Seperti biasa, Felix sarapan dengan tenang di meja makan. Seperti biasa pula para pelayan berbaris di sekeliling ruang makan untuk mengawal Felix makan, dan yang dilihat para pelayan juga selalu sama: Tuan mereka sarapan tanpa ditemani oleh sang istri.
"Maaf, Tuan. Nyonya Huang sudah dua hari ini tidak keluar kamar sama sekali, dan sepertinya, beliau juga belum makan. Apa yang harus saya lakukan?" tanya kepala pelayan.
"Biarkan saja," jawab Felix santai.
Kepala pelayan membelalak samar mendapati sikap Felix yang tampak biasa saja. Tidakkah tuannya itu khawatir pada kondisi istrinya? Bayangkan saja, sudah dua hari Hanna tidak keluar dari kamar bahkan hanya untuk sekedar mengambil makanan. Apakah Felix tidak khawatir istrinya itu kelaparan? Atau justru pingsan?
"Kalau kau khawatir padanya, bawakan saja makanan ke kamarnya. Itu pun kalau dia mau." Felix berujar seolah ia bisa menebak isi pikiran kepala pelayan. Kepala pelayan menatap Felix terkejut.
"Ya?"
Felix beranjak dari kursinya, tidak menghiraukan keterkejutan kepala pelayan. Ia segera melangkahkan kakinya menuju mobil mewahnya yang telah menunggunya untuk bergegas ke kantor.
***
Sementara itu, Hanna duduk termenung di tepi ranjang. Matanya menatap kosong ke arah jendela kamarnya yang terbuka. Berbeda dengan keadaanya yang begitu mengenaskan dua hari yang lalu, saat ini ia sudah membersihkan tubuhnya. Ia memaki dress selutut berwarna peach yang begitu pas ditubuhnya. Lebam-lebam di seluruh tubuh serta wajahnya juga perlahan menghilang, setidaknya ia juga tidak terlihat seperti wanita yang habis diperkosa. Benar-benar jauh berbeda dari keadaanya dua hari sebelumnya.
Tok! Tok! Tok!
Hanna tersadar dari lamunanya saat mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Hanna menoleh sebentar ke arah pintu, kemudian kembali menghadap jendela. Ia berteriak agar orang yang mengetuk pintu kamarnya masuk ke sini.
Seorang pelayan masuk ke dalam kamar Hanna dan terkejut saat mendapati kondisi kamar-khususnya-ranjang- yang terlihat seperti kapal pecah. Pelayan itu menghampiri Hanna dengan langkah ragu sambil membawa nampan berisi makanan. Ia kembali dikejutkan oleh wajah sayu Hanna yang mirip seperti mayat hidup.
Hanna melirik pelayan tersebut tanpa minat. "Aku tidak mau makan." Hanna berkata mendahului pelayan yang baru saja akan bicara. Pelayan itu tampak gelagapan.
"T-tapi, Nyonya--"
"Kukatakan aku tidak mau makan!" bentak Hanna. Pelayan itu berjengit kaget kemudian segera pergi dari kamar Hanna.
Selepas kepergian pelayan itu, Hanna menatap tajam pintu kamarnya. Air mata meluncur bebas di pipinya. Dalam hatinya, ia sudah bertekad untuk tidak keluar kamar dan makan sama sekali. Toh, ia tahanan Felix di mansion ini. Felix melarangnya untuk pergi keluar rumah dan bekerja. Ponselnya juga disita agar ia tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun. Apa lagi sebutan yang tepat untuknya kalau bukan tahanan? Jadi, sekalian saja Hanna mengurung diri di kamar serta mogok makan. Mungkin dengan begitu, ia akan mati secara perlahan dan Felix akan merasa senang.
***
"Kenapa kau ada di sini? Apa maumu?" Felix bertanya pada seorang pria berkulit tan yang duduk di sofa di sudut ruangannya. Nada bicaranya menegaskan kalau ia tidak suka dengan kehadiran pria yang notabenenya adalah sahabatnya.
"Ya! Kenapa nada bicaramu seperti itu? Memangnya tidak boleh kalau aku mengunjungi sahabatku sendiri?" Kevin mendengkus kesal. Felix masih menatapnya datar, bahkan sekarang dia juga justru mengabaikannya dengan memeriksa dokumen-dokumen yang menumpuk di meja kerjanya.
Kevin menghela napas sambil mengacak-acak rambutnya kasar.
