Alunan musik dangdut terdengar menyentak di salah satu cafe kecil yang terletak di persimpangan jalan menuju pasar rakyat kota kecil itu.
Sebuah kota kecil diujung timur Indonesia. Kota yang terdampak kerusuhan berbau SARA yang memporak porandakan keindahan, kenyaman dan kerukununan hidup yang selama ini dirasakan masyarakatnya.
Diana berjalan santai sambil menikmati alunan musik dan nyanyian si penyanyi yang kali ini terdengar berbeda, merdu menyentuh kuping Diana.
Waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIT. Biasanya jam segini, cafe mulai ramai dikunjungi para anggota TNI yang bertugas mengamankan kota ini untuk sekedar bersantai, ngopi atau berkaraoke.
Hari ini Diana ditugaskan pemilik cafe, Inah kakak tertua Diana untuk menggantikan tugasnya mengawasi cafe yang belum lama didirikan oleh Inah dan suaminya Rama.
Jangan dibayangkan cafe tersebut dengan cafe kebanyakan karena tidak tersedia minuman keras didalamnya. Menu-menu sederhana yang ditawarkan kepada pengunjung untuk sekedar menemani pengunjung menghabiskan malam bersama orang-orang terdekat mereka adalah makanan khas daerah setempat dan beberapa menu moderen yang telah dimodifikasi oleh Inah dan Rama.
Kopi hitam, teh manis, Juice buah, susu jahe merah, mie goreng, mie rebus, pisang goreng, dan berbagai macam cemilan lainnya adalah sebagian kecil menu andalan cafe yang diberi nama cafe ramInah, gabungan nama Rama dan Inah.
Diana bergegas mempercepat langkah kakinya menuju cafe raminah. Terlihat jelas dari kejauhan, Rama kerepotan melayani pesanan menu dan request lagu oleh pengunjung cafe yang sebagian besar adalah anggota TNI.
Di salah satu sudut ruang cafe, duduk seorang laki-laki tinggi besar berseragam loreng bersama seorang lelaki paruh baya yang terlihat jelas dari seragam yang dipakainya adalah atasan dari si lelaki tinggi besar tadi.
Sebuah lagu dangdut berjudul Cane buah karya pedangdut legendaris Rhoma Irama dinyanyikan dengan sempurna olehnya.
Diana yang sudah menempati meja kasir melemparkan senyum manisnya ke arah si lelaki berseragam loreng sambil bertepuk tangan sebagai tanda ucapan selamat datang dan penghargaan atas nyanyiannya yang memang terdengar merdu dan meramaikan suasana cafe dimalam itu.
Yah..sebagai adik pemilik cafe, Diana dituntut untuk bersikap ramah dan sopan terhadap seluruh pengunjung cafe. Tanpa disadari Diana, seulas senyum manisnya tadi sempat mencuri perhatian si laki-laki besar itu.
"Namanya mas Guntur Ana,". Tiba-tiba kak Rama sudah berdiri disamping Diana.
"Gak nanyak," sahut Diana enteng sambil menoleh ke arah Rama yang tertawa menggoda dirinya.
Rama berlalu meninggalkan Diana. salah tingkah Diana dibuatnya. Lambaian tangan salah satu tamu cafe menolong Diana lepas dari candaan kakak iparnya.
Rama mempercepat langkahnya meninggalkan Diana yang tersenyum sendiri melihat tingkah konyol Rama. Malam ini hanya Diana dan Rama serta beberapa pelayan cafe yang melayani sekian banyak pengunjung cafe.
Walaupun kerepotan, tapi tidak menyurutkan semangat Diana dan Rama untuk melayani setiap permintaan tamu cafe. Sesekali kawan-kawan Diana ikut membantu
Rama dan Diana melayani para tamu walaupun hanya sekedar mengantar makanan atau minuman yang dipesan oleh tamu cafe. Apalagi saat malam minggu seperti ini, semakin malam cafe semakin ramai oleh pengunjung.
Lambaian tangan si lelaki berseragam loreng kearah Diana membuat gadis itu menghentikan kegiatannya di meja kasir. Bergegas Diana melangkahkan kakinya mendekati meja 12 yang ditempati si lelaki tinggi besar bersama atasannya tersebut.
"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Diana sopan sambil tersenyum sesampai dirinya dihadapan mereka.
"Jangan panggil saya dengan sebutan pak dong. Panggil aja mas Guntur," ujar lelaki itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya ke arah Diana bermaksud hendak berkenalan dengannya.
Diana tersenyum mengiyakan sambil mengatupkan kedua belah tangannya ke dada sebagai isyarat bahwa Diana menerima perkenalan yang ditawarkan Guntur tanpa harus berjabat tangan dengannya.
