix yang pintunya tertutup rapat.
Akan tetapi, ia terpaku saat mendapati dapur yang harusnya dalam keadaan gelap justru terang benderang. Apalagi, saat tatapannya terkunci dengan tatapan Felix yang sedang duduk di depan pantry yang begitu dingin dan tajam. Pria itu mengenakan kaus putih lengan pendek. Sepertinya, pria itu juga tidak bisa tidur seperti dirinya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa belum tidur?" Felix bertanya setelah sekian lama mereka hanya bertatapan dalam diam.
Hanna tersadar kemudian berdehem pelan. "Aku belum bisa tidur. Aku ke sini untuk mengambil minum," ujarnya pelan. "Kau sendiri kenapa ada di sini? Apa yang sedang kau lakukan?"
Felix berdecih. "Kurasa itu bukan kapasitasmu untuk bertanya padaku tentang apa yang sedang kulakukan. Lagipula, itu bukan urusanmu."
Hanna mendengkus kesal. "Tadi aku mau menjawab pertanyaanmu, tapi kau tidak mau menjawab pertanyaanku juga, huh? Oke, aku mengerti, itu bukan urusanku, 'kan?"
Kemudian, sambil setengah menggerutu, ia berjalan mendekati lemari es untuk mengambil sebotol air mineral dingin. Saat ia hendak menutup pintu lemari es, sebuah tangan besar menahan tangannya. Hanna menoleh dan menatap Felix bertanya-tanya.
"Apa hubunganmu dengan Jonathan?"
"Kami bersahabat, bukankah aku sudah mengatakannya padamu?" jawab Hanna sedikit kesal. Ia mendorong pintu lemari es agar tertutup. Kemudian, ia segera melangkah pergi melewati Felix.
Namun, Felix menarik tangan Hanna sehingga membuat wanita itu berhenti berjalan.
"Apa lag—"
"Sejak kapan kalian bersahabat? Apa dia pernah mengatakan sesuatu mengenai diriku?"
"Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu? Kau saja tid—"
"Jawab saja saat aku sedang bertanya padamu, Hanna!" Felix membentak.
Hanna menatap Felix kesal lalu menjawab, "Kami bersahabat sejak berusia sepuluh tahun. Dia dan aku bertetangga saat kami tinggal di New York. Selama itu, dia tak pernah mengatakan apa-apa tentang dirimu sampai akhirnya tadi saat di pesta dia ...."
Perkataan Hanna terputus. Lambat laun ia mulai teringat sesuatu.
>> Pikiran Hanna <<
"Aku pernah mempunyai dua orang yang sangat berharga bagiku di dunia ini. Mereka tinggal di Singapura."
"Oh ya? Siapa mereka?"
"Mereka sudah kuanggap seperti kakak dan ibu kandungku sendiri. Tapi kini mereka sudah tidak ada lagi. Mereka sudah meninggal. Mereka meninggal karena anak tidak berguna itu."
"Anak tidak berguna? Siapa yang kau maksud?"
"Dia adalah anak dan adik tiri dari kedua orang yang kusayangi itu. Dia sahabatku, tapi itu dulu sebelum aku tahu betapa tidak berharganya dirinya. Kini, aku begitu membencinya karena dia adalah penyebab meninggalnya orang-orang yang kusayangi bahkan melebihi kedua orang tuaku sendiri."
Hanna bergidik. Mungkinkah yang dimaksud anak tidak berguna oleh Jonathan itu Felix? Apakah karena Felix itu anak haram?
"Lanjutkan perkataanmu, Hanna!" desak Felix tak sabaran. Hanna tersentak dari lamunanya.
"Pokoknya dia tidak mengatakan apa-apa mengenai dirimu selama kami masih di New York. Di pesta tadi dia hanya mengatakan kalau dia mengenalmu dan juga teman-temanmu."
Felix mengangkat sebelah alisnya. Dia tampak meragukan perkataan Hanna. "Kau yakin?"
Hanna mengangguk pasti. Felix pun melepaskan tangan Hanna dan hendak pergi. Namun, kini giliran Hanna yang menahan kepergian Felix dengan perkataannya.
"Sekarang, giliranku bertanya," ujarnya sedikit lantang. Felix berbalik dan kembali memusatkan atensinya pada sosok wanita di hadapannya.
"Apakah kau yang ...." Hanna menelan saliva-nya dengan susah payah. "... melenyapkan Michael dua tahun yang lalu?"
Usai menanyakannya, keringat dingin langsung membasahi telapak tangan Hanna. Ia mengepalkan tangannya untuk menghilangkan rasa takut yang tiba-tiba menggerayanginya. Jujur saja, sebenarnya Hanna takut mendengar jawaban Felix.
Felix yang rahangnya tadi sempat mengeras usai mendengar pertanyaan Hanna, kini mulai mengubah ekspresinya. Dia menyeringai, kemudian berjalan mendekati Hanna yang tubuhnya semakin menegang.
Setelah Felix berdiri tepat di hadapan Hanna. Dia mendekatkan wajahnya pada Hanna yang sibuk menahan napasnya.
"Benar, aku yang telah melenyapkannya dua tahun yang lalu. Aku merekayasa kecelakaan yang menimpa dirinya."
Hanna merasakan dunianya runtuh saat ini juga. Kakinya begitu lemas seperti jelly. Lantai yang dipijaknya seolah-olah hilang ditelan bumi. Cairan kristal bening kini membanjiri pipinya. Ia menatap Felix tak percaya. Lantas, tubuhnya ambruk begitu saja.
"Kau iblis!" desis Hanna penuh kebencian. "Kenapa? Kenapa kau bisa setega itu, Felix?! Apa kesalahannya pada dirimu? Kenapa kau tidak mempunyai hati nurani sama sekali? Kenapa?!"
Felix berjongkok dan mencengkeram dagu Hanna kasar. Dia memaksa Hanna yang kini memberontak untuk mau menatap wajahnya yang kini mengeras karena amarah.
"Kau mau tahu kenapa aku sampai hati membunuh pria sialan itu? Itu semua karena dirimu! Kau ingat, aku juga pernah melakukan hal yang sama sembilan tahun yang lalu. Bukankah saat itu aku juga berkata kalau aku mencelakai Michael karena dirimu? Karena kau milikku, jadi siapa pun tidak boleh memilikimu selain diriku. Salah siapa dia mencarimu kemudian hendak menjadikanmu pendamping hidupnya, hah?!"
"Tapi dia tulus mencintaiku, tidak seperti dirimu yang terobsesi padaku—"
"—aku juga mencintaimu, Hanna Osment! Saat itu, aku mencintaimu dengan segenap hatiku. Hanya saja, aku tahu caraku mengekspresikan perasaanku itu salah, terkesan seperti sebuah obsesi. Aku hanya tidak ingin merasa terbuang dan tidak diinginkan untuk ke sekian kalinya. Sayangnya, kau mematahkan hatiku dengan perkataanmu yang menyebutku monster. Perkataanmu itu mengingatkanku pada seseorang yang juga mengatakan hal yang sama persis seperti dirimu pada diriku. Orang itu juga kucintai dengan segenap hatiku, tapi dia tak menginginkanku dan membenciku sama seperti kau tidak menginginkanku dan membenciku.
Kau tahu, Hanna, saat itulah rasa cintaku padamu berubah menjadi obsesi dan benci. Aku terobsesi untuk memilikimu kemudian menghancurkanmu secara perlahan seperti kau menghancurkan hatiku."
Felix bangkit dari posisi jongkoknya dan mulai melanjutkan langkahnya yang tadi sempat terhenti karena pertanyaan Hanna. Dia melangkahkan kakinya lebar-lebar diiringi oleh amarah yang meluap-luap. Namun, lagi-lagi langkahnya terhenti karena pertanyaan Hanna yang kali ini benar-benar membuat jantungnya seolah berhenti berdetak.
"Kalau aku sekarang aku berkata bahwa aku mencintaimu dan menginginkanmu, apa kau akan berhenti menyakiti orang-orang yang kusayangi?"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
YuWie
msh blm paham dg felix
2022-06-11
0