Tidak Mungkin

"Mamah akan bicarakan lagi dengan Arfan, semoga semua berjalan dengan lanca." Rea hanya menganguk mengerti maksud mertuanya.

"Ya sudah mamah tinggal, ya? Tunggu saja, Arfan akan segera masuk." Yati tersenyum, kemudian mengecup kening menantunya dan berlalu pergi meninggalkannya sendiri.

Gadis dua puluh tiga tahun itu masih duduk diatas dipan empuk berbalut seprai indah. Sesekali ia memejamkan kelopak matanya yang dipoles dengan eyeshadow berwarna biru muda berkolaborasikan putih perak.

Tak jarang jantung terdengar berdebar, mengingat sebentar lagi akan ada yang datang menghampirinya.

Gadis yang sudah dirias cantik itu sesekali menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali, mencoba menenangkan dirinya yang gugup akan malam ini.

Jantung semakin cepat memompa darahnya, saat telinganya mendengar langkah kaki mengarah kamar yang ia tempati. Tak lama terdengar suara pintu kamar terbuka, orang yang berada diluarpun segera masuk dan menghampiri gadis yang baru saja ia nikahi sore ini.

Melihat suaminya sudah datang, gadis itu segera berdiri bermaksud menyambut kedatangannya. Ia berusaha tersenyum, untuk melupakan kenangan masa lalunya dihadapan pria, yang saat ini menyandang status sebagai suaminya.

Arfan Rahardian, yang tak lain suami gadis itu segera menghampiri istrinya. Ditangkupnya wajah istri barunya itu dengan kedua tangannya. Senyum terpancar dari wajah tampannya yang tidak bisa diartikan.

Perlahan wajahnya mendekati Rea hendak mengecup. Tidak ada penolakan dari Rea mengingat nasihat sang mertua, Rea segera memejamkan kelopak matanya yang indah tersebut. Namun ...

"Wanita m**r**n, kau fikir aku akan menerimamu kembali dan menjalani sisa hidupku bersamamu?" Suaranya cukup lembut, namun menusuk hati Rea sampai yang terdalam.

Kali ini bukan telapak tangan yang menangkup wajah Rea dengan lembut, tetapi jemari keras Arfan yang mencekram pipi mulus Rea dengan kencang tanpa ampun. Seketika senyum manis yang terpancar diwajah Arfan berubah menjadi senyum kebencian.

Tatapannya tidak sehalus saat pertama kali ia datang, kini senyum itu berubah menjadi datar dan menyeramkan.

Gadis malang itu tidak bisa berkutik, tangannya hanya mampu memegang jemari suaminya, berusaha melepaskan cengkraman yang menyakitkan itu.

Air mata meluncur tanpa aba-aba, mulai membasahi pipi mulus berbalut foundation tersebut. Seketika memori masa lalunya memenuhi setiap ruang otak Rea.

"Tidak mungkin," sentak Arfan dengan suara kecil. Rea kembali memejamkan matanya, terkejut dengan sentakan Arfan didepan wajahnya.

Perih ...

Itulah yang ia rasakan, kebahagian yang selama ini ia impikan buyar seketika.

Hanyut dalam kalimat yang dilontarkan sang mertua, membuatnya lupa akan posisinya saat ini dimata Arfan.

Dilepasnya cengkraman panasnya, seraya mendorong gadis malang itu supaya menjauh darinya.

Tak ada kalimat yang terucap dibibir Rea sebagai bentuk pembelaan, ia lebih memilih diam, karena bagaimanapun ini juga kesalahannya.

"Semakin kau berusaha menjadi wanita yang baik-baik dimataku, semakin benci dan jijik pula aku melihatmu." Penuh intimidasi.

Rea menundukan wajahnya, tak kuasa memandang wajah pria yang pernah mencintainya, tetapi kini malah sangat membencinya.

Pria itu menggenggam erat kedua lengan Rea, dengan menunjukan tatapan tajam penuh kebencian. Gadis malang itu hanya menunduk, menyembunyikan air mata akibat menahan sakit lahir dan batin.

"Semakin sedikit kau berharap dari pernikahan ini, maka sedikit pula rasa sakit yang akan kau terima dari hubungan ini."

Tangan itu masih menggenggam erat kedua

lengan Rea, ia meringis kesakitan. Didorongnya kembali tubuh Rea supaya menjauh darinya, hati Arfan muak saat berdekatan dengannya.

Masih menunduk, gadis itu menyembunyikan kekecewaan, memikirkan nasibnya yang terus saja menghadapi kenyataan yang pahit.

"Kenapa kau menangis?" jemari Arfan mendangakan wajah Rea supaya menatapnya.

