"Tuan, anda sangat licik!" Una meremas tangannya sambil memegang surat perjanjian itu. Wajahnya sudah merah menahan amarah.
Pihak kedua wajib menuruti semua perintah pihak pertama. Jika pihak kedua menolak, maka dengan terpaksa pihak pertama akan mengembalikan pihak kedua ke tempat asalnya.
'Kenapa saat menandatanganinya aku tidak melihat tulisan ini.' Una sedikit menyesal tidak membaca semua isi perjanjian itu secara rinci. Saat itu pikirannya hanya bagaimana cara untuk lepas dari jerat Mami Lisa. Tapi ia kini malah terjerat dengan pria menyebalkan ini.
"Kita akan menikah 2 hari ke depan."
Una terpelongo, ia akan menikah dengan Bian 2 hari lagi.
"Tuan, apa tidak ada cara lain lagi? kenapa harus menikah?" Una tidak mau menikah dengan pria itu.
"Hanya dengan menikahimu Luna tidak akan mengejarku lagi." Jelas Bian yakin. "Aku sudah mengatakan pada kedua orang tuaku jika aku menghamilimu dan aku harus bertanggung jawab!"
"Ta-tapi-" Una bingung. Di satu sisi ia tidak setuju dengan rencana Bian, tapi jika ia menolak, Bian akan mengembalikannya ke Mami Lisa. Kenapa ia seperti barang yang dioper sana oper sini sih?
"Bagaimana? jika kamu menolak, aku akan mengantarmu malam ini juga ke Club malam itu!" ucapan penuh intimidasi Bian membuat Una jadi ciut.
Una merinding mendengar club malam. Ia tidak mau menjadi wanita malam.
"Berapa lama pernikahan itu?" tanya Una jadi pasrah.
"Sesuai perjanjian, sampai Luna meninggalkanku.Tapi kurasa 2 bulan cukup. Apa bisa wanita terus menyukai pria yang sudah beristri?" Bian meyakini seperti itu.
Una tampak berpikir, sejujurnya ia juga bingung. Andai ia punya uang yang banyak, ia pasti akan membayar semua hutang bu Ita. Dan ia juga tidak perlu sampai seperti ini.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Bian!" Teriak seorang wanita membuka pintu sangat kuat, hingga ruangan itu terasa bergetar.
"Ada apa?" tanya Bian ketus, Luna selalu suka seenaknya. Inilah yang membuatnya tidak bisa menerima wanita itu. Luna terlalu bar-bar dan kasar.
"Kenapa kamu menghamili wanita itu?" Tangisnya mulai terisak. Luna tidak pernah membayangkan Bian akan setega ini padanya.
"Kami melakukannya karena cinta, wajar saja jika ia sekarang hamil." Ucap Bian bicara dengan santai dan penuh keyakinan.
"Bian, kenapa kamu begitu tega padaku?" Luna memukuli tubuh Bian, pria itu pun menahan tangan Luna.
"Cukup, Lun! Hentikan semuanya! Carilah pria yang mencintaimu. Tolong lepaskan aku!" Ucap Bian yang sudah terlalu muak pada Luna.
"Aku tidak mau!!!" Teriak Luna frustasi. "Kenapa kamu tidak pernah melihatku? apa kurangnya aku, Bian?" Tangis Luna melemah menahan sesak di dadanya.
"Aku tidak mau tahu. Dia harus menggugurkan anak itu!" Ucap Luna kemudian dengan sorot mata membara.
"Itu anakku dan aku tidak akan menyuruhnya untuk menggugurkan anak kami!" Bian menatap tajam Luna, wanita yang terlalu keras kepala dan seenaknya saja.
"Bian, aku membencimu! Kenapa kamu tidak bisa mencintaiku?" Luna kembali mengamuk. Ia mencampakkan barang-barang di ruangan Bian. Melampiaskan kekesalannya pada barang-barang itu. Ia membuat ruangan Bian, jadi hancur berantakan.
Dan Bian hanya dapat menggeleng. Ia lelah sekali dengan Luna.
Sementara di parkiran mini market. Seorang pria berkaca di spion. Melihat apa penampilannya sudah oke. Adit turun dari mobilnya dan duduk di kursi yang berada di teras mini market. Ia ke tempat itu sengaja untuk bertemu dengan kakak cantik. Berharap wanita cantik itu juga ada di mini market tersebut.
'Kalau kita bertemu lagi, berarti kita jodoh, kak.' Adit tersenyum sendiri membayangkan ia dan wanita itu akan berjodoh. Ia tidak peduli walau Una lebih tua darinya. Banyak pasangan yang bahagia dengan pria yang lebih muda dari wanitanya.
Adit mendengus melihat panggilan masuk di ponselnya, mengganggu khayalannya saja.
