Gadis mini itu terus mengelus Nathan dengan lembut, sembari mengeyongnya dalam gendongan. Sedangkan suaminya hanya memperhatikan dari pintu tanpa suara.
Tiba-tiba Nathan memuntahkan susu yang baru saja ia minum tadi, sontak membuat Rea kaget, begitupun dengan Arfan. Sudah tidak dapat mengendalikan dirinya lagi, Arfan segera menghampiri istrinya itu untuk membantu. Namun ...
"Aww ...," pekik Arfan. Rea yang mendengar suara suaminya segera memutar tubuh menghadapnya.
"Kenapa kak? Kok duduk dibawah?" Tanya Rea, saat melihat Arfan terduduk dilantai sembari memegang jempol kakinya. Arfan yang mendengar suara itu mendangakan wajahnya.
"Ya ampun, ibu jari kakimu berdarah." Panik Rea.
Tak ada kalimat yang terlontar dari Arfan, lelaki itu hanya memegang ibu jari kakinya yang cukup perih karena kulitnya sedikit robek. Rea segera menidurkan anak tirinya itu. Saat dirasa sudah terlelap, ia meletakan Nathan diatas kasurnya.
Segera ia mencari kotak Pertolongan Pertama pada loker nakas yang tepat disebelah tempat tidurnya. Kemudian gadis mini itu menghampiri Arfan yang masih terduduk dilantai.
Dengan tidak sadar Rea mengulurkan tangannya pada Arfan, tanpa memikirkan lagi bagaimana posisinya dimata suaminya itu. Berkat makanan yang enak, akhirnya lelaki dingin itu menerima uluran tangan Rea untuk bangkit dari duduknya.
Sedikit pincang, Arfan berjalan menuju kasur dengan didampingi Rea. Rea segera mendudukan suaminya itu dipinggir kasur, kemudian duduk dilantai dan menaruh kaki lelaki dingin itu diatas pahanya untuk mengobati lukanya.
Malam ini hati Arfan mulai melembut, tanpa perlawanan ia menerima perlakuan istrinya itu. Bahkan ia terus saja memandangi wajah istrinya yang sedang mengobati ibu jarinya.
"Kenapa bisa seperti ini, kak?" Tanya Rea penuh khawatir sembari membersihkan jempol kaki Arfan yang berdarah.
"Jemari kakiku menabrak kaki meja, tadi." Jawab Arfan, masih menatap Rea yang sibuk membersihkan kakinya.
"Lain kali hati-hati, kalo terjadi sesuatu bagaimana? Kakak 'kan tidak punya serepan ibu jari." Ceplos Rea, tanpa memindahkan tatapannya dari ibu jari kaki Arfan.
Senyum tipis akhirnya menghiasi bibir Arfan setelah mendengar ucapan wanita didepannya ini.
"Bagaimana keadaan Nathan, kenapa tadi ia memuntahkan lagi susunya?" Lelaki ini masih memandang wajah Rea yang nampak serius membersihkan jemarinya dengan alkohol.
"Dia tidak kenapa-napa, mungkin tadi posisi makannya kurang nyaman," gadis mini itu masih mencoba mengobati luka Arfan.
"Aww ...," pekik Arfan, saat Rea meneteskan obat merah dipermukaan lukanya. Rea yang mendengar rintihan suaminya segera meniup luka yang baru saja ia obati tersebut.
Lagi-lagi Arfan menatap Rea, hatinya berdesir. Apakah yang ia lakukan ini benar? Arfan tidak tahu. Separuh hatinya ingin merima kembali wanita dihadapannya ini, namun separuhnya lagi menolak lantaran perkara dua tahun lalu.
"Tidak usah diperban atau diplester ya? Takutnya nanti malah susah kering." Ucap Rea kemudian menurunkan kaki suaminya itu.
"He'em, terima kasih," kata Arfan dengan senyum tipisnya.
Merasa ini bukan ruangannnya, Arfan segera bangkit dari duduknya untuk pergi dari kamar istrinya tersebut.
"Kalau kau susah berjalan, tidurlah disini," kata Rea. Arfan segera membalikan tubuhnya yang sudah membelakangi Rea.
"Aku akan tidur dikamarmu," sigap Rea, dia tahu pasti maksud pergerakan suaminya barusan.
"Tidak perlu, aku tidak selemah itu." Lelaki angkuh, dingin, tidak pekaan itu segera melangkahkan kaki dengan sedikit pincang meninggalkan Rea.
Tidak perlu memaksa, ibu tirinya Nathan ini tahu persis watak suaminya itu, keras kepala! Rea kembali menatap Nathan yang sudah damai dalam tidurnya, ada ketenangan tersendiri bagi Rea saat melihat bayi laki-laki itu tenang.
"Ya Rabb, aku lupa mematikan keran." Pekik Rea sembari menepuk dahinya.
Bergegaslah ia langkahkan kakinya menuruni tangga menuju dapur. Dan benar saja, keran itu terus mengeluarkan air, kelubang wastafel.
Keesokan harinya ...
