Part 19

"Astaga Jojo, kau nyaris tidak kukenali!" seru Hanna takjub pada Jonathan yang masih tersenyum miring padanya. Hanna mengamati penampilan Jonathan dari ujung kaki hingga kepala. Pria itu memakai tuxedo abu-abu yang membuatnya tampak sangat gagah dan berkelas.

Jonathan terkekeh. "Sudahlah, jangan mengamatiku seperti itu terus! Memangnya hanya kau yang tidak bisa mengenaliku? Aku juga tidak bisa mengenalimu dengan penampilanmu ini."

Hanna hanya mampu tersenyum sebagai respon.

Jonathan adalah sahabat sekaligus tetangga Hanna selama dia tinggal di Amerika, New York lebih tepatnya. Saat baru saja pindah ke sana, hanya Jonathan satu-satunya teman akrabnya. Hal itu karena mereka sama-sama lahir di Singapura. Mereka pun bersekolah di sekolah yang sama sampai akhirnya Hanna kembali ke Singapura sembilan tahun yang lalu.

"Maaf Nyonya, kita harus segera kembali. Tuan pasti sudah menunggu." John buka suara.

Hanna menatapnya dengan tatapan memohon. "Sebentar lagi, ya? Dia ini Jojo, sahabatku saat di New York, aku sudah sembilan tahun tidak bertemu dengannya. Biarkan aku mengobrol sebentar saja dengannya, oke?"

John tampak ragu dengan permintaan Hanna. Akhirnya, Jonathan pun angkat bicara.

"Kalau begitu, biar aku saja yang meminta izin pada Felix, bagaimana?"

Kini, Hanna menoleh terkejut pada Jonathan. "Kau mengenal Felix? Kau tahu kalau aku adalah ...."

"Siapa yang tidak mengenal sosok CEO muda terkenal di Singapura? Semua orang juga tahu kalau kau adalah istrinya, Princess." Jonathan terkekeh. "Asal kau tahu saja, aku bahkan sudah mengenal Felix juga Leo, Kevin, dan Sean jauh sebelum aku mengenalmu atau kau mengenal mereka."

Hanna makin terkejut oleh fakta yang dibeberkan oleh sahabat masa kecilnya itu. "Benarkah?"

Jonathan mengangguk. "Bahkan aku juga tahu rahasia terbesar Felix yang tidak diketahui oleh orang lain atau mungkin juga dirimu."

"Apa ... itu?" Hanna mengerutkan kening penasaran. Jonathan baru akan menjawab saat sebuah suara menginterupsi percakapan mereka.

"Hanna Osment!"

Hanna dan Jonathan menoleh pada Felix yang kini berjalan ke arah mereka dengan wajah mengeras karena marah. Langkah kakinya pun tampak memburu. Pria itu langsung menarik Hanna agar menjauh dari Jonathan begitu dia sampai di hadapan mereka.

"Kenapa kau tidak langsung kembali dan justru mengobrol dengan pria brengsek ini, hah?!" Felix membentak Hanna, dan Hanna tampak terperanjat oleh bentakan Felix.

"Dia sahabatku saat di New York, Felix. Kami hanya bertegur sapa. Lagipula, bukankah kau juga mengenalnya? Dia—"

"—aku tidak peduli, Hanna! Mau aku mengenalnya ataupun tidak, aku tetap tidak suka kalau kau bicara dengannya."

"Hei, santai saja, kawan! Kau tidak perlu membentak istrimu seperti itu. Kau dengar sendiri kalau aku ini sahabatnya? Wajar bila istrimu ingin bicara dengan sahabat tersayangnya, bukan? Lagipula, kita kan juga bersahabat?" Kali ini, Jonathan angkat bicara. Pria itu tersenyum mengejek pada Felix yang menatapnya penuh kebencian.

Felix berdecih. "Sahabat, katamu? Bulshit!" Felix beralih pada Hanna. "Kita pulang sekarang!"

Felix segera menyeret Hanna untuk segera pergi dari hadapan Jonathan. Namun, Jonathan justru menahan tangan Felix yang mencengkeram kuat pergelangan tangan Hanna.

Felix mendelik pada Jonathan. "Lepaskan tanganmu, Jonathan!" Felix mendesis.

Jonathan membalas, "Tidak, sebelum melepaskan Hanna lebih dahulu."

Akhirnya, John pun mengambil tindakan dengan memelintir tangan Jonathan. Jonathan memekik kesakitan dan seketika tangannya terlepas dari tangan Felix.

