Part 11 - Balas Budi

"Tolong buatkan aku kopi!" pinta Bian ketika mereka sudah sampai apartemen dan Una mengangguk.

Tak lama Una membawa secangkir kopi. Ia meletakkan di atas meja. Bian sedang menonton tv.

"Duduklah."

Una pun duduk di sofa.

"Ini untukmu!" Bian menyerahkan sebuah paper bag.

Una menerima dan membuka isinya. Wanita itu terkejut melihat isinya.

"Apa ini, Tuan?" tanya Una bingung.

"Kamu hidup di zaman kapan? ponsel saja tidak tahu." Ledek Bian.

Una menghela nafas. "Aku tahu ini ponsel Tuan, tapi untuk apa diberikan kepadaku?"

"Memang untuk apalagi kalau bukan untuk menghubungimu!"

Tidak ada yang salah dengan jawaban Bian. Ia yang salah bertanya.

"Aku sudah menyimpan nomorku di ponselmu." Timpal Bian kemudian.

"Apa aku boleh mencobanya, Tuan?" tanya Una. Ia ingin menggunakannya.

Bian mengangguk. Ia tersenyum samar melihat wanita itu berbinar-binar menerima pemberiannya. Seperti baru pertama kali melihat barang seperti itu.

Benar, bagi Una ini pertama kalinya ia memiliki sebuah ponsel. Dari zaman dulu ia tidak bisa membeli barang seperti ini, karena gajinya tiap bulan selalu diambil bu Ita.

Ziva selalu meminjamkan ponsel miliknya padanya. Una diajarkan bagaimana cara menelepon dan menjawab pesan. Dan Una hanya sekedar tahu itu saja.

"Kenapa kamu meneleponku?" tanya Bian yang akan meminum kopinya saat melihat ponselnya bergetar di atas meja.

"Aku mau menelepon siapa lagi, hanya ada nomor anda di sini." ucap Una.

"Apa aku harus mengangkatnya?" tanya Bian memegang ponselnya. Una pun mengangguk.

"Halo, Tuan. Apa kabar anda?" tanya Una dan Bian menggeleng melihat wanita aneh itu.

"Ada apa?" walau merasa aneh, masih dijawab juga oleh Bian.

"Aku mau mengucapkan terima kasih." Kemudian Una pun memutuskan panggilan.

"Apa kamu tidak bisa mengucapkan terima kasih secara langsung?" tanya Bian meletakkan ponsel ke meja.

"Aku hanya mencoba untuk menelepon saja. Dan ternyata ponsel ini sangat bagus. Suara anda sangat jernih, Tuan." Una begitu takjub.

"Jelas sekali, itu ponsel mahal." Bian kembali dalam mode sombongnya. Ia memang memberikan Una ponsel keluaran terbaru. Yang bagi sebagian orang harganya bisa membuat kantong jebol.

Ting...

Bian melihat satu pesan masuk dari WANITAKU. Itu nama Una di kontaknya.

"Hai, Tuan?" Bian membaca pesan dan menatap Una dengan ekspresi aneh.

"Aku mencoba mengirim pesan. Ternyata langsung sampai. Padahal baru juga aku tekan kirim!" Una sangat kagum pada kecepatan jaringan.

"Ayo, kita foto berdua. Aku mau memasang foto kita. Kemarilah!" Bian menyuruh Una duduk di sampingnya.

Una bangkit dan duduk di samping Bian. Pria itu langsung mendekat dan menempel.

"Senyumlah!" Bian akan mengambil foto mereka.

Una merasa tidak nyaman, Bian terlalu dekat dengannya. Wajah mereka juga begitu dekat. Jika begini ia tidak bisa tersenyum. Jadi gugup dan merasakan jantungnya berdebar cepat tidak seperti biasanya.

"Apa kamu tidak bisa tersenyum?" tanya Bian melihat foto Una yang ekspresinya sangat tegang. Seperti sangat tertekan.

"Ma-maaf, Tuan."

"Tersenyumlah. Tersenyum seperti wanita malam yang menggoda."

"Tapi aku bukan wanita seperti itu, Tuan." sanggah Una melihat Bian. Jarak mereka sangat dekat. Bahkan keduanya dapat merasakan hembusan nafas saling menerpa di wajah mereka.

"I-itu-, itu kamu bisa, tersenyumlah seperti sedang berfoto dengan orang yang kamu sayangi. Senyum yang ikhlas, bukan terpaksa seperti itu!" ucap Bian yang tiba-tiba jadi gugup.

