"Papa, mama. Dinda tidak mau!" teriak anak bu Ita saat beberapa pria tegap memeganginya.
"Tolong, lepaskan putriku!" isak Bu Ita akan menolong anaknya dari pria-pria sangat itu.
"Tolong, lepaskan dia! Aku akan membayar hutangku besok!" Ucap Pak Izal, suami Bu Ita.
Pak Izal memegangi kaki seorang wanita berambut pirang, yang melihatnya dengan tatapan jijik.
"Jauhkan tanganmu dari kakiku!" Ia menghardik sambil menghempas kakinya.
"Hei... besok, besok, besok! Hutangmu sudah menumpuk. Kau hanya bisa bilang besok besok besok!" Wanita yang terkenal dengan panggilan Mami Lisa tersebut menoyor kepala Pak Izal.
"Kau tidak bisa membayar hutangmu, jadi biarkan putrimu yang membayarnya." Tawa Mami Lisa.
"Tidak!!! aku tidak mau!!!" teriak Dinda histeris, ia tidak mau jadi pembayar hutang papanya yang seorang tukang judi.
"Tolong, jangan bawa putriku! bawa aku saja, aku bisa melakukan apapun!" Bu Ita mengiba. Sebagai ibu, ia tidak mau putri kandungnya menjadi wanita malam hanya untuk melunasi hutang suaminya yang tidak berguna.
"Jangan, bawa aku saja! Aku yang berhutang bukan mereka. Aku yang akan menanggungnya!" Pak Izal juga tidak mau istri dan putrinya yang menanggung semua.
Mata mereka pun tertuju pada seseorang yang baru masuk rumah. Wajah Una tampak bingung melihat keramaian di rumah itu.
"Dia! bawa dia saja!" Tunjuk Bu Ita cepat.
Wajah Una tampak bingung kenapa ia ditunjuk begitu. Sementara Mami Lisa melihat Una dari atas hingga atas lagi.
'Harganya ini pasti tinggi. Boleh juga.'
Mami Lisa pun mengisyaratkan pada anak buahnya.
"Lepaskan aku! Pak, buk, apa yang terjadi? kenapa mereka memegangiku?" tanya Una tidak mengerti.
"Kami sudah menyelamatkanmu dan kau harus membalas budi. Jadi pergilah dengannya. Menurut lah apapun yang dikatakannya!" ucap Bu Ita. Ia akan mengorbankan Una saja, wanita yang hidup sebatang kara. Jika Una menghilang, tidak ada juga yang mencarinya.
"Aku sudah bekerja untuk kalian bahkan gajiku juga kalian ambil. Aku tidak mau ikut mereka!" Una mencoba melepaskan diri, tapi pegangan pria-pria itu lebih kuat.
"Lepaskan aku!!!" Teriak Una.
"Jika kau mau aku melepaskanmu, bayar sekarang hutangnya!!!" Bentak Mama Lisa menunjuk Pak Izal.
"Kenapa kalian membawaku? yang berhutang pak Izal bukan aku!" Air mata Una sudah jatuh membasahi pipinya.
"Bawa dia!!!" Pinta Mami Lisa.
"Pak, buk!!! tolong, lepaskan aku!!!" Una mengiba minta dikasihani, tapi bu Ita tidak menghiraukan malah memeluki putrinya yang begitu ketakutan.
Pak Izal dan Bu Ita tidak memperdulikan Una yang menangis minta diselamatkan. Sekarang yang penting putri kandungnya sudah selamat.
Mami Lisa membawa Una ke Club malam miliknya. Una bergidik ngeri berada di sana. Wanita-wanita di tempat itu memakai pakaian kurang bahan dan bermanja pada pria-pria hidung belang berwajah mesum.
"Kau istirahat malam ini. Besok malam aku akan menawarkanmu. Dan kau harus melayani mereka sampai puas!"
"Buk, a-aku bisa bekerja tapi jangan suruh aku melayani mereka."
"Kerja apa?" Cibir wanita berlipstik merah cerah itu.
"A-aku bisa menyapu dan membersihkan seluruh tempat ini. Anda tidak perlu membayar gajiku."
"Cih, mau sampai kapan uangku kembali!"
"Bukan aku yang berhutang pada Ibu, kenapa harus aku yang membayarnya?"
"Jaga dia. Jangan sampai ia kabur!" Mami Lisa tidak mau lagi berdebat. Banyak urusannya.
Ajudan mengangguk dan memasukkan Una ke dalam kamar lalu mengunci pintu kamar. Ia akan berjaga di depan pintu kamar agar wanita itu tidak bisa kabur.