"Kenapa, Bang?" tanyanya dengan nada sedikit kesal.
"Kamu di mana, Dit?"
"A-aku masih di sekolah, ada les hari ini." Bohongnya. "Ada masalah, Bang?"
"Biasa kakakmu. Ia mengamuk dan menghancurkan ruanganku." ucap Bian.
"Astaga!" Adit menepuk jidatnya. Tidak ada cerita lain, selain Luna yang mengejar-ngejar Bian.
"Adit, Luna pergi. Sepertinya ia akan ke apartemenku. Aku ada rapat penting. Jika terjadi sesuatu segera hubungi aku ya!" Pinta Bian kemudian.
"Oh, baiklah. Kebetulan aku juga ada di sekitar apartemennya Bang Bian."
"Bukannya tadi kata kamu mau masih les?"
"Hah itu, lesnya daerah sekitar sini." Adit memberikan alasan.
Dan selang beberapa waktu, Adit melihat mobil Luna memasuki pelataran apartemen Bian. Mobil itu terlihat asal tancap saja. Bisa membahayakan pengemudi bahkan orang lain.
'Kak Lun kak Lun... mau apa lagi sih?' Dengan terpaksa Adit mengikuti Luna.
Luna menggedor-gedor pintu dengan kuat, sambil berteriak-teriak. Ia tahu wanita itu pasti ada di dalam apartemen.
"Buka pintunya! Keluar kau wanita murahan!!!" Makian keluar dari mulut Luna sambil menggedor pintu.
"Kak... ayo kita pulang!" Adit akan menarik tangan sang kakak. Tapi Luna tetap menggedor-gedor pintu. Hingga membuat beberapa pemilik apartemen lain keluar. Merasa terganggu dengan suara yang sangat berisik itu.
"Ayo, kak!" Adit terpaksa menarik kakaknya dengan kuat. Sambil menganggukkan kepala seraya meminta maaf pada orang disekitar.
Adit berhasil juga membawa Luna, walau Luna terus menolak dan berusaha melepaskan tarikan Adit. Karena ia laki-laki jadi tenaganya cukup kuat dari Luna.
"Kau adik durhaka!!!" Bentak Luna ketika Adit telah mengunci pintu mobil. Hingga Luna tidak bisa membukanya.
Adit diam saja, ia mengambil ponsel dan menelepon Bian.
"Halo, tidak ada siapapun di apartemenmu Bang." Adu Adit.
"Benar, tidak ada siapapun. Wanitaku sedang keluar."
"Terus kenapa Bang Bian menyuruhku kemari?"
"Apa lagi coba? untuk menjaga kakakmu lah!" Jawab Bian dengan tenang.
Adit kesal, Bian sudah memutuskan panggilan teleponnya begitu saja. Tadi ia mengira akan menjadi penengah di antara Luna dengan wanitanya Bian. Karena ia juga penasaran melihat wanitanya Bian seperti apa, karena namanya sama dengan nama kakak cantik itu.
Jika tahu seperti ini, biarkan saja Luna menggedor-gedor apartemen Bian. Palingan juga security yang akan bertindak.
Adit menghela nafas pelan, gagal sudah ia mencari kakak cantik itu, hanya demi sang kakak yang keras kepala. Sudah ditolak sampai begitu, masih juga dikejar-kejar si Bian itu.
Sementara di sebuah toko perhiasan. Pegawai toko menyodorkan cincin pesanan Bian.
'Astaga, mataku.' Batin Una silau akan kilauan pancaran dari benda kecil itu.
"Tanganmu!"
Una melihat Bian dengan tatapan aneh.
"Kebanyakan mikir kamu." Bian meraih tangan Una dan memakaikan cincin itu di jari manis. Ia pun tersenyum. Cincin itu sangat cocok di jari Una.
Una menatap cincin itu, merasakan perasaan aneh yang menghinggapinya, tapi ia tidak tahu perasaan apa itu.
"Tuan, siapa yang akan menjadi waliku?" Tanya Una. Ia ingin tahu.
"Wali hakim."
"Ta-tapi."
"Wan sudah mencari informasi tentangmu atau orang tuamu. Tapi tidak ada menemukan informasi apapun sebelum kamu terdampar di pantai itu." jelas Bian.
Wajah Una jadi sedih. Bian tidak bisa menemukan informasi tentang orang tuanya. Padahal ia sangat berharap bisa bertemu dengan mereka. Ia begitu sangat merindukan orang tuanya.
Apa mungkin ia tidak akan bisa bertemu mereka lagi?
Mungkin saja, bahkan bayang-bayang wajah mereka mulai samar di ingatan Una.
"Kamu bisa terdampar di pantai, apa jangan-jangan kamu sejenis ikan duyung ya?"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ITU KK KANDUNG LO DIT...
2023-01-09
1