Agaknya Hanna harus bersyukur karena hari ini adalah hari sabtu. Kalau tidak, mungkin ia harus izin tidak masuk sekolah karena kakinya masih terasa sangat sakit. Padahal, ia sudah minum obat penghilang rasa sakit. Namun, sakitnya tidak kunjung hilang. Alhasil, ia hanya bisa terbaring di ranjang seharian. Dan itu semua karena si brengsek Felix Alley Huang.
Sungguh Hanna benar-benar tidak mengerti. Sebenarnya, bagaimana kepribadian pemuda itu? Terkadang, sikapnya begitu menyebalkan, tetapi dilain hari ia bersikap begitu dingin. Apa dia bipolar? Entahlah. Lisa tidak tahu dan tidak ingin tahu. Sudah cukup ia dibuat penasaran oleh pemuda itu.
Ponsel barunya tiba-tiba berdering. Dengan antusias ia mengambil ponselnya hendak menjawab panggilan, berharap itu dari Michael. Hanna memang sengaja tidak mengganti nomornya karena takut membuat orang-orang kebingungan karena tidak bisa menghubunginya. Padahal, Felix sudah menggantikan nomornya dengan nomor baru.
Bicara tentang Michael. Sejak kemarin, ia terus menelpon pemuda itu, tetapi tetap saja tidak tersambung. Kalau saja kakinya tidak sedang sakit, ia pasti sudah pergi ke kafe tempat kerja Michael untuk menanyakan keadaanya atau mungkin alamat rumahnya. Namun, itu semua mustahil ia lakukan mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan.
Sayangnya, itu bukan Michael yang menelpon, melainkan ayahnya yang sedang berada di Jepang.
"Ya, Daddy. Ada apa?" Hanna menyapa dengan nada setengah senang dan setengah kecewa. Ia senang karena ayahnya menelpon setelah dua hari tidak menanyakan kabarnya karena sibuk dengan bisnisnya. Di sisi lain, ia kecewa karena bukan Michael-yang sejak kemarin ia harapkan-yang menelponnya.
'Bibimu bilang kakimu sakit, itu benar?'
Hanna meringis mendengar nada khawatir ayahnya. Yah, mau bagaimana lagi? Ia adalah putri ayahnya satu-satunya. Sejak ibunya meninggal setelah melahirkannya, hanya Hanna lah yang dimiliki ayahnya. Wajar bila ayahnya begitu mengkhawatirkan Hanna.
"Iya, Dad. Kakiku terkilir tapi tenang saja. Aku baik-baik saja."
"Bagaimana bisa?"
Hanna terdiam mendengar pertanyaan ayahnya. Astaga? Ia harus bilang apa? Ia tidak mungkin mengatakan kalau ia dijegal sampai jatuh. Bisa-bisa ayahnya panik dan langsung memindahkannya ke sekolah lain karena mengira Hanna menjadi korban penindasan. Ayahnya itu sangat protektif.
"Eh, itu ... aku tersandung. Daddy tenang saja, aku tidak apa-apa, sungguh."
Hanna mendengar ayahnya berdecak. 'Astaga, kenapa kau begitu ceroboh Hanna?'
"Sorry, Dad."
'Kenapa minta maaf? Lain kali, lebih berhati-hatilah. Kau tahu kan kalau Daddy tidak bisa selalu berada disisimu? Jadi, Daddy harap kau bisa lebih menjaga dirimu sendiri, mengerti?'
Hanna tersenyum lalu mengangguk. "Iya, Dad, aku mengerti. Ya sudah, lanjutkan saja pekerjaan Daddy. Aku janji tidak akan membuat Daddy khawatir lagi."
'Baiklah, tapi kalau ada apa-apa. Langsung kabarin Daddy, ya?"
Hanna dan ayahnya mengakhiri obrolan mereka. Hanna tersenyum sambil menatap ponselnya. Astaga, ia begitu merindukan ayahnya. Tak lama kemudian, Hanna menguap. Rasa kantuk menyerangnya. Ah, obat yang diminumnya mulai bereaksi rupanya. Hanna pun segera merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata.
Baru lima menit ia memejamkan matanya, ponselnya berdering lagi. Sambil setengah menggerutu, Hanna mengambil ponsel kemudian mengernyit saat mendapati nomor asing yang tertera dilayar ponselnya.
"Halo?"
***
Plakk!
Sebuah tamparan kerasa mendarat dengan mulus di pipi Felix. Tidak hanya Felix yang terkejut, tetapi juga teman-teman sekelasnya yang pagi itu sedang berada di kelas. Felix menatap marah pelaku utama penamparannya— Hanna—yang menatapnya dengan tatapan geram dan penuh luka.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau lelaki paling brengsek yang pernah kutemui, kau tahu? Tega sekali kau melakukan hal tidak manusiawi seperti itu." Hanna mendesis. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya. Wajahnya mengeras. Hanna terlihat sangat marah.
Felix menatap Hanna datar. "Apa yang sedang kau bicarakan? Aku sama sekali tak mengerti apa maksudmu."
