Part 3 - Confession

Hanna mencari Felix ke seluruh penjuru sekolah. Sebelumnya, ia sudah mencari Felix di kelasnya, tetapi pemuda itu tidak ada. Teman sekelasnya mengatakan, Felix dan teman-temannya sudah keluar kelas sejak tadi. Hanna pun mencari Felix di Kafetaria. Namun nihil, pemuda itu tidak bisa ia temukan di mana pun.

"Felix, sialan! Apa dia sengaja bersembunyi agar aku tidak bisa menemukannya?" desis Hanna kesal.

Mata Hanna melebar tatkala melihat Kevin, Leo dan Sean yang sedang berjalan ke arahnya sambil saling bersenda gurau. Dengan langka lebar Hanna segera menghampiri mereka untuk menanyakan keberadaan Felix.

"Oh, hai Sepupu ipar!" Leo berseru saat melihat Hanna yang berjalan ke arah mereka. Sean dan Kevin menoleh dan langsung tersenyum lebar begitu melihat Hanna.

"Di mana Felix?" Hanna bertanya tanpa basa-basi. Ketiga manusia di depannya langsung saling pandang kemudian menatap Hanna sambil ber wow ria.

"Aw, ternyata kau rindu pada pacarmu, ya?" Kevin menggerling. Hanna mendengkus kasar.

"Di. Ma. Na. Fe. Lix?" tanya Hanna dengan menekankan setiap penggal katanya. Kevin, Leo, dan Sean terkikik geli. Hanna mengernyit heran.

"Beritahu dulu, untuk apa kau mencarinya," ujar Sean kemudian. Kevin dan Leo mengangguk.

Hanna tergelak pelan. Kemudian ia menatap tajam ketiga orang di depannya. Tidak Felix tidak juga teman-temannya, mereka sama-sama menyebalkan. "Kurasa tanpa perlu kuberitahu kalian sudah tahu, bukan? Karena kuyakin kalian termasuk dalam rencana sialan ini."

"Wow, rencana apa itu? Tolong jelaskan dulu rencana apa yang kau maksud itu," ujar Leo. Ia bersidekap sambil menyeringai menatap Hanna lekat.

"Benar, dan hei- kenapa wajahmu semakin cantik saat sedang kesal seperti itu? Tolong, jangan pasang wajah jutekmu itu." perkataan Kevin langsung disambut jitakan keras oleh Leo dan Sean. Kevin meringis.

Hanna memutar bola matanya malas kemudian mendengkus. Sungguh, berbicara dengan ketiga orang di depannya hanya membuatnya semakin frustrasi. Buang-buang waktu saja!

Hanna pun pergi dari hadapan Kevin, Leo, dan Sean. Namun, mereka bertiga menghalanginya.

"Wow, wait a minute, Sweety. Kau mau ke mana? Kita belum selesai bicara," ujar Leo disertai cengiran khasnya yang mampu melelehkan hati para gadis kecuali Hanna tentunya.

"Tapi kurasa kita sudah selesai karena kalian tidak menjawab pertanyaanku."

"Oh, jadi kau serius ingin tahu keberadaan Felix?" tanya Sean. Kali ini, raut wajah dan nada suaranya tampak serius. "Dia di ruang musik."

Mendengar hal itu, Hanna tanpa ragu kembali berjalan ke ruang musik. Ia sudah tidak sabar ingin memaki Felix. Namun, suara Sean membuatnya menghentikan langkahnya.

"Kusarankan kau untuk tidak menemuinya sekarang karena ia sedang tidak ingin diganggu."

Hanna berbalik. Kevin, Leo, dan Sean sedang menatapnya serius.

"Apa peduliku?" tanya Hanna sinis. Hanna pun kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti. Kali ini, Kevin, Leo, ataupun Sean tidak mencegahnya. Namun, Hanna bisa mendengar helaan napas mereka.

Hanna sampai di ruang musik. Dengan sedikit tidak sabaran, Hanna memutar kenop pintu dan masuk. Namun, ia dibuat terpaku oleh pemandangan di depannya begitu ia masuk ke ruangan yang dindingnya dilapisi peredam suara tersebut. Felix sedang duduk membelakanginya dan memainkan piano dengan begitu lembut. Nada-nada yang dimainkannya terdengar begitu pilu. Hanna seolah ikut merasakan rasa sakit yang tercipta dari rangkaian nada yang dimainkan oleh Felix.