Ini adalah salah satu peraturan tidak tertulis yang dibuat Inah kakaknya khusus untuk Diana agar Diana tidak menjadi objek godaan para pengunjung yang memang sebagian besar adalah kaum Adam.
"Siapa namamu?" tanya Guntur sembari menarik tangannya kembali ketika menyadari bahwa gadis yang berdiri dihadapannya tidak ingin berjabat tangan dengannya.
Seulas senyuman diberikan kepada Diana sebagai tanda bahwa dia menghargai sikap Diana terhadap dirinya.
"Diana," jawab Diana singkat.
"Oh ya..ya, pemilik cafe ini?" tanya Guntur lagi, penasaran...ingin mengetahui siapa Diana sebenarnya setelah sempat melihat keakraban Diana dan Rama tadi.
"Bukan, saya adik dari pemilik cafe ini. Kak Inah dan itu kakak ipar saya, kak Rama pak..eh mas," jawab Diana gagap sambil menunjuk ke arah Rama yang untuk sementara menempati meja kasir menggantikan posisi Diana.
Terlihat sekilas senyuman puas tersungging disudut bibir Guntur.
Hmmm, syukurlah, ternyata dia masih single, ujar Guntur dalam hati.
Senyuman manis Diana kepada Guntur tadi berhasil membuat Guntur penasaran dan bertekad untuk mengetahui lebih jauh siapa gadis itu. Jiwa petualangnya bergejolak. Senyum Diana telah menawan hati Guntur.
"Saya minta dibuatin kopi hitam satu lagi ya, tapi mbak yang bikinin," Guntur kembali bersuara dan terdengar sedikit memaksa Diana.
"Baik mas, akan saya buatkan. ada lagi yang lain?" tanya Diana sopan.
"Tidak, itu saja. nanti saya panggil lagi mbaknya kalau ada lagi yang ingin saya pesan," ujar Guntur sambil menyeruput kopi miliknya yang masih tersisa diatas meja dihadapannya.
Diana pun berlalu menuju dapur cafe untuk mempersiapkan kopi hitam pesanan Guntur. Atasan Guntur yang duduk disampingnya hanya tersenyum mendengar percakapan singkat Guntur dan Diana.
Kembali terdengar sebuah lagu dangdut dinyanyikan oleh Guntur disambut tepuk tangan dan sorak sorai pengunjung cafe lainnya. Malampun semakin larut.
Setelah secangkir kopi yang disiapkan Diana selesai dibuatnya, ia kemudian melambai ke arah Rama memintanya menuju dapur. Rama bergegas mendekati Diana setelah terlebih dahulu mengunci laci meja kasir.
"Ada apa An?" tanya Rama sambil sesekali menoleh kearah Guntur yang sedang asyik bernyanyi.
"Kak Rama anterin kopi ini dong ke meja 12", pinta Diana sembari menyodorkan secangkir kopi hitam yang masih panas diatas nampang bertuliskan nama cafe raminah.
"Lho, bukannya kamu yang diminta mas Guntur untuk membuat sekalian nganterin kopi itu ke mejanya?" tanya Rama.
Sebelah tangannya menolak nampang yang disodorkan Diana.
"Iya sich, tapi saya risih kak. orangnya terlihat aneh. Ada anting ditelinganya kak, iiih..sereem," jawab Diana sambil pasang mimik ketakutan. Rama tertawa melihat tingkah adik iparnya.
"Udah sana, anterin. Orangnya udah nunggu tuh," ujar Rama sembari memonyongkan bibirnya kearah Guntur.
"Iih, kak Rama gitu dech. Ga bisa bantuin adiknya." sahut Diana merengut sambil melangkah menuju meja 12 tempat Guntur dan atasannya duduk.
"Semoga sukses pdktnya ya dek," goda Rama seraya tertawa dan berlalu meninggalkan dapur menuju meja kasir.
Diana hanya tersenyum menanggapi sikap konyol Rama sambil mempercepat langkah kakinya menuju meja 12. Begitulah hubungan Rama dan Diana yang akrab layaknya kakak beradik.
"Kopinya mas," Diana meletakkan secangkir kopi hitam yang dibuatnya keatas meja dan mempersilahkan Guntur, ramah.
"Terima kasih," jawab Guntur singkat dan melanjutkan nyanyiannya. Dianapun berlalu diiringi tatapan penuh mistri dimata Guntur.
Malampun semakin larut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Dani irwandi
aku mampir thor, kalo ada waktu mampir jga ya
2022-09-20
1
Inru
Serem kali kalau ada SARA
2022-08-24
1
Inru
Pasti rame ya, disana?
2022-08-24
1