"Jadi begitu, Va." Ucap Una setelah menceritakan apa yang telah dilaluinya pada Ziva.
Mereka sekarang berada di sebuah rumah kos-an kecil, dengan fasilitas yang seadanya.
"Una-Una!" Ucap Ziva lirih sereya mengelus pundak temannya. Mungkin kalau ia diposisi Una, bunuh diri jalan yang terbaik.
"Sudah kamu jangan sedih lagi. Kita harus buka lembaran baru. Oh iya, ini!" Ziva menyerahkan pada Una sebuah kartu atm.
"Apa ini, Va?" Una tampak bingung.
"Selama ini uang yang kau simpan padaku, aku simpan di situ. Pinnya tanggal lahirku."
Una menyerahkan kartu atm-nya kembali. "Kau saja yang pegang. Kita pakai untuk bayar sewa kost."
"Sewa kost sudah aku bayar sampai 3 bulan mendatang. Sudah kau tenang saja, Na. Itukan tabunganmu selama ini, kau bisa membeli pakaian atau ponsel. Jadi kita bisa berkomunikasi." Saran Ziva.
"Baiklah." Una tampak senang. Dengan uang dalam kartu itu ia akan membeli ponsel dan makanan yang enak yang akan mereka makan bersama.
"Aku pergi sebentar ya, Na. Ada janji. Besok aku baru menemanimu shoping. Selama aku pergi kau jangan kemana-mana. Kalau beli makanan yang sekitar sini saja. Aku takut kau nyasar."
"Iya." Una mengangguk nurut. "Kau mau ke mana?"
"Ada yang nawari kerja. Nanti kalau aku sudah bekerja, aku akan mencarikanmu pekerjaan juga."
"Ziva!" Una pun memeluk teman satu-satunya itu. Teman yang selalu ada untuknya.
Siang itu Una lapar, ia pun keluar kost menuju rumah makan yang tidak jauh dari kost-annya. Ia membeli nasi bungkus dan membayar dengan uang yang diambilnya dari Bian.
Saat berjalan pulang, ia melihat sekumpulan orang dan ia langsung berlari. Tapi dengan mudah Una tertangkap.
"Beraninya kau kabur!"
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Untuk pernikahan kita nanti, kamu mau pakai konsep yang mana?" tanya seorang wanita berambut panjang sebahu, menunjukkan beberapa foto konsep pernikahan.
Bian membuang nafas dengan pelan, ia sekilas melirik sang mama yang duduk memantaunya. Wanita paruh baya itu mengisyaratkan sang anak untuk merespon.
"Yang mau menikah siapa?" tanya Bian dengan sinis.
"Bian!" Mama membulatkan matanya.
"Kita." Jawab Luna dengan bahagia.
"Kita? dengar ya pernikahan itu atas dasar saling mencintai-"
"Tapi aku mencintaimu." Jawab Luna cepat.
"Aku yang tidak mencintaimu."
"Akan ku buat kamu mencintaiku!"
"Hello, sadarlah. Seleraku itu bukan kamu." Cibir Bian. Ia sama sekali tidak menyukai Luna.
"Bian!" Kompak Mama dan Luna berucap.
Pria tampan itu meletakkan telunjuk di bibirnya. Seolah mengatakan jangan berisik, ia akan mengangkat panggilan telepon.
"Halo, Wan."
...
"Hmm." Wajahnya tersenyum sedikit. "Baiklah, aku akan ke sana." Bian menutup panggilan teleponnya.
"Siapa?"
"Simpananku." Ucap Bian seraya melangkah pergi.
"Tante!" Luna menatap wajah Mama dengan mimik sedih.
Sementara Mama memijat pelipisnya. Sulit sekali buat Bian menurut.
Beberapa saat kemudian, Bian turun dengan pakaian santai. Memakai celana jeans panjang berwarna biru dengan kaos hitam berlengan panjang.
"Kamu mau ke mana?" tanya Luna melihat pria tampan yang begitu sangat wangi. Mungkin sebotol parfum yang disemprotnya.
"Kencan." Jawabnya santai.
"Bian!" Mama ikut memanggilnya. Tapi sang anak berlalu pergi mengacuhkan panggilannya.
"Tante, aku harus pergi!" Luna pun berpamitan, ia harus segera mengikuti Bian. Tidak memperbolehkan Bian dekat dengan wanita lain.
Mobil melaju sedang membelah jalanan. Dari spion Bian tersenyum. Ada mobil yang mengikutinya dari belakang, siapa lagi kalau bukan Luna.
Bian masuk ke lobi apartementnya. Ekor matanya bisa melihat Luna yang mengendap-endap mengikutinya. Ia langsung menuju lift di mana apartemennya berada.
Saat akan masuk,
"Bian!"