Perihal semalam Mereka sudah bisa makan bersama, kini Rea akan membuat sarapan lagi untuk Arfan. Dengan bangun lebih pagi dari biasanya, Rea mulai menyiapkan semua keperluan Arfan.
Kesempatan ini sangat ia gunakan sebaik-baik mungkin sebelum Nathan bangun dari tidurnya, kalau tidak ia bisa kerepotan jika harus mengurus dua manusia sekaligus.
Setelah sarapan siap, Rea segera memanggil ayahnya Nathan tersebut. Saat Rea membuka pintu kamar Arfan, terlihat Arfan tengah berbicara dengan seseorang lewat handphonenya. Rea terdiam sejenak, mengurungkan kakinya untuk melangkah lantaran takut mengganggu.
📞....
"Jadi benar besok lusa?" Tanya Arfan pada orang diseberang sana.
📞....
"Baiklah nanti akan aku sampaikan."
📞....
"Tidak perlu, kami punya banyak pakaian."
📞....
"Baiklah kalau begitu."
📞 ...
"Waalaikumssalam," jawab Arfan kemudian mematikan sambungan telphonenya.
Saat pria berkemeja dengan kancing yang belum mengait pada lubanganya ini berbalik kebelakang, betapa terkejutnya ia saat melihat wanita bertubuh pendek itu ada dihadapannya.
"A-apa yang kau lakukan disini?" Gugup Arfan.
"Emm ..., itu sarapannya sudah siap, ayo turun!" Ucap Rea yang tak kalah gugup. Wajahnya ia tundukan menatap lantai, lantaran malu melihat bagian tubuh kotak-kotak milik suaminya tersebut.
"Tunggu!" Cegah Arfan saat melihat Rea memutar tubuhnya hendak pergi, seketika Rea berhenti. Hatinya berdegup memikirkan perihal apa Arfan mencegahnya untuk pergi.
"Pasangkan dulu kancing pergelangan tangan dan dasiku," lanjut Arfan. Kakinya melangkah mendekati dipan miliknya dan mengambil benda kecil yang sangat berguna bagi Rea.
Sang gadis mini hanya menunduk, lantaran malu akan tubuh Arfan yang terposting bebas seperti itu. Perlahan suaminya itu mulai mengahampirinya, kemudian menaruh barang yang sangat berguna bagi Rea itu dibawah.
"Cepat naik, hari semakin siang." Kata Arfan dengan datar.
"Kau pasang dulu kancingmu yang bagian tengah itu," sembari menunjuk dada Arfan dengan wajah tertunduk.
Deg ...
Ada sedikit rasa canggung dihati Arfan saat mendengar ucapan Rea barusan, mengapa ia bisa seceroboh ini? Tidak ingin menghabiskan waktu hanya untuk melaknat kecerobohannya, Arfan segera mengaitkan kancingnya itu.
"Sudah, cepat pasangkan."
Kaki mungil milik Rea mulai menaiki benda yang persi kursi tersebut. Jemarinya mulai menaruh sehelai kain dikerah suaminya.
Hanya diam, keduanya tak sanggup mengeluarkan sepenggal kalimat pun dari bibir mereka. Rumah yang hanya dihuni oleh tiga manusia itu semakin sunyi saat sang pemiliknya tidak banyak bicara.
Rea masih dengan wajah yang tertunduk, tetapi kali ini matanya ia hadapkan pada sehelai kain yang tengah ia pasangkan pada kerah suaminya itu.
"Em ... itu ... Kak Anang Aniv, kita diundang kerumahnya besok lusa," ucap Arfan dengan terbata-bata.
"Oh, oke baiklah," Rea turun dari benda kecil tersebut, kemudian menarik pergelangan tangan suaminya untuk mengaitkan biji kancing.
Lagi-lagi Arfan hanya diam dan menerima perlakuan Istrinya tersebut. Matanya serasa tak ingin melepaskan tatapannya pada wajah manis milik Rea. Namun, Fikiran dan hati kecilnya segera berkecamuk keras, antara ingin menerimanya lagi atau tidak.
Lain hal dengan Arfan dengan fikiran dan hati kecilnya yang berkecamuk keras, Rea masih fokus mengaitkan biji kancing kemeja pergelangan suaminya itu.
Namun, tak lama terdengar Nathan menagis dari sebelah ruangan. Dengan bergegas ia menghampiri anak tirinya itu dan meninggalkan Arfan yang tengah membutuhkan bantuannya juga.
Arfan hanya mampu melihat Rea yang tergesa-gesa meninggalkan kamarnya untuk menenangkan Nathan diruang sebelah. Kemudian menghela napasnya.
"Baru kali ini aku sadar, ternyata aku membutuhkanmu," gumam Arfan setelah Rea meninggalkannya.
Bersambung ...
🌷🌷🌷
Maaf bila mengecewakan☺. Salam hangatku untuk kalian semua☺.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Titin Sumarni
kalau mini berarti kaya bang Ucok. Karena mini dan oendek beda lho kak...
2021-05-04
0
📀⏂࿅Rizqi N.R Khans's࿅⏁
aku dah mampir kak , semangat up nya kak
2020-07-04
1
kia
baguss banget
2020-06-28
2