"John! Kenapa kau menyakiti Jonathan?!" Hanna memekik. "Felix, tolong suruh John melepaskan Jojo, kumohon!"

Felix menatap Hanna marah kemudian menghempaskan tangan Hanna dengan kasar. "Jadi, kau lebih membelanya dibandingkan aku, hah?!"

"Dia sahabatku, Felix! Berhentilah menyakiti orang-orang yang kusayangi!"

Sementara sepasang pasutri itu bertengkar, Jonathan justru tertawa keras menyaksikannya. Felix dan Hanna yang tadinya saling melemparkan tatapan membunuh, kini menatap Jonathan terheran-heran.

"Astaga." Jonathan berujar disela gelak tawanya. "Bahkan istrimu saja lebih memilihku dibandingkan dirimu, Felix? Sepertinya kau memang manusia yang terbuang, ya?"

"Bajingan!"

Felix hendak melayangkan bogem mentah pada Jonathan, tetapi tangannya tertahan di udara. Hanna pun turut menahan lengannya.

"Ayo pukul aku! Kenapa berhenti, hah?!" tantang Jonathan. John semakin mengeratkan kuncian tangannya pada Jonathan hingga membuat pria itu meringis kesakitan.

"Felix, hentikan!" Hanna menegur. Felix hanya menyeringai.

"Biarkan saja, Princess. Pria tak berguna ini pantas mendapatkannya."

"Kau?!" Felix hendak maju lagi untuk memukul Jonathan. Namun, Leo, Kevin, dan Sean yang entah datang dari mana dengan sigap menahan tubuhnya.

"Wow, santai, Fel!" Sean menepuk-nepuk bahu Felix. Napas Felix memburu.

"Kau lebih baik pergi sekarang," desis Leo yang bertahan dengan seringai menyebalkannya. Pria itu menahan tubuh Felix dari belakang.

"Hei, apakah ini cara kalian menyapaku setelah sekian lama tak bertemu? Tidak ramah sama sekali." Jonathan memasang ekspresi pura-pura sedih.

"Bagaimana kami bisa bersikap ramah padamu kalau kelakuanmu begini, hah?! Lagipula, bagaimana kau bisa datang ke sini? Aku kan tidak mengundangmu?" Kevin memicing curiga.

Jonathan terkekeh. "Kau lupa? Kau mengundang ayahku, Kevin. Dia tidak bisa datang, jadi aku yang menggantikannya."

Kemudian, hanya makian pelan yang terlontar dari bibir Kevin.

"Lebih baik kau pergi sekarang juga daripada aku membunuhmu, Jonathan." giliran Felix buka suara. Jonathan memperhatikan Felix sekilas. Lagi-lagi dia menyeringai.

"Okay, aku akan pergi sekarang. Tapi kau harus ingat satu hal, Felix. Aku pergi bukan karena aku takut padamu. Aku hanya tidak ingin membuat Princess kebingungan dengan situasi yang terjadi di antara kita saat ini." Jonathan menatap Hanna yang memang tampak kebingungan.

Leo, Kevin, dan Sean mengernyit heran mendengar panggilan Jonathan pada Hanna itu.

"She's not your fucking Princess! She's my wife!" Felix berteriak. Ia tampak tidak terima.

Jonathan hanya mengangkat bahu tak acuh. John kemudian melepaskan tangan Jonathan. Jonathan mengibas-ngibaskan tangannya yang sedikit kebas kemudian menatap Hanna sambil tersenyum lebar.

"Bye, Princess."

Kemudian, dia mengalihkan pandangannya pada Felix yang masih menatapnya dengan tatapan yang seolah-olah ingin mengikutinya hidup-hidup.

"Dah, Anak haram!"

"Kurang ajar!" Felix hendak maju, tetapi Leo menarik tubuh Felix dan menahannya.

'Anak haram? Apa maksudnya?' batin Hanna tak mengerti.

"Felix, sudah biarkan saja dia!" Leo berujar.

"Benar, Fel! Tenangkan dirimu!" Sean ikut menasihati.

"Benar-benar brengsek! Kenapa aku bisa lupa kalau ayahnya itu juga salah satu rekan bisnisku?" sesal Kevin.

Sementara Hanna hanya bisa mampu membisu. Namun, berbagai macam pertanyaan muncul dibenaknya.

'Sebenarnya apa yang Felix rahasiakan? Hal apa yang tidak kuketahui dari dirinya?'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!