Untuk beberapa saat, Hanna tenggelam dalam alunan melodi indah yang Felix mainkan. Ia seolah lupa dengan tujuan awalnya datang ke ruang musik. Pemandangan di depannya seolah memiliki daya tarik magis yang tak mampu membuatnya berpaling barang sedikit pun.

Namun, secara tiba-tiba Felix menghentikan permainannya. Hanna seperti ditarik kembali ke dunia nyata dan ia pun tersadar.

"Apa yang ingin kau katakan?" Felix bertanya dengan masih membelakanginya. Nada bicaranya terdengar begitu dingin, berbeda dengan nada bicaranya yang kemarin Hanna dengar.

Sambil menata kembali perasaannya yang tadi sempat terhanyut, Hanna berjalan menghampiri Felix. Tangannya terkepal kuat disisi tubuhnya. "Apa maksudmu mengumumkan kalau kita berpacaran di website sekolah? Apa tujuanmu sebenarnya?"

Felix menoleh pada Hanna. Ia menatap Hanna dalam diam dengan tatapan dinginnya. Sejurus kemudian, ia bangkit dan berdiri di depan Hanna sambil memasukkan tangannya kedalam saku celananya. "Kenapa, ada masalah?" tanya Felix santai.

"Tentu saja itu sebuah masalah besar! Kau dan aku tidak saling menyukai, bahkan sepertinya kita saling benci karena kejadian kemarin. Jadi, apakah masuk akal kalau kita berpacaran?"

"Masuk akal."

"Apa?"

"Aku ingin pacaran denganmu dan semua yang kuinginkan harus terpenuhi. Jadi, kau tidak bisa menolak karena aku tidak suka penolakan."

Hanna menatap Felix dengan mulut menganga lebar. Ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran pemuda di hadapannya itu. Alasan pemuda itu sangat diluar nalar. "Kenapa kau ingin pacaran denganku kalau kau membenciku? Kau pasti hanya ingin balas dendam padaku, 'kan? Katakan!!"

Felix bergeming. Ia sama sekali tidak melakukan apa-apa kecuali menatap Hanna dingin. Hanna mendesah frustrasi melihat tingkah laku Felix. Ia menatap Felix kesal. "Aku tidak mau jadi pacarmu karena aku membencimu. Kau dengar itu, Felix Alley Huang? AKU MEMBEN-mmph."

Tiba-tiba Felix mencium Hanna kasar sambil mendorong tubuh Hanna ke dinding. Punggung Hanna menabrak dinding cukup keras. Hanna berusaha mendorong dada Felix agar pemuda itu tidak menghimpitnya. Hanna juga berontak dengan menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, tanda kalau ia menolak ciuman Felix. Namun, Felix tetap bertahan dengan aksi gilanya.

Setelah sekian lama bertahan menerima pemberontakan dari Hanna, Felix mulai kesal lalu menghentikan aktivitasnya. Selain menghentikan aksi tersebut, Felix juga melampiaskan amarahnya pada dinding disamping kepala Hanna dengan meninjunya keras.

"Sial!" Felix mengumpat keras. Ia menatap Hanna dengan mata berkilat marah. Hanna hanya menatapnya dengan tatapan terluka. Mereka berakhir dengan adegan saling menatap dengan Hanna yang masih menempel di dinding dan Felix yang masih mengukungnya.

Felix berkata, "Kau tahu, Hanna Osment? Aku juga sebenarnya sangat membencimu. Aku membencimu karena kau membuatku merasakan sesuatu yang sangat asing bagiku. Aku membencimu karena kau membuat hatiku terasa sakit tiap kali melihatmu. Dan aku membencimu karena kau membenciku. Tapi, apa kau tahu hal yang lebih gila dari itu semua?"

Hanna bergeming.

Felix menggeram. "Aku menginginkanmu. Aku menginginkan dirimu untuk kumiliki. Aku ingin memilikimu, Hanna Osment. Itu alasan aku ingin pacaran denganmu."

Kali ini Hanna terkejut. Felix menjauhkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Hanna. Ia melangkah dengan diiringi amarah yang meluap-luap. Hanna hanya bisa melihat punggung Felix yang menjauh dengan rasa penasaran. Ia penasaran dengan arti tatapan Felix barusan padanya. Felix menatapnya dengan tatapan penuh luka.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

berasa nonton film.

2022-10-29

1

Si Aneh

Si Aneh

berasa nnton drama...keren..

2022-06-08

2

Erlin Pramudyas

Erlin Pramudyas

wowww 😍

2022-06-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!