"Rey, Kau baik-baik saja?" Tanya Arfan, saat melihat Rea tenggelam dalam lamunannya. Gadis mini itu sangat terhanyut dalam lamunannya, sampai-sampai Nathan yang menangis pun tak ia hiraukan.
Arfan menggoyangkan tubuh Rea, gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali pertanda ia mulai sadar.
"Aa ... ada apa kak?" Kata Rea dengan terbata-bata.
"Sepertinya Nathan tidak enak badan, tubuhnya hangat dan terlihat gelisah." Khawatir Arfan, sembari menyentuh kening putranya. Rea terkejut, entah sudah berapa lama ia melamun, hingga tak sadar Nathan sudah berpindah pangkuan.
Rea mulai menyentuh kening Nathan, bayi berumur empat puluh hari lebih itu terdengar menangis. Setelah itu Rea menganggukan kepalanya pertanda setuju dengan pernyataan suaminya barusan kalau Nathan panas.
"Lebih baik kita pulang saja kak," Ajak Rea pada suaminya.
"Tapi bagaimana dengan ini," kata Arfan yang menunjuk barang-barang tersusun rapih diatas tikar.
"Kesehatan Nathan lebih penting kak!" Tegas Rea, Arfan terpaku mendengar ucapan istrinya tersebut. Rea hanya ibu tiri dari anaknya, tetapi kasih sayangnya bagaikan ibu kandung. Arfan menganggukan kepalanya sebagai tanda menerima ajakan Rea.
Rea segera membereskan barang-barang mereka yang sudah tersusun rapih, sedangkan Arfan menggendong Nathan, ia mencoba menenangkan putranya tersebut.
Setelah selesai membereskan barang-barang, keduanya bergegas pergi meninggalkan kawasan taman yang berdampingan dengan pantai tersebut.
"Kita langsung aja kerumah sakit kak, takut terjadi apa-apa dengan Nathan." Ajak Rea lagi, saat mobil sudah melaju meninggalkan tempat wisata. Kali ini Nathan sudah berada dipangkuan sang ibu tiri, Rea.
"Iya," Jawab Arfan dengan cepat, sembari mengendalikan kemudinya.
Mobil hitam milik keluarga kecil itu menembus jalanan kota dengan kecepatan cukup tinggi. Rea nampak panik saat merasakan tubuh Nathan semakin panas, bayi itu terlihat gelisah dalam tangisnya.
Sesekali Rea menengok kearah jendela kaca, melihat keramaian kota diluar sana. Dirinya terkejut, tatkala melihat sesosok wanita yang tidak asing dimatanya bersama seorang pria. Namun ban mobil yang terus melaju, membuat Rea tidak tahu pasti kebenaran atas dugaanya tersebut.
Kepalanya ia tolehkan kearah belakang, mencoba memastikan, tetapi tidak bisa. Ia teringat kaca spion, wajahnya ia geser sedikit menegok kearah kaca tersebut. Sayang, wanita dan pria itu membalikan tubuh mereka, Rea gagal memastikan dugaannya.
Arfan sedikit melirik istrinya yang tidak bisa diam itu. "Kau kenapa?" Tanyannya.
"Ah ... tidak apa, aku hanya melihat keramaian kota." Jawab Rea dengan terbata.
Sejujurnya Arfan tidak percaya jika istrinya bertingkah seperti itu hanya untuk melihat keramaian kota, seketika jiwa curiga dan cemburunya meronta-ronta.
Ia menduga-duga Rea melihat Faruk, teman karibnya itu. Ingin rasanya ia menanyakan, tetapi apalah daya rasa egonya lebih ia pentingkan. Arfan hanya memendam perasaannya itu semua didalam hati, ia tak bisa mengatakan apapun pada Rea.
Wajahnya ia tekuk, dan hatinya terus saja bergemuruh. Sekarang ia bisa pastikan seperti apa perasaannya pada Rea. Tetapi ia terus saja meracuni hatinya sendiri untuk membenci Rea. Arfan selalu menghasut hatinya sendiri dengan berbagai kesalahan Rea, ya begitulah sejak dua tahun lalu.
Mobil mereka akhirnya sampai dipekarangan rumah sakit, dengan segera Arfan memakirkan kendaraannya tersebut. Setelah mobil terparkir, Rea berlari menghampiri pintu rumah sakit.
Setelah melakukan semua proses, dari mengsisi administrasi dan pengecekan pada Nathan, akhirnya hasil yang ditunggu akan segera disampaikan.
"Dek ayahnya mana, saya mau bicara?" Tanya dokter yang baru saja memeriksa Nathan.
"Bicara saja dengan saya dok, ayahnya sedang ke toilet." Ucap Rea.
"Tidak Dek, saya ingin langsung menyampaikan ini pada ayahmu." Lanjut dokter itu yang tak memperhatikan seksama kalimat Rea.
"Hah ... buat apa ngomong sama ayahku?" Batin Rea.
"Tapi untuk apa berbicara pada ayah saya dok? Lagi pula ayah saya sudah tiada." Tanya Rea, penuh kebingungan.
