"Bian." Luna memeluk Bian, begitu pintu itu terbuka.
"Astaga... lepas, Lun!" Pria itu menjauhkan Luna, tapi wanita itu malah semakin erat memeluknya.
"Kak Lun, lepaskan bang Bian!" Adit juga membantu menarik tangan sang kakak.
"Bian," pelukan Luna akhirnya lepas juga, wajah wanita itu sudah basah oleh air mata.
"Mana wanita itu? aku akan menghajarnya!" Luna menepis tangan Adit dan melangkah masuk, ia membuka kamar untuk mencari Una.
"Di mana kau wanita jallang?" teriak Luna mencari di semua sudut kamar. Tapi tidak ada wanita itu. Di mana ia bersembunyi?
"Luna, apa yang kamu lakukan? keluar!" Bian pun menarik Luna, tapi wanita itu menepisnya.
Luna pun membuka lemari dan terdiam melihat isinya. Beragam baju tidur seksi tergantung di sana dan beberapa baju tidur pria juga ada. Ia menutup mulutnya, tidak menyangka Bian sudah sejauh itu dengan wanita malam tersebut.
'Wow...'
Jangankan Luna yang kaget, Bian sendiri saja juga tidak kalah kaget melihat isi lemari itu. Pasti Una yang membeli semua ini. Tapi kapan? saat itu mereka bahkan tidak singgah ke toko baju tidur.
"Keluarlah, Luna! Kamu mengganggu privasi orang!" Bian juga mengisyaratkan Adit untuk membawa Luna keluar.
"Kak Lun, ayo kita pergi dari sini! Sudahlah lupakan saja bang Bian." bujuk Adit menarik sang kakak.
"Aku membencimu, Bian! aku sangat membencimu!!!" Luna langsung melangkah pergi setelah mengatakan itu.
'Bagus.'
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Aku haus!" ucap Luna sambil mengusap air matanya. Menangis membuat tenggorokannya kering.
Adit menepikan mobil di depan sebuah mini market. Ia membuka sabuk pengaman sambil melihat Luna.
"Kak Lun, tidak ikut?" tanyanya.
"Aku di sini saja!"
Adit tampak berpikir, sang kakak moodnya sedang kacau. Ia takut Luna berbuat yang tidak-tidak.
"Pergilah, aku tidak akan kemana-mana. Aku kan menunggumu di sini!" Luna menaikkan nada bicaranya. Ia tahu apa yang dipikirkan adiknya.
"Baiklah, aku akan cepat." ucap Adit yang tetap membawa kunci mobil, agar Luna tidak bisa mengemudi sendiri. Menghindari bahaya yang mungkin akan terjadi.
Dengan langkah cepat Adit masuk ke dalam Mini Market, menuju chiller lalu mengambil 2 botol minuman. Ia juga mengambil coklat, katanya coklat bisa merubah mood.
Adit meletakkannya di meja kasir. Ia akan mengambil dompet di sakunya, tapi tidak ada. Ia pun menepuk-nepuk semua kantung celananya, dan tidak menemukan dompetnya juga. Mungkin saja dompet itu ketinggalan di rumah atau mungkin ia telah kecopetan.
"Mbak, sekalian hitung saja ini." Ucap seorang wanita kepada kasir.
Adit berbalik dan terpaku melihat wanita itu.
'Astaga... apa ini bidadari?' Adit melihat kaki wanita itu, masih menginjak tanah ternyata.
"Tidak usah kak, sepertinya dompetku ketinggalan di rumah." Ucap Adit tidak kedip menatap wanita di hadapannya itu.
"Sudah tidak apa kok. Mbak,tolong digabung saja." Ucap wanita itu dengan senyuman yang membuat hati Adit jadi meleleh.
"Bagaimana aku bisa membalas kebaikan kakak?" tanya Adit modus berharap wanita itu memberinya nomor ponsel.
"Sudah tidak apa." Una tidak masalah.
"Kalau begitu siapa nama kakak cantik?" tidak dapat nomor ponsel, minimal ia tahu nama kakak cantik ini yang telah berbaik hati padanya.
"Una." jawabnya.
"Aku Adit. Baiklah kak Una, jika kita bertemu lain waktu, aku pasti akan mentraktir kakak." Ucapnya kemudian. Ia harus berterima kasih.
Una mengangguk sambil tersenyum. Adit pun pamit setelah berterima kasih. Ia ingat Luna sendirian di dalam mobil.
'Semoga aku bisa bertemu kakak cantik itu lagi.' harap remaja laki-laki itu.
"Kenapa lama? ngapain sih kamu?" Luna membuka botol minum dan menenggak air botol hingga habis.
