Aku Terima

Kaki Arfan berhenti tepat dihadapan Rea. Sejenak ia menatap mata Rea. Hatinya berdegub. Hati kecilnya terus berdemo untuk segera menyatakan perasaan itu.

"Kak?"

"Em ... ma maaf."

Tak lama Arfan kembali diam. Gadis dihadapan Arfan itu masih memamerkan senyum manisnya. Lidah Arfan kelu, ia kehabisan kata-kata. Senyum manis itu membuyarkan semua kalimat yang ada dihati Arfan.

"Maaf untuk apa kak?"

Kali ini Rea angkat bicara, saat melihat Arfan yang masih diam tak bergeming.

Lelaki itu menarik nafas kemudian membuangnya kembali. Bagaimanapun, malam ini harus ada yang ia utarakan.

"Maaf, karena aku sudah bersikap buruk padamu."

Senyum manis diwajah gadis mini itu perlahan memudar. Rea sadar, perlakuan suaminya ini memang menyakitkan hati. Maka dari itu ia mencoba untuk melupakan setiap perilaku buruk yang diberikan Arfan, dengan tidak mengungkitnya. Namun malam ini, pelakunya sendiri yang mengungkit itu.

Wanita itu menahan perih didalam hatinya. Ibarat membuka luka yang baru saja kering, pria itu menyakitinya malam ini.

"Kenapa kakak mengungkit itu?"

Rea menunduk, takut air matanya tumpah tak terkendali. Begitulah Rea, dia mempunyai pribadi melankolis. Pribadi yang mudah baperan atau mudah tersinggung. Hatinya itu lembut dan rapuh.

"Aku hanya ingin meminta maaf, karena aku sadar itu salah."

Lelaki itu terlihat menyesali perbuatannya. Nampak ia ikut menundukan wajahnya.

"Aku sudah memaafkanmu sebelum kau memintanya, jadi jangan mengungkitnya lagi. Sungguh ini menyakitiku."

Air mata sudah tak terbendung. Rea mengucapkan kalimatnya dengan sedikit sesenggukan.

Arfan yang mendengar istrinya itu sesenggukan seperti manahan tangis, segera menatap Rea.

Ia ingat sekali bagaimana perlakuannya dimalam pertamanya waktu itu. Bagaimana ia membiarkan wanita mini dihadapannya ini menahan dinginnya pendingin ruangan tanpa selimut.

Belum lagi penolakan lainnya, dari tidur sekamar, memakan masakannya dan banyak lagi. Arfan juga belum lupa bagaimana ia bersikap kasar pada Rea saat ia kesal pada Faruk. Menarik paksa tanganya, menyentaknya, bersikap dingin. Sungguh jika ia diposisi Rea mungkin menyumpah serapah itulah yang akan ia lakukan.

Hati Arfan bergetar, baru kali ini ia sadar dengan apa yang sudah dilakukannya.

Tangannya dengan sedikit bergetar menyentuh kedua lengan Rea. Wanita itu kembali tersentak oleh sentuhan tangan Arfan. Seketika Rea mendangakkan wajahnya untuk menatap wajah Arfan.

Arfan sejenak diam untuk menimbang. Jika ia mengatakan cinta pada Rea saat ini, apakah tidak terlalu cepat?

Namun ia juga berfikir, jika ia tidak segera membicarakan hal ini, ia takut Rea akan jatuh dalam pelukan Faruk.

"Lalu aku harus apa?" Lelaki itu membatin dengan tatapan fokus pada mata Rea.

"Aku mohon, jangan diam-diaman seperti ini. Ini sudah malam, sampaikan saja apa yang ingin disampaikan."

Rea menunduk sembari memejamkan matanya. Ia tak kuasa menatap mata suaminya itu.

Sungguh malam ini bagaikan mimpi bagi Rea. Rasa bahagia berbaur dengan rasa lainnya, ada sakit, haru, tidak percaya semua menjadi satu.

Jika ini memang mimpi, maka jangan bangunkan Rea. Namun jika ini kenyataan, bantulah Rea untuk menjaganya supaya tidak hilang lagi darinya.

"Rea?" Suara lelaki itu sedikit berat.

"Bisakah kita memulainya lagi dari awal?"

Deg ...

Pria itu sungguh lembut mengucapkan kalimatnya. Menambah rasa bahagia, haru, dan tidak percaya dalam hati Rea.

"Aku tahu, mungkin ini terlalu cepat. Jadi, mau kah kau menjadi temanku?"

Lelaki itu melepas genggamannya pada lengan Rea kemudian mengulurkan tangannya.

Rea mengerutkan dahinya, kenapa harus teman? Itulah yang ia fikirkan. Kini butiran kecewa kembali mengisi rongga hatinya.

"Aku tidak tahu Rey, bagaimana perasaanmu padaku saat ini. Aku juga ingin memantapkan hatiku lagi. Aku hanya ingin saat ini kita berteman dahulu." Lelaki itu masih mengulurkan tangannya, berharap Rea menerima ulurannya.

Rea nampak berfikir sejenak."Kapan teman jadi pasangan hidup, tidak ada yang tahu. Aku harap ini awal dari kebahagianku." Batinnya. Kemudian menerima uluran tangan Arfan dengan tersenyum.

"Aku terima."

Arfan tersenyum saat Rea menyambut uluran tangannya dan menerima ajakannya. Kini keduanya akan memulai semuanya dari awal. Rea benar, kapan teman akan menjadi pasangan hidup, tidak ada yang tahu.

Begitulah takdir hidup. Kita tidak bisa menolak ataupun memilih. Kita hanya bisa menjalaninya. Karena hidup adalah sebuah perjalan.

Hidup juga sebuah tantangan. Maka dari itu harus ada perjuangan didalamnya. Semoga ini awal kisah bahagia mereka berdua. Semoga saja!

Bersambung ...

Maaf gak bisa update banyak lagi, mengingat sebentar lagi ujian. Jadi cuman sedikit dulu ya☺. Jangan lupa like dan komennya ya. Percayalah jejak kalian membuat aku makin semangat🙂. Sayonara🌷

Terpopuler

Comments

Tipluk Dian Utami

Tipluk Dian Utami

semangat aku datang memberikan jejakku

2020-08-30

0

Afni 🍃

Afni 🍃

iiiii kok temenen sih 😕 jadi ke ingat si dia yang di seberang 😂😂

2020-06-15

1

uba mashud (ririn)

uba mashud (ririn)

semangat yaaa saling dukung yuk

2020-06-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!