Una masuk ke dalam kamar diikuti Bian dari belakang.
"Tuan, kenapa anda mengikutiku?" tanya Una.
"Siapa yang mengikutimu? aku mau masuk ke kamarku." Jawab Bian dengan santai.
"Ini kamarku, Tuan. Kamar anda di ruang tamu!" tunjuk Una keluar.
"Ini kamar kita bersama. Apa kamu lupa kita sudah menikah? Lagian ini juga malam pertama kita." Bian sengaja menekankan perkataannya untuk menggoda istrinya itu.
Glek...
Una menelan salivanya dengan susah. "Tu-Tuan, tolong jaga sikap anda!"
Bian melangkah mendekati Una, membuat wanita itu melangkah mundur. "Jaga sikap seperti apa?"
Pria itu makin melangkah maju, membuat Una makin mundur teratur.
"Tu-Tuan, jika anda maju lagi aku akan berteriak nih!" Ancam Una dengan kegugupannya.
"Berteriaklah, bukankah itu semakin menantang." Bian sengaja mengedipkan matanya. Rasanya senang menggoda Una yang wajahnya sudah semerah kepiting rebus.
"Tuan, keluar dari kamarku!" Una mengalihkan wajahnya dan mendorong Bian keluar dari kamar. Ia mendorong dengan sekuat tenaga.
"Apa kamu tidak mau melakukan sesuatu di malam pertama kita?" tanya Bian yang masih saja terus menggoda Una.
Bugh... Pintu kamar langsung ditutup Una. Dan Pria itu menggelengkan kepala sambil tersenyum kecut.
Bian pun berbaring di sofa. Sesuai perjanjian ia hanya akan tidur di sofa. Mau pulang ke rumah orang tuanya, ia pasti akan dikuliti hidup-hidup.
"Ke mana dia?" Bian kembali memantau Una dari ponselnya. Wanita itu tidak ada di kamar, tapi tidak ada juga tanda-tanda Una keluar kamar. Apa Una di kamar mandi?
10 menit telah berlalu, tapi kamar itu tetap kosong. Kenapa Una tidak keluar-keluar dari kamar mandi?
Apa dia pingsan?
Atau tidur?
Sepertinya ia harus memasang CCTV di kamar mandi.
"Na-Una!" Bian pun mengetuk pintu kamar. Wanita itu mengunci kamarnya. Ia mengetuk-ngetuk sampai beberapa kali. Rasanya ingin mendobrak pintu ini saja.
Wanita itu pun membuka pintu. "Tu-Tuan, apa Tuan menyimpan pembalut?" Tanya Una menundukkan kepalanya. Ia malu sekali.
"Untuk apa aku menyimpan barang itu?" tanya Bian kembali sambil melihat Una. Wanita itu masih menundukkan kepala sambil memegang tangannya sendiri.
"Akan aku belikan!" Bian mengalah saat melihat kaki wanita itu mengalir darah. Ia paham dengan apa yang terjadi pada Una.
"Terima kasih."
Bugh...
Bian menghela nafas kasar, lagi-lagi wanita itu menutup pintu begitu saja.
Sementara Una merutuki dirinya. Ia bisa melupakan untuk membeli barang itu. Ia sangat malu sekali sekarang. Kalau bisa rasanya ingin mengubur diri saja.
Bian memegang ponselnya, pria itu sibuk dengan pemikirannya sendiri. Antara menyuruh Wan mencarikan barang itu atau menyuruh petugas apartemen membelikannya. Tapi yang dipusingkannya, apa yang harus dikatakannya untuk menyuruh mereka membeli barang itu?
'Astaga... kenapa serumit ini???'
Bian akhirnya memutuskan untuk pergi sendiri ke mini market. Ia berjalan masuk dan matanya melirik kanan kiri. Ia keliling mini market dan tidak menemukan barang itu.
'Di mana diletakkan?' Rasanya Bian ingin mengacak-acak mini market tersebut.
"Maaf, Mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanya karyawan mini market dengam sopan. Dari tadi ia melihat pria tampan ini hanya berputar-putar saja. Cukup mencurigakan, jangan-jangan seorang pengutil.
"Itu, saya cari itu." Jawab Bian bingung untuk mengatakannya.
Karyawan mini market melihat Bian bingung, tah apa yang mau dicari pria itu.
"Itu, itu pembalut," ucap Bian cepat.
"Oh di sini, Mas."
Bian pun mengikuti karyawan mini market tersebut. Sekarang ia mulai bingung, berbagai macam merek terpajang disana.
"Mau yang mana, Mas? ada panjang 23,26, 32. Yang wing atau non wing? day atau yang night," Karyawan mini market menawarkan beberapa merek pembalut.
'Astaga!!!' Bian membatin. Untung ia tidak menyuruh Wan atau yang lain. Pasti mereka akan banyak bertanya padanya.
Beberapa saat berlalu,
"Na!" Bian mengetuk pintu kamar. Ia pun menyerahkan 4 kantong plastik besar berisi pembalut. Una sampai terbengong menerimanya.
"Ke-kenapa sebanyak ini?"
"Aku tidak tahu biasa kamu pakai yang mana." Jawab Bian dan berlalu pergi ke ruang tamu. Rasanya ia ingin segera tidur.
Di kamar Una menghela nafas melihat berbagai pembalut yang diberikan Bian.
'Astaga, apa dia kira aku mau jualan?'
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Bian duduk di kursi meja makan sambil melahap sarapannya, seperti biasa sarapannya hanya sepiring nasi goreng. Ia menghela nafas, hanya itu yang bisa dimasak Una padahal ia sudah menunjukkan tutorial memasak.
"Na!" panggil Bian. "Tolong pakaikan dasiku!"
Una pun mendekati Bian dan memegang dasi tersebut. Lalu perlahan ia pun memakaikannya dan tak lama tersenyum, menatap dasi hasil karyanya.
"Una!" Bian menatap Una kesal, wanita itu langsung berlari ke dapur.
Wanita itu bukan memakaikan dasi dengan benar, melainkan memasangkan pita di leher kemejanya.
"Una, apa kamu pikir aku ini kado?"
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Una membersihkan rumah setelah Bian pergi bekerja. Saat sedang asyik membersihkan rumah diiringi suara musik, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Ia pun berlari setelah mematikan musik tersebut.
Una membuka pintu, ia mengira itu adalah Bian tapi ternyata bukan. Seseorang yang berdiri di depannya membuat Una sangat kaget.
"Tan-Tante?" ucap Una gugup melihat wanita paruh baya itu menatap lekat dirinya.
"Tante, silahkan masuk." Ucap Una dengan lembut dan sopan. Ia mempersilahkan.
Wanita paruh baya itu pun masuk ke apartemen, lalu duduk di sofa dan Una permisi ke dapur untuk membuatkan secangkir teh. Tak lama Una kembali dan meletakkan teh itu di atas meja.
Una pun duduk di sofa dengan menunduk. Perasaannya sangat canggung. Tidak tahu apa yang mau dikatakannya.
"Kamu sudah makan?" tanya Mamanya Bian dengan suara datar.
"Su-sudah, Tante." Jawabnya masih gugup.
"Bagaimana keadaan kandunganmu?" Mama ingin tahu.
Una amat terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia baru ingat Bian mengatakan kalau ia sedang hamil.
"Apa kamu sudah periksa ke dokter kandungan?" tanya wanita paruh baya itu kembali.
Una jadi bingung dan berpikir sesaat, untuk mengarang sebuah alasan yang masuk akal. "Nan-nanti Tante sama mas Bian."
"Oh." Mama menjawab dengan nada datar.
"Besok katakan pada Bian untuk datang ke rumah. Datanglah kalian berdua ke rumah. Ada hal penting yang mau kami bicarakan."
Tak ada yang mau dikatakan lagi. Wanita paruh baya itu pun pergi. Una mengantar sampai depan pintu.
Una mengambil ponsel di kamar dan menghubungi Bian. "Tuan, Mama anda datang kemari."
"Oh, lalu? apa kamu dikulitinya?" tanya Bian sambil menahan tawanya.
"Mama anda menyuruh kita untuk datang ke rumahnya besok." Una tidak mau menanggapi ocehan Bian yang menyebalkan.
"Ya sudah, besok kita akan pergi ke sana. Kamu persiapkan diri, kurasa Mama akan mengkuliti kita hidup-hidup!" Bian mulai menakuti Una.
Una yang kesal pun memutuskan panggilan telepon itu. Pria itu sekarang keseringan sekali membuatnya kesal.
Dari layar ponselnya, Bian melihat Una yang sibuk membersihkan apartemennya. Wanita itu begitu sangat rajin. Pantas saja apartemennya sangat bersih dan nyaman. Dulu Bian seminggu sekali baru memanggil petugas kebersihan, karena ia juga jarang tinggal di apartemennya.
'Apa dia mau mandi?'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Mirwani Adwa Azizah
Bian.. curang
2022-09-22
2