"Iya, iya. Maafkan aku yang tidak hadir ke pernikahanmu kemarin lusa. Kau tahu sendiri kan, kalau Las Vegas itu sangat jauh dari Singapura? Lagipula, aku juga sedang sibuk-"
"-sibuk meniduri ******-jalangmu?" celetuk Felix yang masih setia membaca dokumennya. Kevin melotot kesal padanya.
"Hei, Felix Huang!" Kevin hendak membalas perkataan Felix, tetapi ia urungkan. Ia hanya memicingkan matanya kepada sahabatnya itu. "Omong-omong kau tidak pergi bulan madu?"
Kevin menunggu jawaban Felix. Namun, Felix tak kunjung menjawab. Dia masih saja sibuk dengan dokumen-dokumennya. Kevin berdecak menatapnya sambil menggeleng tak percaya.
"Ya ampun, aku tidak menyangka kau lebih memilih untuk bercumbu dengan dokumen-dokumen itu dibandingkan untuk bercumbu dengan istri sendiri. Kalau aku jadi kau, sudah pasti aku akan memilih untuk bercinta dengan istriku sepanjang hari, apalagi istriku secantik Hanna Osment—"
"-kau ingin menggantikanku berbulan madu dengannya?"
Pertanyaan Felix yang terdengar seperti sebuah penawaran mau tak mau membuat Kevin membulatkan mata terkejut dan mulutnya ternganga sempurna. "Huh?"
Felix mengangkat wajahnya untuk menatap Kevin dengan seringaian gelinya. "Kau tidak mau? Kenapa? Kau bilang dia cantik, 'kan? Kupikir kau yang lebih ingin bulan madu dengannya dibandingkan diriku. Siapa tahu dia bisa lebih memuaskan soal 'menghangatkan' tubuhmu."
Kevin kembali menganga tak percaya, bahkan wajahnya ikut memerah karena malu. Sedetik kemudian, ia terbahak. "Kau gila!" Kevin mengutuk Felix sambil manatap Felix seolah pria itu tidak waras. "Bagaimana mungkin kau bicara begitu tentang istrimu sendiri, huh? Kau pikir aku sampai hati meniduri istri sahabatku sendiri? Seperti tidak ada wanita lain saja." Kevin melongos, wajahnya tampak kesal. Ia tersinggung, sepertinya.
Felix masih belum menghilangkan seringaian gelinya saat ia menatap Kevin yang merajuk seperti gadis remaja. Kevin yang merasa diperhatikan oleh Felix, kini menoleh. "Stop starring at me like that, Mr Huang! Bercandamu itu benar-benar tidak lucu, tahu?"
Felix tertawa, Kevin makin mendelik tak terima karenanya. Alhasil, Kevin yang semakin kesal pun bangkit dari duduknya. "Ah, sudahlah! Lebih baik aku pergi saja daripada harus dijadikan bahan lelucon oleh dirimu."
Kevin menghentakkan kakinya meninggalkan ruangan Felix. Felix masih saja tertawa geli sampai Kevin menutup pintu di belakangnya. Tepat setelah punggung Kevin sepenuhnya hilang dari pandangannya, Felix menghentikan tawanya. Tatapan mata dan ekspresi wajahnya berubah seketika. Wajahnya mengeras, ia mengepalkan tangannya kuat kemudian memukuli meja kerjanya dengan keras.
"Sial!"
Felix menghempaskan punggungnya kesandaran kursi kerjanya dengan kasar. Ia pejamkan kedua matanya kuat, berusaha menjernihkan pikirannya yang tadi sempat terdistraksi oleh sebuah nama. Namun, sedetik kemudian ia kembali membuka matanya. Felix melirik ke atas meja, tempat di mana ponselnya berada yang sedang berbunyi nyaring di sana. Dengan malas, Felix mengambil ponselnya.
"Halo?"
"...."
"Apa?!" Felix memekik terkejut. Namun, tak lama setelah itu, ia memaki cukup kencang.
"I'll be right there." Felix mengakhiri panggilan secara sepihak. Kemudian, ia segera bangkit dari duduknya dengan wajah penuh amarah.
'Awas, kau, Hanna Osment!'
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Lestari Ratnawati
ayo up author
2022-04-18
0
Mhira Dede
ap yg trjadi jdi penasaran deh 🤔🤔
lanjut 💪💪💪💪
2022-04-15
0
Luthfiati Handayani
jgn lama2 up nya thoorr....😀😀😀
2022-04-15
1