Segelas teh hangat pesanan Diana dan es jeruk peras pesanan Guntur diletakkan ibu Sri di atas meja. Mata ibu Sri melirik ke arah Diana.
Gadis ini berbeda dengan beberapa gadis yang sering diajak Guntur makan di warungnya. Terlihat lebih sopan dan agak pendiam.
"Namanya Diana bu," Guntur menangkap tanya dimata ibu angkatnya.
Sambil menyeruput es jeruk perasnya Guntur memperkenalkan Diana kepada ibu angkatnya itu.
"Oh..Diana toh namanya," ibu Sri tersenyum seraya melirik ke arah Guntur.
Diana berdiri sejenak dan menjabat tangan ibu Sri.
"Diana..," ucap gadis itu memperkenalkan diri.
Setelah menjabat tangan ibu Sri, Diana kembali duduk dan menikmati makan siangnya.
"Pacarmu toh mas?" tanya ibu Sri lagi dengan logat jawanya yang medok.
"Iya bu," jawab Guntur spontan.
Huk...Diana tersedak.
Sontak gadis itu menoleh ke arah laki-laki yang duduk disampingnya. Diana terbatuk-batuk, tidak menyangka jawaban spontan seperti itu yang keluar dari mulut Guntur.
Buru-buru ibu Sri memberi Diana segelas air putih. Matanya mendelik kearah Guntur seolah menegur anak angkatnya itu. Keduanya tertawa lepas.
"Nggak bu, nggak. Saya bukan pacarnya," jawab Diana, buru-buru meralat pernyataan Guntur.
Mata gadis itu memerah karena kepedesan akibat keterkejutannya tadi. Diteguknya segelas air putih yang diberikan ibu Sri.
Ibu Sri tertawa. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda.
"Bentar lagi juga bakal jadi pacarku bu," jawab Guntur lagi tanpa memperdulikan protes Diana.
" Maaaas... ," Diana berteriak pelan sambil mencubit gemas pinggang laki-laki itu.
Guntur tertawa. Spontan digenggamnya tangan Diana. Mata laki-laki itu lekat memandang gadis disampingnya.
"Aku serius An," Bisik Guntur pelan ditelinga Diana.
Wajah Guntur hampir menyentuh pipi gadis itu. Diana terkesima. Tidak pernah dirinya sebegitu dekat dengan seorang laki-laki seperti saat ini.
Ada rona merah yang tiba-tiba menyembur di wajah cantiknya.
Buru-buru Diana menarik wajahnya menjauhi wajah Guntur. Laki-laki itu tersenyum lembut, melepaskan genggaman tangannya dan kembali melanjutkan makan siangnya.
Diana terdiam. Gadis itu larut dalam pikirannya sendiri. Berbagai perasaan berkecamuk di benak Diana. Sementara laki-laki yang duduk disampingnya juga diam.
Sejenak Diana menghentikan suapannya, menyeruput teh hangatnya dan mencoba meneruskan makan siangnya.
Namun peristiwa barusan membuat nafsu makan gadis itu tiba-tiba saja hilang. Didorongnya piring berisi nasi dan pecel ayam yang baru habis separuh ke tengah meja.
Gadis itu bermaksud berdiri dan pergi ketika Guntur menggenggam tangannya dan menyuruh Diana untuk duduk kembali.
"Makan dulu An, nanti kamu sakit. Lagian makananmu masih banyak. Mubazir kalau ga dimakan," ujar Guntur mencoba membujuk gadis itu untuk duduk.
Ibu Sri terlihat memperhatikan keduanya.
Melihat itu, Diana akhirnya duduk kembali. Namun nafsu makannya sudah terlanjur hilang membuat gadis itu hanya duduk terdiam tanpa melanjutkan makan siangnya lagi.
"Ga usah dipikirin kata-kataku tadi," ucap Guntur akhirnya.
Diana terdiam. Entah perasaan apa yang dirasakan Diana saat itu. Disatu sisi Diana merasa beruntung dan suka diperhatikan oleh Guntur dengan perhatiannya serta tingkah polahnya yang kadang lucu dan nakal.
Namun disisi lain, keraguannya terhadap status laki-laki itu membuat Diana bimbang.
"Makanlah An," suara lembut Guntur kembali mengejutkan Diana.
Laki-laki itu kembali membujuk Diana.
"Nggak mas, aku sudah kenyang," ucap Diana pelan.
Diteguknya teh manis yang masih hangat hingga tandas tak bersisa. Guntur secara diam-diam memperhatikan sikap Diana. Gadis itu mencoba meredam debar aneh didadanya.
Diana tidak mengerti apa arti debaran yang tiba-tiba dirasakannya.
Apa mungkin, aku juga menyukai mas Guntur ?, batin Diana gundah.