"Apa lagi sih?" tanya Bian tidak senang. Luna menghalanginya untuk masuk ke apartemennya.
"Kamu pasti berbohongkan?"
Bian mengerutkan keningnya. "Untuk apa?"
Luna mendengus. Bian sudah tahu jawabannya, tapi pria itu masih saja bertanya.
"Bian, kenapa kamu begini? apa sulitnya kamu nerima aku. Dari pada mencari wanita-wanita tidak jelas!"
Bian melipat tangannya di dada. "Pergilah segera! Wanitaku akan segera datang. Tolong, jangan mengganggu malam indahku." ia langsung masuk dan menutup pintu. Tidak peduli Luna yang menggedor-gedor pintu.
'Bian, aku tidak akan melepaskanmu!" Luna meremas tangannya merasa geram.
Saat ia akan berjalan pulang, di lorong hotel ia melihat Wan datang dengan beberapa pria bertubuh kekar, seorang wanita berambut pirang. Dan satu lagi wanita cantik dengan pakaian yang begitu terbuka.
Luna tetap berdiri melihat. Ia ingin tahu apa Bian benar-benar membooking seorang wanita.
"Jangan berani kabur lagi. Atau aku akan membuatmu menjadi wanita malam selamanya!" Bisik Mami Lisa mengancam.
Una hanya bisa diam dan pasrah. Untuk bebas ia harus melayani 10 pelanggan. Baru kabur dari pelanggan pertama saja, Mami Lisa begitu mudah menemukannya. Mau lari ke manapun, ia pasti akan tertangkap juga.
"Kami akan memantau sekitar apartemen, untuk memastikan wanita ini tidak kabur lagi. Sekali lagi tolong maafkan kejadian semalam."
Wan mengangguk dan menyuruh Una segera masuk ke dalam.
Una kini duduk di sofa dan seorang pria menatapnya. Una hanya menundukkan kepala.
"Ke mana kamu semalam? kabur?"
Una tetap diam tidak merespon. Menggenggam kedua tangannya yang tampak gemetaran.
"Kamu telah mencuri uangku dan juga jasku. Aku bisa melaporkanmu pada polisi." Bian sengaja menekan Una yang wajahnya tampak pucat.
"Apa salahku? kenapa kalian semua jahat? orang itu yang berhutang dan aku yang harus membayar dengan tubuhku. Bahkan ia begitu melindungi putrinya, hingga menggantinya dengan aku!"
Air mata Una sudah berlinang, rasanya dada ini begitu sesak. Ia ingin berteriak dan memaki orang.
"Tuan, bisakah anda membunuhku?"
Mata Bian membelalak mendengar ucapan wanita yang begitu frustasi. Pria itu segera mengejar Una yang berjalan menuju dapur.
"Apa yang kamu lakukan?" Bian menepis saat tangan Una akan mengambil pisau.
"Biarkan aku mati sekarang. Aku tidak mau jadi wanita malam. Aku tidak mau melayani 10 pria!!!" Una terisak-isak dan tubuhnya terhuyung. Kakinya gemetaran tidak sanggup menopang tubuhnya.
"Sudahlah, kamu istirahat saja." Bian pun menggendong Una, membawa ke kamarnya. Ia jadi sedikit merasa kasihan. Baru kali ini melihat ada wanita sefrustasi ini.
Setelah menyelimuti wanita yang tampak diam saja, Bian pun keluar kamar. Ia menelepon Wan.
"Wan, cari tahu tentang wanita malam yang bersamaku segera!" Pintanya.
Tak lama Wan menelepon kembali.
"Nona itu bernama Una. Tidak diketahui asal usulnya. Keluarga yang tinggal dengan Nona Una menemukannya terdampar di pinggir pantai dan mereka menyelamatkannya. Selama tinggal, Nona Una dipaksa untuk melakukan pekerjaan rumah. Saat sudah bekerja, mereka mengambil semua gajinya. Keluarga itu terlibat hutang dengan rentenir dan menjadikan Nona Una sebagai penebus hutang. Nona Una harus melayani 10 pelanggan untuk dapat melunasi hutang dan bisa hidup bebas." Wan menjelaskan panjang lebar semua info yang didapatnya dan Bian mendengarkan dengan serius.
"... Dan anda adalah pelanggan pertamanya." Timpal Wan kemudian.
Bian mengangguk mengerti, "Terima kasih." ia pun menutup panggilan.
Pria itu kembali lagi ke kamar, ia ingin melihat wanita malam itu. Dan alangkah terkejutnya ia sangat melihat Una.
"Hei, kamu!!!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Eka Yuliana
bukannya mrk sdh sampe jakarta ya?kok mudah banget mami lisa nangkep una
2024-10-24
0
sherly
gercep juga si wan nih ..
2024-06-30
0
Gadis23
mampir lagi Thor 🥰
2022-05-16
0