Una mengangguk, ia pun mencoba mengikuti saran Bian. Tersenyum saat mengingat ayah dan bundanya. Mengingat setiap kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama, meski kini kenangan itu mulai samar.

"Bagus!" puji Bian melihat beberapa foto yang diambilnya. Di foto itu mereka seperti pasangan kekasih yang sangat cocok dan mesra.

Bian pun mengganti wallpaper dengan foto-foto mereka. Bahkan foto profil pada aplikasi pesannya. Agar Luna juga melihatnya.

"Tuan," panggil Una.

"Apa?" Bian masih fokus pada layar ponsel.

"Aku kabur ke kota ini dengan temanku bernama Ziva. Sehari sampai di kota ini Mami Lisa menangkapku dan membawaku padamu. Temanku pasti mengkhawatirkanku, bisakah Tuan mencarinya dan menyampaikan padanya kalau aku baik-baik saja. Ia tidak perlu mencemaskanku." Ucap Una. Ia tahu pasti Ziva kebingungan sekarang, karena ia tiba-tiba saja menghilang.

Bian diam dan menatap Una dengan tatapan yang sulit diartikan. Ekspresinya tidak bisa diprediksi. Entah marah atau apa, tidak ada yang tahu.

"Aku pulang. Besok bersiaplah jam 10, aku akan menjemputmu. Luna akan wisuda besok dan kamu harus ikut denganku." Ucap Bian bangkit dan melangkah pergi keluar pintu.

Sampai di luar apartemen, ia mengambil ponsel di saku dan menekan gagang hijau di layar.

"Wan, awasi Una 24 jam penuh. Jaga keamanan dirinya. Dan satu lagi..."

Bian pun melangkah pergi, setelah mengatakan perintahnya pada sang asisten.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

"Bian, apa maksud kamu???"

Baru juga masuk rumah, pria tampan itu sudah ditanya. Tah maksud apa yang di maksud itu. Papa dan Mama duduk di ruang tamu, sepertinya memang sudah menunggu dirinya.

"Siapa wanita itu?" tanya Papa meninggikan suaranya.

"Wanitaku, Pa." Jawabnya santai.

Plak...

Tangan besar itu mendarat mulus di pipinya. Mama memegangi suaminya yang kembali akan menampar sang anak.

"Berani-beraninya kamu bermain dengan wanita seperti itu!" Papa memijat pelipisnya. Luna sudah menceritakan semuanya. Jika Bian bermain dengan seorang wanita malam.

Bian diam saja dan meremas tangannya. Ia mencoba tenang, bagaimana pun dihadapannya itu adalah kedua orang tuanya.

"Tinggalkan wanita itu! Minggu depan menikahlah dengan Luna. Ia sangat sedih karena kelakuanmu, Bian." Ucap Mama dengan nada lembut seolah sedang membujuk.

"Maaf, aku tidak bisa!" tetap yakin dengan keputusannya. Ia tidak akan mau menikah dengan Luna apapun ceritanya.

"Kamu hanya perlu belajar menerima Luna. Jika kamu memberi kesempatan, Mama yakin kamu juga bisa mencintainya. Hanya masalah waktu saja."

"Aku tidak bisa menikah dengan wanita yang tidak akan bisa kucintai." Bian hanya menganggap Luna seperti adiknya.

"Kau!!" Bentak Papa. "Kita berhutang budi pada keluarganya. Jika saja mereka tidak membantu keluarga kita, kehidupan kita tidak akan seperti ini." Papa mulai memelankan suaranya.

"Cukup kembalikan bantuan yang mereka berikan. Tolong jangan jadikan aku sebagai alat balas budi!"

"Kau!" Papa pun mengambil stick golfnya.

"Pa... jangan, Pa!" Mama memohon memegangi suaminya. Tapi Papa menepis tangan istrinya.

"Dasar anak tidak berguna, apa begitu sulit menuruti apa kata Papamu ini?" Papa memukuli tubuh Bian dengan stick golf. Pria paru baya itu memang begitu, jika Bian tidak menurut padanya stick golf selalu melayang ke tubuhnya.

"Pa... sudah, Pa!" Mama menangis melihat sang putra yang diam saja dipukuli suaminya. Seperti sudah kebal dan terbiasa.

"Kamu harus menikahi Luna minggu depan!" Ucap Papa setelah memukuli sang anak.

"Aku tidak mau!"

"Anak ini!" mendengar jawaban Bian, Papa makin tersulut emosi. Ia akan memukulnya lagi, tapi kali ini Bian menahan stick golf itu.

