Sama Bunda Aja

Rea memegang kaki kursi dan berusaha bangkit dari ringkuknya dilantai. Tangan sebelahnya masih setia memegang perut bagian bawah. Setelah berdiri, gadis itu mulai melangkahkan kakinya. Namun ...

"Rea ..." dengan sigap, Arfan menahan tubuh Rea yang hampir terjatuh ke lantai.

"Lepas, aku baik-baik saja."

"Kau hampir terjatuh, dan kau bilang baik-baik saja! aku akan membantumu."

Rea melihat kekhawatiran pada raut wajah Arfan. Ingin rasanya ia blak-blakan mengungkapkan uneknya lima tahun ini saat tinggal bersamanya. Perilaku lelaki ini sering berubah-ubah, bagaikan bunglon. Membuat Rea bingung untuk menyimpulkan perasaan Arfan yang sebenarnya.

Rea melepas tangan Arfan yang memegang erat lengannya, "aku bisa sendiri" kemudian gadis itu berusaha melangkahkan kakinya lagi.

Melihat wanita yang rela mengurus dirinya dan juga Nathan selama lima tahun ini tertatih dalam langkahnya, membuat Arfan tersentuh. Wanita yang rela melayani ia dan juga anaknya tanpa balasan apapun, bahkan dirinya pun bersikap buruk padanya. Tak sedikit pun ia mengungkit jasanya itu pada dirinya. Lalu apa lagi yang ia tunggu saat ini? Sepertinya inilah waktunya untuk membalas kebaikannya.

Arfan menghela nafas kemudian mengangkat tubuh istrinya itu. "Jangan berontak, atau ku jatuhkan tubuhmu saat ini juga!" Ancam Arfan, saat melihat Rea ingin mengatakan sesuatu.

Rea melingkarkan kedua tangannya dileher Arfan untuk berpegangan. Tidak ada pilihan lain saat ini, ia tahu suaminya ini sangat lah keras kepala. Sekalinya memberi keputusan, maka itu yang akan dilakukan.

Kaki Arfan dengan tangguh menaiki anak tangga satu persatu. Beberapa kali otaknya meracuni hati kecilnya lagi. Namun kali ini ia akan tepiskan semua itu, bagaimanapun saat ini Rea sangat berjasa bagi hidupnya, terutama Nathan.

"Bunda kenapa Yah? Kok digendong?"

"Bunda sakit perut sayang, mungkin kelelahan." Jawab Arfan sembari menurunkan Rea diatas dipannya. Tangan lelaki itu menarik selimut untuk menutupi tubuh mungil istrinya.

Rea melihat perhatian Arfan dengan tatapan sendu. Setelah banyak melalui pasang surutnya semangat. Apakah ini akhir dari penantiannya? Rea harap, ya.

"Jangan banyak bergerak, kau istirahat saja." Pria itu duduk disamping Rea dengan menatap wajah.

"Aku istirahat sebentar saja pasti akan sembuh kok, jangan berlebih."

Arfan menghela nafas, berdebat dengan wanita memang tidak akan menang!

"Ayah, malam ini tidur sama kami ya?" Ajak Nathan dengan mata berbinar.

Rea membulatkan matanya, dan Arfan seketika menatap Rea saat mendengar ajakan Nathan. Yang dikhawatirkan Arfan menjadi kenyataan. Ia yakin, suatu saat Nathan akan mengatakan hal ini.

"Loh, Ayah 'kan memang tidur disini sayang." Rea mencoba membohongi anak kecil yang tidak tahu apa-apa itu.

"Tapi kok, Nathan tidak pernah melihat Ayah tidur disini Bun?"

"Kok Ayah sama Bunda beda sih dari Ayah Bundanya teman Nathan disekolah. Temen Nathan suka cerita, kalau sebelum tidur mereka suka didongengin sama Ayah Bundanya. Kok Nathan sama Bunda aja? Kenapa Bunda? Kenapa Ayah?"

Bocah itu merengek, ia merasa ada yang salah antara Ayah dan Bundanya ini. Bocah itu menatap wajah kedua orang tuanya secara bergantian, berharap keduanya segera membarikan jawaban.

"Emm ... Ayah 'kan banyak kerjaan sayang, jadi tidurnya agak malaman. Nah sedangkan disaat larut malam, Nathan kan sudah bobok. Nathan gak ngerasa aja, Ayah suka peluk Nathan kok. Iya 'kan Yah?

Rea kembali meyakinkan Nathan, hatinya sedikit ragu. Akankah anak tirinya ini percaya dengan cerita karangannya? Semoga saja bisa.

"Benarkah, Ayah?"

Arfan sedikit gelagapan, ia menatap Rea. Gadis mini itu memejamkan matanya.

"Iya sayang seperti itu." Ucap Arfan.

"Ayah, malam ini tinggalkan dulu pekerjaannya ya? Temani kami sebelum tidur."