Dua pasang mata itu sejenak saling bertatapan, Arfan yang sadar segera melepaskan jemarinya.

"Wanita munafik, cih!" Laknat Arfan dalam hati.

Sebal melihat Rea yang masih menunduk dan menangis dengan diam, Arfan memilih meninggalkan Rea dan menutup pintu kamar mandi dengan kasar, yang membuat Rea terkejut.

Hati yang perih penuh kekecewaan ia tangisi tanpa suara, berjalan menjauhi dipan berbalut seprai indah itu menuju jendela besar kamar tersebut.

Manatap kosong dengan air mata yang mengalir, memandang gemerlap lampu kota yang berarti penuh riang. Rea iri ... lantaran lain hal dengan suasana hatinya saat ini.

Harapan yang ia dapatkan dari mertuanya kini hancur luluh lantak. Ingin rasanya ia langsung terjun dari jendela besar berbentuk separuh bulat berbahan kaca itu.

Namun Ia urungkan niatnya saat teringat janjinya malam ini pada dirinya sendiri.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Kalimat itulah yang selama ini ia jadikan sebagai kunci kesabarannya.

Jika saja bukan karena Nathan, Rea akan lebih memilih pergi menjauhi Arfan. Mencintainya dalam diam membuatnya jauh lebih tenang dari pada harus bertemu terus seperti ini.

Pintu kamar mandi sudah dibuka, keluarlah seorang pria dengan baju tidurnya. Rea masih sama dengan posisinya.

"Kutekankan padamu Rey, kita tidak akan berbagi apapun, ingat itu! Malam ini tidurlah di sofa." Pria itu segera membenamkan tubuhnya didalam selimut tebal.

Mengingat tak ada lagi yang perlu dikatakan, dan lagi pula tidak akan ada yang mendengarnya, Rea segera mengganti pakain dan membersihkan dirinya.

Menatap sekeliling ruangan yang berjudul kamar pengantin, menarik dan membuang nafasnya, Rea segera mengubur dalam-dalam semua keinginannya.

Berlalu meninggalkan kamar mandi, gadis itu segera menuju sofa untuk istirahat.

Tidak ada selimut, matanya beralih pada pendingin ruangan yang masih setia menghembuskan nafas sejuknya.

Ingin mengaturnya, gadis itu tidak tahu letak remotnya. Jalan lain adalah mendapatkan selimut, matanya tertuju pada sebuah almari besar berwarna putih susu. Berjalan mendekati berharap menemukan apa yang ia cari. Dan untuk kesekian kalinya ia merasa kecewa, almari itu terkunci.

Menghela nafas, mengingat kembali kunci kesabarannya. Tak ada pilihan lain untuk gadis malang itu selain tidur dengan seadanya.

Memutar tubuhnya supaya menghadap tepi senderan sofa, Rea mencoba memejamkan matanya. Melipat kedua betis, lututnya hampir mengenai perutnya yang flat.

Udara sejuk membuat kulit putihnya menggigil, sesekali gadis itu mengusap lengan yang tidak tertutup lengan bajunya supaya hangat.

Mencoba menerima semua yang terjadi dengan ikhlas, gadis malang itu sedikit menyesali keputusannya dua tahun lalu. Sangat mencerminkan dirinya yang tak punya pendirian.

Matanya mulai lelah, udara dingin itu tak lagi ia rasakan saat jiwanya sudah melayang dialam mimpi.

"**Diam adalah pilihan saat hati tersakiti, karena lisan tahu. Dengan bicara hanya akan membuat yang lain ikut tersakiti."

@ranimutiara31**

Bersambung ...

Bellow... Likenya nya dong kak😁.

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang mengerjakan 🌝 jangan lupa tilawahnya ya kak😊🖐 sampai jumpa diepisod selanjutnya.

Terpopuler

Comments

Radin Zakiyah Musbich

Radin Zakiyah Musbich

Ceritanya seru kak 👍👍👍

ijin promo ya 🍜🍜🍜

jgn lupa baca novel dg judul "HITAM"

kisah tentang pernikahan yg tak diinginkan,

jangan lupa tinggalkan like and commen ☀️☀️☀️

2021-01-06

0

☠ᵏᵋᶜᶟ 🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢ𝐘ᵃ🇭⃝⃟♡🍆

☠ᵏᵋᶜᶟ 🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢ𝐘ᵃ🇭⃝⃟♡🍆

sedih iich

2020-07-27

0

husnul

husnul

kuy lah baca novel ku juga yahh 😁

semoga jodohku
dua sejoli

🙏🙏

2020-07-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!