"Aku tidak akan pernah menikah dengan Luna. Jika Papa merasa berhutang budi pada keluarganya, maka Papa saja yang menikahinya!" Ucap Bian dengan nada datar. Ia menepis stick golf itu, lalu pergi meninggalkan mereka.

Bian berjalan keluar rumah dan menuju mobilnya yang terparkir di garasi.

"Bian, kamu sudah pulang?" tanya Luna yang menghampirinya. Wajah wanita itu begitu sembab akibat menangisi Bian yang tidak bisa tergapai.

"Menjauh dariku!!!" bentak Bian membuat Luna jadi meneteskan air mata lagi.

"Bi-Bian, maafkan aku. A-aku sangat mencintaimu." Luna memeluk Bian.

"Lepaskan aku!!!" bentak Bian kembali. Ia mendorong Luna lalu masuk ke dalam mobil. Tak peduli Luna yang mengetuk-ngetuk kaca mobil memintanya untuk turun. Ia pun menghidupkan mesin mobil dan melaju pergi.

"Bian!!! Bian!!! Aku mencintaimu, Bian!" Teriak Luna melihat mobil pria itu yang semakin menjauh.

.

.

.

Terpopuler

Comments

sherly

sherly

ya ampun Luna segitunya dirimu itu mah bukan cinta lagi

2024-06-30

0

lihat semua
Episodes
1 Part 1 - Terpaksa Pergi
2 Part 2 - Kabur
3 Part 3 - Hilang
4 Part 4 - Kehidupan Una
5 Part 5 - Wanita Malam
6 Part 6 - Pelanggan
7 Part 7 - Kabur Bersama
8 Part 8 - Wanita Frustasi
9 Part 9 - Surat Perjanjian
10 Part 10 - Akting
11 Part 11 - Balas Budi
12 Part 12 - Berpikir Keras
13 Part 13 - Una
14 Part 14 - Bertemu Ziva
15 Part 15 - Meminta Bantuan
16 Part 16 - Aku Tertekan
17 Part 17 - Cincin
18 Part 18 - Sah
19 Part 19 - Mama
20 Part 20 - Pria Penguntit
21 Part 21 - Kasihan Sekali
22 Part 22 - Menginap
23 Part 23 - Test Pack
24 Part 24 - Cantik
25 Part 25 - Drama Pagi
26 Part 26 - Tampan Sekali
27 Part 27 - Janda?
28 Part 28 - Mas Dino
29 Part 29 - Mimpi
30 Part 30 - Jogging
31 Part 31 - Mas Bian
32 Part 32 - Bunda?
33 Part 33 - Tertekan
34 Part 34 - Begini Rasanya
35 Part 35 - Nama Yang Sama
36 Part 36 - Shoping
37 Part 37 - Aku Mau
38 Part 38 - Begitu Manis
39 Part 39 - Akan Menjebak
40 Part 40 - Kemari
41 Part 41 - Bianku
42 Part 42 - Saling Menjambak
43 Part 43 - Una Sayang
44 Part 44 - Tingkah Luna
45 Part 45 - Aku Tidak Ingat
46 Part 46 - Beristri Dua
47 Part 47 - Aku Mencintaimu
48 Part 48 - Begitu Lama
49 Part 49 - Bertemu Dino
50 Part 50 - Apa Kamu Merindukanku?
51 Part 51 - Harus Dibicarakan
52 Part 52 - Jadi Adik Saja
53 Part 53 - Ke Rumah Bunda
54 Part 54 - Mencari Tahu
55 Part 55 - Berpikir Begitu
56 Part 56 - Demam
57 Part 57 - Tidak ada informasi
58 Part 58 - Dia Anakku
59 Part 59 - Ke Pantai
60 Part 60 - Sepertinya Aku Salah
61 Part 61 - Una Anakku
62 Part 62 - Putri Kecil
63 Part 63- Maafkan Bunda
64 Part 64 - Kisah Lalu
65 Part 65 - Kisah Lalu 2
66 Part 66 - Kisah Lalu 3
67 Part 67 - Kisah Lalu 4
68 Part 68 - Haus Kasih Sayang
69 Part 69 - Punya Kakak?
70 Part 70 - Keluarga Baru
71 Part 71 - Menyesal
72 Part 72 - Ke Kantor
73 Part 73 - Bian Yang Dulu
74 Part 74 - Polisi
75 Part 75 - Keluar Sel
76 Part 76 - Mengamuk