Bocah itu memohon dengan mata berbinar, kedua tangannya ia genggam khas memohon. Arfan tak tega, ia pun mengangguk setuju. Rea sedikit tercengang, semudah itukah jika untuk Nathan? Tetapi syukurlah jika ia mau.

Bocah itu kegirangan, ia berjingkrak diatas kasur hingga membuat semuanya bergetar.

"Nathan, Bunda kan lagi sakit. Jangan gitu dong, ayo sini duduk katanya mau tidur." Ajak Arfan penuh lembut. Putranya itu menurut dan duduk dipangkuan sang ayah.

Rea sedikit menggeser tubuhnya, supaya Nathan tidur ditengah keduanya.

lagi-lagi hati Rea berharap. Semoga ini awalan dari berakhirnya penantian lima tahun ini.

"Nathan sudah kerjain PR-nya 'kan?" Tanya sang bunda sembari menutup tubuh putranya menggunakan selimut, saat sudah berbaring ditengah keduanya.

"Sudah Bun." Bocah itu menjawab cepat pertanyaan Rea kemudian memeluk erat tubuh Ayahnya.

"Nathan mau denger Ayah bercerita sekarang. Ayo yah!"

"Ayah tidak bisa bercerita sayang." Ucap Arfan dengan mengelus lembut rambut Nathan.

"Nathan tidak menerima penolakan Ayah!" Cetus Bocah itu dengan nada kesal.

"Buah jatuh, tidak jauh dari pohonnya, ini mah Arfan kecil." Batin Rea.

"Oke-oke, Ayah akan bercerita untuk Nathan." Pria berkumis tipis itu mencubit pelan hidung putranya.

"Pada suatu hari, hiduplah seorang pangeran yang mempunyai kuda bewarna putih ..." Nathan mendengarkan kisah yang diceritakan oleh sang Ayah sembari tidur memeluk tubuh Ayahnya.

Kelanjutan cerita sang pangeran berkuda putih hanya Arfan yang tahu. Yang jelas Nathan sudah tertidur sebelum cerita itu selesai.

Arfan menengok kearah Rea, wanita itu tidur membelakanginya. "Mungkin dia sudah tidur." Batinnya.

Pria itu bingung harus berbuat apa. Apakah ia harus pindah atau tetap tidur disini? Tubuhnya sangat lelah, terutama lidahnya. Membaca cerita ternyata tak semudah itu. Ia harus mengatur kata supaya mudah dicerna, kemudian mengekspresikan dengan gaya bicara yang menarik. Jika baru semalam ia membacakan cerita dan lidahnya sudah sakit. Lalu, bagaimana nasib lidah Rea selama beberapa tahun ini?

"Wanita tangguh." Lirihnya.

Arfan mencoba memejamkan matanya. Rasa lelah dan kantuk berbaur menjadi satu.

Baru saja ia memejamkan matanya. Baru saja jiwanya memasuki gerbang mimpi, sebuah tangan menepuk wajahnya. Rasanya ketir. Tangan kecil itu berhenti dipipi Arfan.

"Nathan ... " Lirihnya.

Rasa kantuknya hilang, ia tidak bisa tidur lagi. Tubuhnya lelah, tetapi kali ini matanya tak mau memejam. "Apa yang harus aku lakukan?" Batinnya.

Pria itu memejamkan matanya. Bisa tidur atau tidak, saat ini ia harus mencobanya dulu. Dengan memejamkan mata, ia berharap bisa membawanya kealam mimpi.

Baru beberapa detik ia memejamkan matanya. Dipan ini rasanya tak mau diam. ia merasakan seseorang tangah membolak-balikan tubuhnya.

"Rea kau belum tidur?"

Tidak ada jawaban dari wanita itu. Arfan melirik punggung istrinya yang masih tidur membelakangi. Arfan rasa, istrinya itu belum tidur.

"Rey?" Telapak tangannya menyentuh bahu Rea. Wanita itu tersentak dibuatnya. Apa-apaan pria ini!

"Kau belum tidur 'kan? Apa perutmu masih sakit?" Pria itu membalikan tubuh Rea agar bisa melihat wajahnya.

Dan benar saja, wanita itu belum tidur. Terlihat dari wajahnya, Rea sedikit gugup saat ini.

"Kenapa?"

"Aku lapar."

Gadis itu sedikit pucat.

"Iya, kenapa tadi kau tidak makan?"

"Tadi aku tidak lapar."

"Dengar Rey, 'makanlah sebelum engkau lapar, dan berhentilah sebelum kenyang' ingat ya!"

Apa Rea sedang bermimpi? Suaminya ini mengucapkan hadits barusan.

"Ah ... i iya kak."

"Ayo makan!" Ajak Arfan.

"Aku malas memasak lagi."

"Aku yang akan memasak untukmu!"

"Memang bisa?"

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

kia

kia

fighting kak

2020-06-28

2

에리카 사리💚🍃

에리카 사리💚🍃

aku dah mampir kak, maap ku like sampai sini

2020-06-06

1

Epron Putra

Epron Putra

kpan lanjut ni ka

2020-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!