"Omong kosong! Kau paham betul dengan apa yang kubicarakan, Felix Huang!" bentak Hanna. Dadanya naik turun karena amarah yang memenuhi rongga dadanya. "Kau dalang dari pemukulan Michael, 'kan? Cepat jawab aku! Kau pasti dalangnya, 'kan?!"
Semua orang yang mendengar hal itu kini menatap Felix terkejut. Tak terkecuali Kevin, Leo, dan Sean yang sama sekali tidak tahu menahu soal hal itu. Sementara itu, Felix hanya menatap Hanna datar.
Hanna mendapat kabar itu dari Michelle, adik kandung Michael yang dua hari lalu meneleponnya sambil menangis dan marah-marah. Hanna waktu itu tidak tahu apa-apa. Michelle kemudian memberitahunya bahwa Michael dikeroyok sekumpulan preman dan berkata agar Michael menjauhinya. Pikirannya langsung tertuju pada Felix. Ya, hanya Felix yang mampu melakukan hal semacam itu, bukan?
"Benar, aku dalangnya. Aku yang menyuruh preman itu untuk menghajarnya. Kenapa, ada masalah?" ujar Felix ringan.
"Tentu saja, ada! Karena dirimu Michael harus terbaring lemah di ranjang rumah sakit selama berminggu-minggu karena patah tulang. Bagaimana bisa kau begitu kejam padanya?!"
"Aku melakukannya karena dirimu!" bentak Felix. Dia menatap Hanna marah. "Kau selalu bersikap manis padanya, tetapi tidak padaku yang notebanenya adalah pacarmu. Selain itu, Michael sudah tahu kalau kau adalah milikku, tapi dia masih saja mendekatimu. Karena itulah aku memberinya peringatan."
"Peringatan katamu?" Hanna mendengkus kasar. "Asal kau tahu saja, sejak awal aku bukanlah milikmu! Aku tidak pernah setuju jadi pacarmu dan aku sangat membencimu! Kau brengsek, menyebalkan, egois, dan pemaksa. Wajar bila aku tidak pernah bersikap manis padamu. Sedangkan Michael? Dia adalah temanku. Dia mendekatiku sebagai seorang teman. Dia sangat baik dan bersikap dewasa. Tidak pernah sekalipun Michael membuatku kecewa ataupun marah. Dia jelas-jelas seribu kali lebih baik darimu. Jadi kau-" Hanna menunjuk Felix geram sambil menggeleng. "-tidak pantas memperlakukannya seperti itu."
"Kau monster! Aku bersumpah akan membencimu seumur hidupku!" tambah Hanna.
Usai mengatakan kalimat itu, Hanna segera pergi dari hadapan Felix. Padahal, kakinya belum sembuh total, tapi ia tetap melangkahkan kakinya lebih lebar. Hanna sungguh tidak peduli pada kondisi kakinya. Setidaknya untuk saat ini. Yang ia pedulikan saat ini hanya rasa muaknya pada Felix dan rasa tak ingin melihat wajah pemuda itu lagi. Kini, kadar kebenciannya pada Felix meningkat berpuluh-puluh kali lipat.
Sepeninggal Hanna, kini semua siswa yang tadi mendengar pertengkaran mereka hanya terdiam. Begitu pun dengan Felix hanya menatap punggung Hanna yang menjauh sambil mengepalkan tangannya kuat.
'Monster," batin Felix. Ia menggeram kemudian pergi meninggalkan kelas. Kevin, Leo, dan Sean tidak berani bertanya pada Felix perihal apa yang terjadi dan ke mana dia akan pergi. Pada saat Felix sedang marah besar seperti ini, tidak ada hal yang lebih baik daripada mendiamkannya.
Felix rupanya pergi ke halaman belakang sekolah yang sepi. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi seseorang. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya panggilannya tersambung.
'Ada apa?'
"Soal yang kemarin itu, aku menyetujuinya," ujar Felix mantap.
'Apa?'
"Aku setuju untuk pergi ke Amerika besok."
Hening, lima detik kemudian, Felix mendengar suara kekehan pelan dari seberang sana.
'Pilihan yang tepat, 'nak. Memang itulah yang seharusnya kau lakukan sejak awal. Kalau begitu, papa akan menyiapkan segalanya untuk keberangkatanmu besok."
Felix bergumam pelan kemudian mengakhiri panggilan. Wajahnya kembali mengeras. Kata-kata Hanna yang menyebutnya sebagai monster kembali muncul ke permukaan. Ia mencengkeram ponselnya kuat.
"Aku bersumpah akan membuatmu menyesali perkataanmu selama-lamanya, Hanna Osment."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Luthfiati Handayani
jgn lama2 up nya thooorrr....gak sabaaarrrr....🤭🤭🤭🤭🤭
2022-04-08
0
Hikmah Junaedi
bagus ceritanya bisa bikin pembaca merasakan kl benci itu gimana.tapi maaf ada salah lagi nulis namanya.
2022-04-07
4
Yuliana Susanti
lanjut Thor buat Hanna Ama Felix baikan dulu sebelum pergi ke Amerika, berubah lah Felix, kasihan Felix pdhal dia beneran suka Ama hanna
2022-04-07
1