Suapan terakhir telah diselesaikan Guntur. Ia kemudian berdiri menghampiri ibu Sri, terlihat membisikkan sesuatu dan kembali duduk, kali ini dihadapan Diana. Ruangan warung terlihat sepi. Hanya tersisa Diana dan Guntur.
Ibu Sri terlihat meninggalkan warung setelah terlebih dahulu menutup pintu warung dan mengganti papan bertulis open dengan bagian lain bertulis close.
"Mas, kenapa ibu Sri pergi....dan..dan.. kenapa warungnya ditutup?" Diana terpaku, wajahnya berubah pias.
Ada ketakutan yang membuat Diana sulit untuk berkata-kata.
Guntur Pramudya menatap lekat bola mata Diana, mencoba mencari sesuatu yang diinginkannya disana.
Laki-laki itu mendorong kursinya lebih dekat ke arah Diana. Digenggamnya tangan Diana yang mulai terasa dingin.
Diana membeku, wajahnya semakin pucat. Gadis itu mencoba melepas genggaman hangat tangan Guntur.
"Aku mencintaimu Diana Aprilia," ucap Guntur pelan, namun begitu jelas terdengar ditelinga Diana.
Gadis itu terpana. Debaran dihati Diana semakin jelas dirasakannya.
Ap..Apaa..? Apa aku tidak salah dengar , pekik hati Diana.
Kedua lutut gadis itu melemas, membuat Diana tak mampu berdiri apalagi pergi menghindari laki-laki itu.
"Aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu di cafe raminah, Sejak itu aku ingin memilikimu", lanjut Guntur mengungkapkan isi hatinya kepada gadis itu.
Tidak perduli gadis mungil dihadapannya sudah tak mampu berkata apa-apa lagi.
Diana mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. mencari kata-kata yang tepat yang diharapkannya bisa membebaskan dirinya dari situasi ini.
"Ti..tidak mungkin mas. Ki...kita baru beberapa kali bertemu. Ba..bagaimana mungkin mas bisa langsung jatuh cinta ke ..kepada saya?" terbata-bata Diana menjawab laki-laki itu.
Diana beringsut mundur ketika Guntur memajukan kursi yang didudukinya, semakin mendekati Diana. Tak terasa kini Diana terpojok diantara tubuh Guntur Pramudya dan dinding di belakangnya. Diana pasrah.
"Jadilah pacarku Diana Aprilia," bisik Guntur lembut.
Bergidik tengkuk Diana. Kedua matanya terpejam. Terasa desah napas Guntur menyentuh wajah gadis itu.
Allah..bantulah aku, pekik Diana membatin.
Diana kaget ketika tangan Guntur menyentuh pipinya.
Tepat disaat itu, sebuah suara terdengar di depan pintu warung. Suara ibu Sri. Diana menarik napas lega.
Alhamdulillah..aku selamat, pekik Diana girang.
Mata gadis itu masih tertutup rapat ketika secara refleks, Diana memajukan tubuhnya kearah depan. Tak disadari gadis itu kalau wajah Guntur masih begitu dekat dengan wajahnya.
Dan..sontak bibir lembut gadis itu menyentuh bibir laki-laki dihadapannya. Kedua bola mata Diana terbuka lebar menyadari ada sesuatu yang menyentuh bibirnya. Bibir Diana yang agak terbuka karena kaget membuat Guntur Pramudya tak sanggup lagi menahan gejolak hatinya. Dikecupnya bibir gadis itu, lembut dan tanpa ragu.
Diana terpaku..dan tiba-tiba gadis itu melayangkan tangannya kearah Guntur Pramudya.
Plaaakk... Diana menampar wajah Guntur Pramudya.
Laki-laki itu terkejut dan melepas pagutannya.
Menyadari apa yang telah dilakukannya terhadap Diana, Laki-laki itu kemudian menggenggam erat tangan Diana yang kini meronta marah.
"Maafkan aku," pinta Guntur, dengan perasaan bersalah.
Guntur mencoba menenangkan amarah Diana. Gadis itu menatap tajam kearah Guntur Pramudya.
"Mas jahat ..!!! ," Diana meradang.
Ada kabut disudut netra gadis itu. Diana berlari meninggalkan Guntur. Ketika keluar melalui pintu depan warung, Diana berpapasan dengan ibu Sri. Wanita itu membawa kantong plastik berwarna putih, terlihat seperti habis belanja.
Tanpa berpamitan, Diana berlari menuju trotoar dan menyetop ojek yang lewat. Kabut disudut netra gadis itu mencair.
Butiran air mata membasahi pipi Diana. Gadis itu menangis.
Bukan ini yang aku harapkan mas, ucapnya perih.
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Bintang Laut
kamu yg nyosor An, bukan mas guntur
2022-08-17
0
Nenie desu
jangan lupa mampir di novel aq kak 😇🙏🙏😇
2022-08-16
1
Dehan
Lah.. diana..
kan dia yg maju, dia yg nyentuh pak tentara, ngapa pak tentara yg di salahin
2022-08-13
1