"Loh mas-mas yang tadi bersama mba siapa?" Tanya dokter itu yang tak kalah bingung.
"Saya suaminya dok!" Suara maskulin itu terdengar sangat jelas. Rea tersenyum tipis, hatinya tersentuh saat tidak langsung Arfan mengakui dirinya sebagai istri.
Dokter pria itu memperhatikan tubuh Rea dari atas sampai bawah. Gadis mini itu risih, ia menoleh kearah suaminya. Segera Arfan merangkul pundak Rea. "Ini istri saya dok, kenapa anda memperhatikannya seperti itu?" Tegas Arfan.
Gadis mini itu tetiba merinding saat Arfan mengatakan dirinya sebagai istrinya. Sejenak ia menoleh kewajah suaminya, lelakinya itu menatap depan kearah sang dokter.
"Owh maaf Mas, saya kira anaknya, soalnya ..." Kalimat dokter itu terputus, ia tak ingin menyakiti hati ibu dari pasiennya tersebut.
"Soalnya apa?" Tanya Arfan.
"Em ... anu Mas, Mbanya kecil." Jawab dokter itu sedikit ragu. Dokter itu memanipulasi kata pendek dengan kecil, berharap menjaga perasaan Rea.
Arfan dan Rea diam, Arfan diam karena menahan tawa, sedangkan Rea merasa terzolimi disitu.
"Maaf Mba, Mas, saya tidak bermaksud seperti itu." Kata dokter, sembari menginstrupsi menggunakan tangan kearah pasutri itu untuk duduk.
"Berarti Mbanya ini mamah muda dong ya!" Gurau sang dokter, tetapi garing, pasutri itu sama sekali tidak merespon candaannya.
"Anaknya tidak kenapa-napa kok Mas, Mba, dia hanya masuk angin, kalau boleh tau Mas sama Mba ini dari mana?" Dokter itu memulai perbincangan, lantaran merasa candaannya tak dapat respon.
"Kami dari pantai dok," Jelas Arfan.
"Owh pentasan. Angin di pantai itu cukup besar Mas, Mba. Tidak baik jika membawa anak kalian ketempat seperti itu mengingat umurnya yang masih belia. Dan juga dari pemeriksaan, anak kalian ini imunitasnya rendah, jadi ia mudah sakit." Jelas dokter tersebut, pasutri itu manggut mengerti.
Setelah mendengarkan penjelasan dokter itu, mereka pamit untuk pulang. Baru saja Rea mendudukan tubuhnya diatas kursi mobil, gawainya berdering.
"Faruk." Lirihnya namun masih bisa didengar oleh sang suami. Seketika Arfan menoleh kearah istrinya tersebut.
"Ngapain lagi sih tuh orang," rutuk Arfan dalam hati. Walau sekuat tenaga ia meracuni hatinya, tetapi tetap saja rasa cemburu itu muncul didalam hatinya.
"Kak aku angkat boleh tidak?" Tanya Rea. Gadis itu hanya ingin menghargai status pria disampingnya tersebut, walau ia tahu bahwa suaminya tidak akan peduli dengan hal itu.
"Angkat saja, kenapa harus izin denganku!" Kata Arfan. Sejujurnya hati Arfan kesal saat mengizinkan istrinya tersebut. Namun lagi-lagi ia mementingkan egonya.
"Sudah kuduga, apa pentingnya ini baginya," Batin Rea.
Sudah mendapatkan izin, Rea segera mengangkat telphone dari sahabatnya tersebut.
📞 " Assalamualaikum, Rea kamu kemana? Aku pencet bell rumahmu dari tadi kok gak ada yang buka?"
"Waalaikumssalam, aku lagi diluar rumah Ruk," Ucap Rea. Nanpak suaminya itu kesal, ia memukul setang kemudinya kemudian tancap gas meninggalkan parkiran rumah sakit tersebut.
📞 " .... "
"Iya maaf deh Ruk, aku juga gak tau soalnya pergi dadakan." Rea sejenak melirik suaminya yang tengah fokus mengemudi.
📞 " .... "
"Kalau mau ketemu sama Kak Arfan tungguin aja Ruk, kami lagi dijalan mau pulang."
"Ngapain ketemu aku, aku capek!" Tegas Arfan dengan cepat. Rea kembali melirik suaminya yang labil itu, dan kembali berbicara pada Faruk.
"Maaf ya ruk?" Lirih Rea.
📞 " .... "
"Hahaha ... Oke deh, waalaikumssalam." Rea yang sedikit terkekeh dengan ucapan sahabatnya diujung sana itu sukses membuat Arfan semakin kesal.
"Berisik!" Umpat Arfan.
🌷🌷🌷
Maaf ya kalau episod kali ini bikin kecewa, dan juga ngaret, mood aku ancur banget dari semalam, jadi gak konsen mau buat cerita hhh malah curhat😂.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Siti Mudrikah
semangat thor👍😘
2021-03-07
0
Bibit Iriati
penasan sapa yg diliat sama rhea
2021-01-07
0
kia
semangat kak
2020-06-28
3