77 Part 77 - Malam Ini
78 Part 78 - Mencari Perhatian
79 Part 79 - Ceraikan Bian
80 Part 80 - Menggoda
81 Part 81 - Merindukannya
82 Part 82 - Tamat Riwayatmu
83 Part 83 - Bukan Anak Kandung
84 Part 84 - Amnesia
85 Part 85 - Rasa Malu
86 Part 86 - Terlalu Baik
87 Part 87 - Wawan
88 Part 88 - Kakak
89 Part 89 - Jangan Pergi
90 Part 90 - Kejarlah Dia
91 Part 91 - Satu Titik Dua Koma
92 Part 92 - Mak Comblang
93 Part 93 - Akhir Bahagia
94 PROMO
95 PROMO
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Part 1 - Terpaksa Pergi
2
Part 2 - Kabur
3
Part 3 - Hilang
4
Part 4 - Kehidupan Una
5
Part 5 - Wanita Malam
6
Part 6 - Pelanggan
7
Part 7 - Kabur Bersama
8
Part 8 - Wanita Frustasi
9
Part 9 - Surat Perjanjian
10
Part 10 - Akting
11
Part 11 - Balas Budi
12
Part 12 - Berpikir Keras
13
Part 13 - Una
14
Part 14 - Bertemu Ziva
15
Part 15 - Meminta Bantuan
16
Part 16 - Aku Tertekan
17
Part 17 - Cincin
18
Part 18 - Sah
19
Part 19 - Mama
20
Part 20 - Pria Penguntit
21
Part 21 - Kasihan Sekali
22
Part 22 - Menginap
23
Part 23 - Test Pack
24
Part 24 - Cantik
25
Part 25 - Drama Pagi
26
Part 26 - Tampan Sekali
27
Part 27 - Janda?
28
Part 28 - Mas Dino
29
Part 29 - Mimpi
30
Part 30 - Jogging
31
Part 31 - Mas Bian
32
Part 32 - Bunda?
33
Part 33 - Tertekan
34
Part 34 - Begini Rasanya
35
Part 35 - Nama Yang Sama
36
Part 36 - Shoping
37
Part 37 - Aku Mau
38
Part 38 - Begitu Manis
39
Part 39 - Akan Menjebak
40
Part 40 - Kemari
41
Part 41 - Bianku
42
Part 42 - Saling Menjambak
43
Part 43 - Una Sayang
44
Part 44 - Tingkah Luna
45
Part 45 - Aku Tidak Ingat
46
Part 46 - Beristri Dua
47
Part 47 - Aku Mencintaimu
48
Part 48 - Begitu Lama
49
Part 49 - Bertemu Dino
50
Part 50 - Apa Kamu Merindukanku?
51
Part 51 - Harus Dibicarakan
52
Part 52 - Jadi Adik Saja
53
Part 53 - Ke Rumah Bunda
54
Part 54 - Mencari Tahu
55
Part 55 - Berpikir Begitu
56
Part 56 - Demam
57
Part 57 - Tidak ada informasi
58
Part 58 - Dia Anakku
59
Part 59 - Ke Pantai
60
Part 60 - Sepertinya Aku Salah
61
Part 61 - Una Anakku
62
Part 62 - Putri Kecil
63
Part 63- Maafkan Bunda
64
Part 64 - Kisah Lalu
65
Part 65 - Kisah Lalu 2
66
Part 66 - Kisah Lalu 3
67
Part 67 - Kisah Lalu 4
68
Part 68 - Haus Kasih Sayang
69
Part 69 - Punya Kakak?
70
Part 70 - Keluarga Baru
71
Part 71 - Menyesal
72
Part 72 - Ke Kantor
73
Part 73 - Bian Yang Dulu
74
Part 74 - Polisi
75
Part 75 - Keluar Sel
76
Part 76 - Mengamuk
77
Part 77 - Malam Ini
78
Part 78 - Mencari Perhatian
79
Part 79 - Ceraikan Bian
80
Part 80 - Menggoda
81
Part 81 - Merindukannya
82
Part 82 - Tamat Riwayatmu
83
Part 83 - Bukan Anak Kandung
84
Part 84 - Amnesia
85
Part 85 - Rasa Malu
86
Part 86 - Terlalu Baik
87
Part 87 - Wawan
88
Part 88 - Kakak
89
Part 89 - Jangan Pergi
90
Part 90 - Kejarlah Dia
91
Part 91 - Satu Titik Dua Koma
92
Part 92 - Mak Comblang
93
Part 93 - Akhir Bahagia
94
PROMO
95
PROMO

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!