"Hei, buka pintunya!!!" Una menggedor-gedor pintu kamar. Ajudan itu tidak bergeming, duduk santai di depan kamarnya.
Lelah setelah berteriak. Una memilih membaringkan tubuhnya di atas kasur. Air mata membasahi wajah cantik itu.
'Ayah, bunda. Kenapa hidupku seperti ini? bisakah kalian menolongku? aku sangat takut.' Una menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dada ini terasa begitu sesak sekarang.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Di pagi yang cerah, suara deringan panggilan masuk bergema di sebuah kamar hotel. Terlihat seorang pria menenggelamkan kepalanya dengan bantal.
Panggilan itu terus berdering dengan terpaksa ia bangun dan melihat siapa penelepon yang sudah mengganggunya sepagi ini.
"Dia lagi!" Pria itu melemparkan kembali ponsel ke bantal melihat nama penelepon JANGAN DIANGKAT.
Ia memilih berbaring kembali menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Tak lama ponselnya hening. Tidak ada panggilan masuk. Pria itu bernafas lega. Wajahnya seketika berubah saat ponselnya berdering lagi.
Dengan malas melihat penelepon. Ternyata IBU SURI yang menelepon. Harus segera diangkat, ia bisa dikutuk jadi batu.
"BIAN!!!"
Suara menggelegar dari seberang sana. Pria itu sampai menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Ya, Ma."
"Kenapa kamu tidak angkat telepon Luna?"
"Malas, Ma."
"Kamu!!! cepat kamu angkat telpon dia! Kasihan dia kecarian kamu!"
"Tapi, Ma-"
"Tidak ada tapi-tapi. Ingat kita berhutang budi pada keluarga mereka-"
"Baik yang mulia." Bian dengan cepat memutuskan sambungan telepon. Ia pusing dengan wanita yang bernama Luna.
Bian Arkana, pria tampan dengan tubuh proporsional itu adalah CEO perusahaan ARKANA GROUP. Perusahaan warisan keluarganya. Di usianya yang sudah menginjak 30 tahun, pria tampan itu belum menikah. Bukan karena tidak laku, melainkan karena diganggu.
Setiap ia mencoba dekat dengan wanita. Luna, anak teman papanya dan juga tetangga sebelah rumah selalu menghancurkan PDKTnya. Wanita bernama Luna itu dari zaman ingusan begitu sangat tergila-gila padanya.
Keluarga mereka berniat menjodohkan, tapi Bian selalu menolak. Papa dan mama selalu memaksanya karena mereka terhutang budi pada keluarga Luna. Dulu Ayahnya Luna yang membantu papanya saat terpuruk.
Untung saja ia adalah seorang pria yang harus mengucapkan kata saya terima nikahnya terlebih dahulu. Jika ia wanita, mungkin ia sudah menikah dengan sangat terpaksa.
"Hmm." Bian terpaksa mengangkat telepon Luna.
"Bian, kenapa kamu tidak angkat teleponku?" tanya wanita dari seberang sana.
"Ada apa?" Tanya Bian dengan suara datar.
"Kamu di mana?"
"Di hotel. Kamu menganggu kesenanganku dengan wanitaku."
Luna malah tertawa mendengar ucapan Bian. "Bian-Bian, aku paham kamu. Kamu tidak akan berani berbuat seperti itu!"
Benar yang dikatakan Luna, Bian tidak berani seperti itu. Di hotel ini ia sendirian dan tidak ada wanita.
"Aku sedang bersama wanita simpananku." Bian berbohong meyakinkan Luna lagi.
"Sudahlah. Kapan kamu pulang? kamu harus datang saat aku wisuda nanti."
"Baiklah, aku akan membawa wanita simpananku." Ucap Bian kesal seraya memutus panggilan teleponnya.
Setiap Luna menelepon, Bian selalu beralasan sedang bersama wanita simpanannya. Sengaja seperti itu agar Luna menjauhinya dan menganggap ia adalah pria cassanova. Tapi sayangnya wanita keras kepala itu tidak pernah percaya. Luna sangat tahu bagaimana didikan keluarga Arkana, yang tidak memperbolehkan hamil di luar nikah.
Bian menghela nafas sambil berpikir. Ia pun mengambil ponselnya.
"Wan, carikan saya seorang wanita-" Pria itu menelan salivanya dengan susah. Selama ini ia tidak pernah berhubungan dengan wanita malam.
Tapi Bian sudah merencanakan sesuatu agar Luna segera menjauh darinya.
"Carikan wanita malam yang muda dan cantik. Bawa ia ke kamar saya jam 10 malam."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
sherly
komplit banget sih penderitaan si Una nih Thor
2024-06-30
0