"Biasalah kak Lun. Ngantri lho!" Alasan Adit.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Una memasukkan bahan makanan yang dibelinya ke lemari pendingin. Ada juga sebagian diletak di lemari. Dalam freezer ia meletakkan es krim yang juga sempat dibelinya.
"Hei,"
Una tersentak kaget Bian sudah di sampingnya saja. "A-ada apa, Tuan?"
"Kapan kamu beli pakaian itu?" tanya Bian penasaran.
"Pakaian?" Una tampak bingung, pakaian apa yang dimaksud Bian.
"Itu pakaian di lemari. Pakaian menggoda iman." Ledek Bian.
"I-itu-" Una pun mengerti pakaian apa yang dimaksud Bian sekarang.
"Aku pesan online. Kita kan harus berakting meyakinkan. Jadi aku pesan seperti itu, supaya jika Luna melihatnya, mungkin wanita itu akan berpikiran jauh." Ucap Una mengutarakan pemikirannya.
"Berpikir jauh bagaimana?" tanya Bian seolah tidak mengerti. Sejauh mana pikirannya.
"Se-seperti itu, Tuan."
"Seperti apa?" Bian seperti sengaja bertanya kembali.
"Sama seperti apa yang anda pikirkan, Tuan. Saat anda menyewa wanita dari Club malam." Ucap Una akhirnya. Pasti Bian mengerti.
"Apa kamu memakai pakaian itu saat tidur?" Bian mengalihkan pertanyaannya. Ia jadi penasaran.
Una mendelik mendengar pertanyaan Bian, pria itu tampak menahan tawanya.
"Aku tidak memakai pakaian seperti itu, Tuan!" sanggah Una tidak terima.
"Oh ya, apa berarti kamu tidak memakai pakaian saat tidur?" tanya Bian dengan wajah yang mulai menyebalkan.
"Tuan, tolong jaga ucapan anda!" Una pun pergi meninggalkan Bian, pria itu malah tertawa puas. Menyebalkan sekali.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Bunda... Bian jahat, Bunda." Tangis Luna sambil memeluk sang Bunda erat.
Wanita paruh baya itu menepuk-nepuk punggung sang anak,sambil matanya menatap Adit.
"Biasa bang Bian, Ma." Ucap Adit tanpa suara hanya menggerakkan bibir saja.
Wanita paruh baya itu menghela nafas, ia tahu putrinya begitu tergila-gila pada Bian. Semacam cinta bertepuk sebelah tangan.
"Kamu mau Bunda kenali sama anak teman ayah?" Bunda tidak mau Luna terus berharap pada Bian.
"Bunda, aku cuma mau sama Bian! Titik tidak mau yang lain!" Luna masih bersikeras dengan tujuan hidupnya. Apalagi tujuan hidupnya jika bukan menikah dengan Bian.
"Bunda, Bian jahat! Dia sekarang punya sugar Baby. Sugar babynya itu wanita dari Club malam dan sekarang wanita itu tinggal di Apartemen Bian, Bunda." Adu Luna sambil menangis. Ia sudah bisa membayangkan Bian dan wanita itu pasti telah melewati malam panas yang bergairah. Membayangkannya saja membuatnya sangat kesal.
"Sudahlah, sayang. Lupakan saja Bian, lepaskan dia. Bunda yakin kamu pasti akan bertemu dengan pria yang mencintaimu." Bunda menasehatinya.
"Aku maunya Bian! Aku tidak mau yang lain. Aku cuma mau Bian! Aku mau Bian, Bunda! Cuma Bian, Bunda!!!" Potong Luna dengan tangisnya yang kencang. Ia tidak bisa melepaskan Bian. Pria itu harus menjadi miliknya apapun ceritanya.
Bunda dan Adit hanya saling melirik. Luna sangat sulit dinasehati. Apapun yang menjadi keinginannya harus tercapai.
"Bunda, aku tidak bisa melepaskan Bian dengan wanita seperti itu. Dia bukan wanita baik-baik, Bun. Wanita itu sangat menjijikkan, Bunda. Ia sudah banyak berhubungan dengan berbagai pria. Aku tidak rela Bian dengan wanita seperti itu." Jelas Luna tidak terima. Bian lebih memilih wanita seperti itu daripada dirinya.
"Aku tidak akan membiarkan wanita bernama Una itu bersama Bianku. Awas kau Una!!!" Luna meremas tangannya. Matanya memancarkan emosi yang begitu membara.
'Una? seperti nama kakak cantik itu.' pikir Adit.
'Una.?' Bunda merasa aneh dengan nama itu.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments